Renata tuli, dan itu sudah cukup menjadi alasan mengapa dirinya di jauhi se-antero Amarta.
Tapi pemuda itu, Maleo, tidak berpikiran demikian. Ia justru menganggap Renata...Menarik? Tanpa alasan, seperti itulah Maleo.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuanYen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. Every Person Have Problem
Remang-remang cahaya menelisik, menelusup di antara celah-celah kecil ventilasi. Senandung terdengar semakin lama semakin lirih, sinar mentari seolah menerabas masuk tanpa persiapan berbarengan dengan suara merdu yang mulai memudar. Gorden disibak, menyebabkan kelopak yang semula terkatup perlahan terbuka menampilkan iris sehangat cokelat panas ditengah-tengah badai salju.
Gadis berhidung bangir itu mengucek matanya, ia menguap, meregangkan otot-ototnya yang pegal akibat terlelap selama enam jam.
"Nandi, kamu akan tumbuh menjadi gadis yang manis, lembut dan bahagia." Lembut tutur katanya, membuat bahtera rindu siap berlabuh.
Hera, gadis itu mengamati sekeliling.
Ia menunduk, membiarkan segelintir air yang tertahan akibat egonya mengalir begitu saja. Gadis itu bahkan tak menghiraukan ucapan selamat pagi dari salah satu emban yang membuka gorden. Ia terlalu kalut bahkan untuk berpikir sejenak.
"Diam, dan pergi." Titahnya kepada emban yang tengah mencari perhatian padanya, tentu tak lain agar emban itu naik pangkat sebagai kepala asisten rumah tangga.
Hera menghela, telapaknya menghapus jejak-jejak air mata yang telah surut.
"Jangan jadi lemah, Hera." Tatapannya berubah menjadi tajam, gadis itu lantas menyibakkan selimut tebalnya, ia bergegas untuk membersihkan diri sebelum kembali menjalani aktivitas sehari-hari.
...•••...
"Hoammm..."
Ashel menguap, meskipun akan mengundang perdebatan karena terlihat jijik bagi sebagian orang, Ashel masih saja melakukannya. Toh, ini hidupnya, tidak ada satupun orang yang bisa mengatur dirinya. Kecuali Ibunya yang berada nun jauh di Pulau Dewata.
Ashel mengucek matanya, berharap rasa kantuk berlalu begitu saja. Sejujurnya, Ashel malaaassss sekali bersekolah. Lebih baik dirinya melanjutkan kerjaannya, jauh lebih menguntungkan dibanding menghitung angka-angka di papan tulis maupun memasang telinga untuk mendengar nyanyian penghantar tidur Pak Setya—Guru Sejarah yang telah bertahun-tahun bekerja sebagai honorer.
"Maleo!"
Sejenak setelah jeritan gadis memanggil nama Maleo, rasa kantuk Ashel seakan menghilang. Gadis kelahiran Bali —Yang tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di Bali itu segara bersembunyi di balik pohon ringin yang katanya pernah menjadi tempat percobaan gantung diri. Ashel mengintip dua orang berbeda jenis tersebut, ia memasang telinga tajam-tajam.
Tapi jangan salah, Ashel tidak berniat menguping sama sekali. Ashel hanya tak sengaja mendengar suara kalem gadis yang kini memeluk Maleo...
Tunggu, memeluk Maleo?
MEMELUK MALEO?!
Siaga satu. Jangan sampai Velencia Si Ratu Gosip tahu, karena kalau ia sampai mendengar kabar burung mengenai cewek rese keganjenan itu satu sekolah pasti akan kena dampaknya.
"Gawat, gue harus bilang ke Nata, kalau cowoknya itu lagi berselingkuh dibelakangnya!" Geramnya, gadis itu dengan cekatan memotret pose tidak senonoh Maleo yang dapat membuat satu sekolah gempar walau memandangnya sekilas.
"Pokoknya gue harus selidiki masalah ini." Ashel menatap Maleo seakan sedang mengibarkan panji perang.
"Awas lo Maleo."
Ashel sebenarnya sudah dongkol dengan kejadian dihadapannya, bagaimana tidak? Maleo kini sedang dipeluk oleh seorang gadis yang --Kalau Ashel boleh jujur-- Lebih cantik dibanding Keke yang digadang-gadang sebagai gadis tercantik se-antero Amarta.
Meskipun menurut Ashel, Keke itu lebih cocok disebut gadis ter-ganjen di seluruh Amarta.
...•••...
"Pak, ini barang-barangnya mau dibawa ke mana?"
Tanpa banyak basa-basi, mari memasuki bab di mana rasa kepanikan Renata telah melampaui kapasitasnya. Kendatipun Renata sering sekali terlihat seperti insan penakut yang selalu membutuhkan topangan, namun dapat dipastikan bahwa separuh dari dirinya seakan ingin mati saja, lantaran barang-barang di apartemen kecilnya yang nampak tak terurus secara mendadak dipindahkan.
Bagaimana ini? Ia harus apa?
Sedari tadi Renata hanya mengikuti langkah para pekerja yang mengangkuti barang-barang pribadinya tanpa tahu menahu tentang apa yang terjadi. Hingga akhirnya pekerja itu kehilangan kesabaran dan membentaknya.
"Diam nona, Anda menganggu pekerjaan kami!!" Pekerja berjanggut menaikkan satu oktaf suaranya, mulutnya ia tarik ke bawah, memandangi Renata jijik.
Pekerja bertopi biru kini menepuk pelan bahu Si Berjanggut. "Begini Nona, kami hanya menjalankan tugas atas perintah Janadwipa Company, jadi sekali lagi tolong untuk diam dan tidak memberikan kami gangguan, Nona siapa tadi?" Si Bertopi berkicau layaknya seekor burung.
"Renata," jawab Renata lempeng-lempeng saja.
"Baik, Nona Renata, tolong diam di sana dan tidak menganggu pekerjaan kami, trims." Tambah pekerja bertopi kemudian kembali melaksanakan pekerjaannya.
Renata kini terduduk lesu, netranya ia bawa ke luar jendela, mengamati matahari yang semakin meninggi, sepertinya ia akan terlambat lagi.
"Tapi Pak, uang sewa apartemen ini selama setahun bakal dikembalikan kan?" Celetuknya. Dua petugas saling bertatapan sejenak, keduanya nampak bingung.
•••
Kelas yang awalnya semarak itu sekejap menjadi hening. Bu Jasmine datang seperti biasanya dengan raut menuntut agar seluruh makhluk yang masih sanggup meraup oksigen di ruangan itu membungkam mulutnya masing-masing, atau nanti ia sumpal sendiri dengan penghapus papan tulis kalau-kalau tidak bisa berhenti mengeluarkan patah kata seperti Queen Of Gossip, Velencia.
"Velencia Atmadja!'' Bu Jasmine berseru, wajahnya tertekuk terbukti akan kerutan di dahi yang semakin menambah citra janda lapuknya.
"Iya Bu?'' Velencia menjawab dengan enteng, seolah Bu Jasmine tengah berada diantara acara minum teh bersamanya.
Bu Jasmine ingin kembali membuka suara, namun Velencia menginterupsi. "Ada apa ya Bu? Kalau Ibu cuma diam begitu, itu sama aja Ibu buang-buang uang, ingat Bu, time is money." Cerocos Velencia bahkan tanpa diminta.
Bu Jasmine membuka mulutnya, berniat untuk membalas untaian kalimat tak berguna Velencia, tapi lagi-lagi disela oleh muridnya.
"Velencia, minimal sadar diri, lo sendiri buang-buang waktu belajar kita." Lama bungkam, Hera akhirnya mengikuti alur pembicaraan, mengundang siulan mengejek yang ditunjukkan kepada Velencia.
Velencia memutar bola matanya malas.
"Sudah sudah!" Bu Jasmine menengahi.
"Kalian semua bisa tenang? Seenggaknya buat nyambut murid baru di kelas ini." Ujar Bu Jasmine seakan memberi titah untuk tetap menutup mulut rapat-rapat.
Kala atmosfer ruangan berubah menjadi tenang, Bu Jasmine lantas menyuruh Si Anak Baru yang sedari tadi menunggu di depan pintu masuk, guna memperkenalkan diri sekaligus adaptasi lingkungan.
Si Anak Baru melangkahkan kakinya ke dalam. Seisi kelas ternganga dibuatnya, terlebih Velencia geng maupun Keke —Si Most Wanted bagi anak laki-laki akibat kecantikannya. Tapi hal itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap Hera Nandika, gadis itu justru mengerutkan keningnya, ia merasa sesuatu yang....Khas? Sehingga rasanya ia pernah bertemu dengan Si Anak Baru.
Netra sewarna bersinggungan sekilas.
"So...You can tell what's your name?" Bu Jasmine berujar, yang langsung dikabulkan bagai permintaan seorang Aladin.
"James,"
Keke, Si Cantik mengangkat tangannya tidak melebihi dagu. "Nama lengkap?"
"James Freddrin.''
Hera menopangkan pahanya ke paha lainnya, menatap James penuh akan rasa penasaran.
"You have mixed blood?" Keke kembali mengutarakan pertanyaan. James mengangguk.
"Enough class, you can tell all question at rest time!" James, tanpa diberi perintah langsung mendudukkan dirinya di kursi paling belakang, meskipun beberapa orang menawarinya kursi yang terlihat jauh lebih strategis.
Tapi James lebih memilih untuk duduk di kursi itu, entah apa yang dia pikirkan.
James memandang Hera, gadis yang kini juga sedang menatapnya seakan dirinya ialah fauna di taman satwa.
"James ya?" Gumam Hera, secarik seringai menghiasi raut cantiknya.
Aku ingin bingar...
Aku mau di pasar...
Pecahkan saja gelasnya biar ramai!
Biar mengaduh sampai gaduh...
Kulari ke hutan kemudian teriakku....
Bosan...aku dengan penat...
dan enyah saja kau pekat!
Seperti berjelaga jika ku sendiri...