Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah yang meladak-ledak
17
Namun, bukanya menjawab Salma malah semakin menangis keras. Ia menutup wajahnya karena kali ini ia sduah benar-benar lelah. Baru dua bulan saja ia menghadapi situasi rumit semacam ini namun ia seperti akan menyerah saja.
Rafa tidak banyak berkomentar lagi. Lelaki itu memilih untuk tetap mengemudikan mobilnya. Namuh, sebelum ia berkendara lagi, Rafa sempat menyodorkan tissue pada Salma.
Jujur saja, Salma capek. Benar-benar capek berada di situasi ini. Ia sendiri tidak menyangka jika kehidupannya akan berubah drastis seperti ini. Salma terus menangis hingga ia tidak sadar jika sekarang mobil telah berhenti di parkiran sebuah mall.
“Udah dulu nangisnya,” kata Rafa. Lelaki itu kemudian turun dari mobil. Sementara Salma sekarang mengelap wajahnya. Dan kaget karena sekarang ia berada di sebuah parkir mall.
“Ayo turun, dulu,” kata Rafa sembari membukakan pintu untuk Salma sambil memberkan heels milik Salma tadi.
“Ngapain ke sini?” kata Salma masih badmood.
“pertama, kamu tidak mungkin pulang ke rumah dalam keadaan baju kotor seperti itu. Orang rumah pasti bakaln bertanya-tanya. Dan yang kedua kita beli ponsel baru.”
Salma benar-benar dibelikan baju oleh Rafa dan Rafa benar-benar membelikan ponsel baru untuk Salma. Rafa hanya bertanya warna apa dan sisinya langsung ia bayar begitu saja.
“Mau beli apa lagi?” tawar Rafa.
“Nggak usah, aku bisa beli sendiri pake uang aku,” jawab Salma ketus.
Rafa awalnya menaikan bahunya lalu menjawab lagi. “Iya, aku tahu kamu bisa melakukan segalanya. Tapi setidaknya beli apapun itu biar barang bawaannya gak Cuma satu. Kamu harus ingat kita ini pengantin baru,” Rafa memegang lengan Salma. “Aku tahu kamu bisa membali segala, Salma. Tapi biarkan aku kali ini membelikan apapun yang kamu mau.”
Salma menatap Rafa. Lalu sadar ucapan Rafa ada benarnya juga. Alhasil, Salma membeli barang random, seperti parfum, shampoo, tas dan dompet.
“Udah cukup?”
“Sebenarnya kurang. Kamu harusnya bisa mengukur gaji aku itu besar dan-“
“Mau pamer?” kata Salma menatap sinis Rafa.
“Bukan pamer, tapi ya sudahlah ayo pulang.”
Diperjalanan pulang, Salma masih belum mau membahas tentang Vania yang tadi sempat di denggol sedikit oleh Rafa. Sebaliknya, Salma masih memikirkan apa yang harus ia lakukan di kantor ketika bertemu dengan Rhea.
“Apapun yang terjadi, nanti ketika di rumah cukup pegang tangan aku dan jangan dengerin siapapun,” kata Rafa menyadarkan Salma jika mereka ternyata sudah sapai di rumah.
“Sal,” kata Rafa memanggil Salma lagi.
“Hmm,” jawab Salma kurang fokus.
“Apapun yang terjadi jangan pernah mendengarkan orang lain. Cukup pegang tangan aku, lihat aku udah kamu pasti aman.”
Salma mangangguk pelan. Lalu turun dari mobil. Ia belum sepenuhnya tahu jika ada sebuah pertengkaran diantara Rafa dan Vania tadi perihal uang dan semua kelakuan Vania yang buruk terhadapnya.
Salma dan Rafa masuk dan mendapati jika Vania sekarang masih duduk menangis di tenangkan oleh suaminya Effendi.
“Ini dia,” kata Effendi pada Salma. “Heh Salma, apa maksud kamu apa pake segala macem bilang istri saya gak ngasih uang bulanan Rafa ke kamu.”
Salma yang baru saja datang padahal dalam keadaan badmood mendadak tersentak. Hampir saja Salma mengeluarkan sumpah serapah namun Rafa memegang erat tangan Salma kuat.
“Emang kenyataannya gitu kan,” ucap Salma sembari berjalan ke kamar.
“Dasar gak tau diri!” kata Vania spontan membuat Salma berhenti meskipun ia sudah di pegang oleh Rafa. “Udah untung kamu di nikahin sama Rafa. Saya tuh tau Rafa ini pasti pelarian kamu ajakan. Dasar perempuan murahan. Hanya uang segitu aja kamu permasalahin apalagi uang banyak. Perempuan gak tau diuntung.”
“Nggak, Sal,” ucap Rafa. Tapi Salma sudah duluan kesal.
Salma berbalik badan lalu menatap Vania yang di tenangkan oleh suaminya. Sementara mama Nanda sudah berada di kamar. Perempuan paruh baya itu menghindari pertengkaran ini meskipun ia pasti tidak bisa menghidarinya.
“Heh Vania! Bukannya kenyataanya gitukan. Kenyataanya, kamu tuh gak ngasih uang yang seharusnya kamu kasih buat mama. Hanya buat mama aja kamu tuh susah banyak alesan mana gak ngomong dulu lagi. Udah gitu selama dua bulan ini kamu numpang hidup di sini. Pas tau aja Rafa mau pulang kamu baru pake sok soan belanja padahal selama ini kalian sekeluarga itu benalu, yang bisanyaaaaa, Rafa aku belum selesai ngomong!”
Namun, belum juga selesai bicara, Salma sudha ditarik duluan oleh Rafa. Dengan entengnya Rafa menarik Salma masuk ke kamar. Dan diluar sana terdengar teriakan-teriakan menyakitkan dari Vania untuk Salma.
Mulai dari perempuan murahan, dan segala hal yang membuat peremuan itu pastinya akan sakit hati. Namun ditengah ucapan Vania itu, Rafa seketika menutup telinga Salma yang sedang menangis.
Rafa berusaha membuat Salma tidak mendengar ucapan dari kakak pertamanya yang terkadang sering sekali menyakiti hatinya.
Rafa memiliki trauma sendiri oleh karena ucapan kakaknya. Rafa memiliki luka sendiri oleh karena luka yang diberikan oleh kakaknya secara tidak sengaja.
“Ikut aku ke Kanada, akan aku pastikan tidak ada lagi yang bisa nyakitin kamu, kecuali diri kamu sendiri,” ucap Rafa begitu lembut di telinga Rafa.
“Ikut aku ke Kanda. Karena hanya dengan ikut aku hidup kamu bakalan tenang, Sal.”
Salma masih menangis sebelum akhirnya pintu sekarang di gedor berkali-kali dan itu membuat Salma gemetar hebat. Ia sebenarnya tidak tahu apa yang salah darinya. Yang ia tahu hanyalah Vania yang selalu ingin bermusuhan dengannya.
Sampai detik ini Salma belum tahu jika Rafa telah mengetahui apa yang sudah Salma lalui selama ia berada di Kanada. Dan karena hal itulah, Rafa ingin membawa Salma ke sana. Kalaupun tidak, setidaknya Salma mau tinggal di rumahnya saja.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” kata Salma ketika situasi sudah tenang. Tidak ada gedoran dan bahkan mobil milik Vania dan suaminya pergi dari rumah.
“ipad kamu,” kata Rafa berhenti sejenak. “Maaf kalau aku lancang tapi aku gak sengaja liat chatingan kamu sama Kalani.”
Rafa nampak berhenti sejenak melihat perubahan emosi dari Salma namun, tidak ada yang berubah dari ekpresi Salma saat ini.
“Kenapa kamu gak bilang?” tanya Rafa. “Kenapa kamu gak pernah bilang kalau mba Vania itu memperlakukan kamu buruk? Kenapa kamu gak bilang kalau kamu sampe habis ratusan juta hanya dalam dua bulan. Kenapa kamu gak bilang kalau selama ini kamu yang biayain pengobatan mama.”
Namun, Salma hanya terdiam memainkan kedua ibu jarinya saja. ia tidak bisa menjawab hal itu karena jelas Salma saja tidak tau kenapa bisa dia diam saja.
“Aku menikahi kamu bukan untuk membagi beban keluarga aku, Sal. Meskipun ini pernikahan kontrak tapi kamu harusnya bilang juga kalau kamu diperlakukan tidak baik sama Vania.”
“Aku juga gak tahu, kenapa aku gak bilang. Tau-tau aku udah bisa seratus juta aja.”
“Sal, aku udah tahu wataknya Vania seperti apa. Aku mohon, ikut sama aku ke Kanada. Kamu gak akan tenang kalau ada disini sendirian.”
Salma menggelengkan kepalanya karena jelas saja ia tidak mau ikut ke Kanada. Namun, keadaan dirinya sendiri tanpa embel-embel kakak pertama Rafa sudah semraut.
Mulai dari Rendra yang mendadak jahat. Belum lagi adiknya yang bekerja di kantor. Dan sekarang di tambah dengan kakaknya yang jelas-jelas membencinya padahal, ia sama sekali tidak mengatakan segalanya pada Rafa.
“Di sana, kamu bebas melakukan apapun. Kamu mau kerjapun aku izinkan. Kamu pengen di rumahpun aku gak masalah. Toh, kita Cuma ketemu empat belas hari aja. Kalau kamu disini, meskipun kamu bisa pulang ke rumah orang tua kamu, aku tetep aja gak bakalan tenang.”
Salma kembali diam. Ia tidak tahu, ia belum memiliki jawaban ia sendiri bingung harus menjawab apa. Tinggal di Kanada pasti sangat menyiksanya karena harus hidup bersama Rafa.
Tapi jika tinggal di Jakarta, ucapan Rafa ada benarnya. Apalagi orang tuanya yang selalu berbicara untuk pindah dan ikut suami saja.
“Ikut sama aku, yah,” bujuk Rafa lagi dengan suara begitu lembut. “Akan aku pastikan tidak akan ada lagi yang ganggu kamu disana.
Salma menatap Rafa sejenak, air matanya mengalir deras. “Aku.....
Bersambung
Kira-kira menurut kalian Salma bakalna ikut atau masih aja keras kepala gak mau ikut suaminya?