Maya Amelia, seorang mahasiswi hukum Universitas Bangsa Mulya, tak pernah menyangka kalau takdir akan mempertemukannya dengan Adrian Martadinata pengacara muda,tampan,dan terkenal di kalangan sosialita.
Awalnya, Maya hanya mengagumi sosok Adrian dari jauh. Namun, karena sebuah urusan keluarga yang rumit, Adrian terpaksa menikahi Maya gadis magang yang bahkan belum lulus kuliah, dan tak punya apa-apa selain mimpinya.
Setelah Menikah Adrian Tak bisa melupakan Cinta Pertamanya Lily Berliana seorang Gundik kelas atas yang melayani Politisi, CEO, Pejabat, Dokter, Hingga Orang-orang yang punya Kekuasaan Dan Uang. Lily Mendekati Adrian selain karena posisi dirinya juga mau terpandang, bahkan setelah tahu Adrian sudah memiliki istri bernama Maya, Maya yang masih muda berusaha jadi istri yang baik tapi selalu di pandang sebelah mata oleh Adrian. Bahkan Adrian Tak segan melakukan KDRT, Tapi Ibunya Maya yang lama meninggalkannya kembali Greta MARCELONEZ asal Filipina untuk melindungi Putrinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maya Dan Tiara Bertabrakan Dengan Lily Berliana
Hari ini, langit Jakarta mendung, dan udara terasa berat. Di kamar kosan kecil namun rapi milik Tiara, Maya duduk bersandar di dinding sambil memeluk bantal. Raut wajahnya lelah, matanya menatap kosong ke arah jendela yang dibasahi gerimis.
Tiara keluar dari kamar mandi dengan rambut basah terikat handuk, memandang sahabatnya dengan prihatin.
“Masih kesel banget, May?” tanyanya pelan sambil mengambil sisir.
Maya tidak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang, lalu berkata, “Gue cuma... capek. Kayak apa pun yang gue bilang tuh selalu mentok di kepala Papa. Selalu tentang dia, tentang ‘bagaimana seharusnya anak perempuan bersikap’.”
Tiara duduk di ujung kasur, menatap Maya.
“Dia tahu lo di sini?”
Maya mengangguk pelan. “Iya. Gue izin baik-baik, kok. Dia cuma diem, terus bilang, ‘jaga diri baik-baik’. Mungkin karena lo udah pernah nginep di rumah juga, jadi dia gak keberatan.”
Tiara tersenyum kecil. “Gue bilang juga apa, bokap lo itu sebenernya cuma keras di luar, tapi dalemnya penuh kekhawatiran. Mungkin dia cuma belum ngerti cara ngungkapin.”
Maya diam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ditahannya.
“Gue cuma pengen napas, Ra. Gak harus diatur terus. Gue juga punya hidup gue sendiri... Gue cuma pengen dimengerti.”
Tiara meraih pundak Maya, menepuknya pelan.
“Lo boleh nginep di sini selama lo mau. Kosan ini juga rumah buat lo. Kalau lo butuh cerita, atau cuma mau diem, gue ada.”
Maya menunduk, mengangguk pelan.
“Thanks, Ra…”
Gerimis di luar makin deras. Tapi di dalam kamar kecil itu, setidaknya Maya merasa sedikit lebih hangat. Meski luka dalam dirinya belum sembuh, setidaknya hari ini ia tak sendirian.
Tiara menutup laptopnya dengan cepat, lalu menoleh ke arah Maya yang masih duduk berselonjor dengan ekspresi kosong.
“Yaudah, daripada lo murung terus, hangout yuk,” ajaknya sambil berdiri dan menarik jaket jeans dari gantungan.
Maya mengangkat alis. “Kemana?”
“Kemana lagi? Kaya biasa. Ngopi, nyemil, terus keliling toko buku atau apa gitu. Dari pada lo stuck mikirin bokap lo terus, May. Mending kita refreshing dikit,” ujar Tiara sambil tersenyum, berusaha mencerahkan suasana.
Maya akhirnya tersenyum tipis. “Oke deh, asal jangan ngajak window shopping di bagian skincare, itu capek.”
Maya tersenyum tipis. “Oke, tapi gue nggak mau keliatan kayak zombie begini. Ganti baju dulu ah.”
Tiara melemparkan kaus crop warna hitam ke Maya. “Tuh, pake ini. Matching sama celana jeans lo.”
“Thanks. Lo juga buruan, jangan sampe kayak anak kos belum mandi,” sahut Maya sambil berdiri dan mulai membuka lemari kecil miliknya di sisi kanan.
Keduanya lalu sibuk bersiap. Maya mengganti bajunya, mengenakan kaus hitam dan high waist jeans biru. Sementara Tiara memakai atasan putih model sabrina dan rok mini abu-abu.
Setelah berganti pakaian, mereka duduk berdampingan di depan cermin kecil sambil dandan seadanya.
“Gue nggak mau menor,” ujar Maya sambil mengoleskan lip tint tipis.
“Gue juga. Yang penting seger dan siap kalo ketemu cowok ganteng,” canda Tiara, membenahi maskaranya.
Beberapa menit kemudian, mereka pun siap. Maya merapikan rambutnya menjadi kuncir rendah, Tiara melepas rambutnya yang ikal ke bahu.
“Fix, kita cakep. Siap mengguncang dunia,” kata Tiara sambil mengacungkan lip balm seperti mikrofon.
Maya tertawa kecil. “Siap guncang dompet di Gramedia maksud lo.”
Mereka pun berangkat naik ojek online. Senja Jakarta mulai turun saat mereka tiba di mal favorit. Setelah beli minuman dingin, langkah mereka mengarah ke Gramedia.
Maya dan Tiara berjalan santai menyusuri koridor mal. Di tangan mereka, crepes dan Chatime jadi teman jalan yang sempurna di sore yang ramai namun nyaman, dipenuhi suara obrolan dan musik pop lembut dari toko-toko sekitar.
"Eh, May, ke Gramedia yuk. Gue pengin liat novel baru," kata Tiara sambil mengunyah crepes-nya dengan santai.
Maya mengangguk pelan. "Boleh. Gue juga pengin cari buku hukum, siapa tahu ada yang ringan tapi bermutu."
Keduanya pun melangkah menuju Gramedia. Tapi tepat di depan pintu masuk toko buku itu, mereka tanpa sengaja menabrak seorang wanita yang tengah sibuk berbicara lewat ponsel dalam bahasa Inggris.
“Aduh!” seru wanita itu kaget, tubuhnya sedikit terdorong dan hampir terjatuh. Tas tangannya terlepas dari bahu, dan ponselnya nyaris meluncur dari genggaman.
“Maaf, Kak! Kita nggak sengaja!” ucap Maya cepat, menunduk panik, berusaha membantu.
Namun wanita itu langsung menatap tajam ke arah Maya. Mata lebar itu menyipit, mengunci tatapan penuh kemarahan yang disimpan rapi di balik riasan glamornya.
“Lo lagi?!” serunya lantang, dengan nada tinggi dan tajam.
Maya tersentak. Suara dan wajah itu langsung membangkitkan ingatannya.
Itu perempuan yang waktu itu di cafe—wanita dengan gaun merah seksi, heels menjulang, dan tatapan congkak. Pacar dari pengacara terkenal, Adrian Martadinata. Ani-ani berkelas dengan parfum mahal dan sikap superior.
“Lo nggak punya mata ya?! Buta sampe nabrak orang dua kali?!” makinya sambil memungut tas dan menegakkan tubuh.
Maya hanya bisa berdiri terpaku. Dia ingat jelas bagaimana Lily menatapnya dengan jijik di kafe waktu itu, seolah Maya bukan siapa-siapa.
Namun Tiara langsung maju setengah langkah, menyamakan posisi dengan Maya. Wajahnya tak kalah tegas.
“Kak, ‘kan kita udah minta maaf baik-baik. Harusnya nggak perlu segitunya marah,” ujar Tiara dingin.
Lily mendengus. “Lo ngajarin gue sopan santun sekarang?”
Tiara menaikkan sebelah alis. “Nggak ngajarin siapa-siapa. Cuma nggak suka aja kalau ada orang merasa lebih tinggi karena merasa diatas tuhan gak mau kena senggol.”
Lily melipat tangan di dada, menatap keduanya sejenak—khususnya Maya—dengan tatapan menilai, seolah mengukur sesuatu yang mengusik rasa penasarannya.
Tatapannya kembali terpaku pada Maya. Kali ini lebih lama.
“Lo...” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar. Ada keraguan di matanya, semacam kilas balik yang sejenak melintas.
Namun Lily segera mengalihkan wajah, menegakkan dagunya dengan angkuh. “Dasar bocah kampus norak,” ucapnya pelan lalu berjalan menjauh dengan langkah cepat.
Tiara menghela napas berat. “Gila... niat refreshing malah ketemu hantu masa lalu.”
Maya masih diam. Wajahnya menegang.
“Dia inget gue... gue yakin dia inget,” ucap Maya pelan.
“Atau... lo terlalu mikirin dia. Lupakan, May. Tante girang kayak gitu cuma berisik doang.”
Tapi Maya tetap diam. Jantungnya berdegup cepat. Ada sesuatu dalam sorot mata Lily barusan. Sesuatu yang tak hanya menyimpan pengenalan—tapi juga... kecurigaan.
Lily melangkah cepat meninggalkan Maya dan Tiara, stilettonya beradu nyaring dengan lantai marmer mal. Perempuan berpakaian sexy dengan baju ketat itu kembali menempelkan ponsel ke telinga, suaranya berubah lembut dan menggoda saat berbicara dalam bahasa Inggris.
Pinginnya gak panjang-panjang awalan ceritanya...
malah kadang suka lebih seru kalau awalan nya langsung yg konflik atau sudah jadi nya aja 👍😁
Ditengah atau setelahnya baru dehh bisa di ceritakan lagi sedikit atau pelan-pelan proses dari awalan Konflik tsb 👍😁🙏
kalau di awalin sebuah perjalanan cerita tsb,kadang suka nimbulin boring dulu baca nya... kelamaan ke konflik cerita tsb nya 🙏🙏🙏