Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nadia Dan Tawarannya
Beberapa jam sebelumnya.
Setelah orang tuanya pulang usai menginap semalam di rumah, Nadia yang suntuk langsung mencari pelarian ke luar. Untung dia masih punya pekerjaan sebagai pemetik panen di kebun Xadewa, jadi hidupnya tidar benar-benar bosan menganggur.
Semalam Nadia habis kena ceramah panjang lebar dari orang tuanya. Intinya, dia dibilang jangan gampang ngambek atau kalau ngambek tidak perlu dibesar-besarkan sampai ke jenjang perceraian. Orang tuanya juga mengingatkan lagi soal pernikahannya dengan Nufus, bahwa dulu Nadia sendiri yang ngotot ingin menikah dengan laki-laki itu. Bahkan orang tuanya sampai merasa malu karena harus datang meminta Nufus menikahi putri mereka. Ibaratnya, mereka yang seperti melamar Nufus untuk Nadia. Tapi sekarang malah Nadia yang ngotot pengen cerai tanpa alasan yang jelas.
Pusing hidup ini.
Semalam Nadia juga sempat bilang kejadian tempo hari dimana Nufus bawa perempuan ke rumah dan berniat mendua. Tapi semua itu dianggap tidak berarti apa-apa, karena Nufus dengan enteng bisa membantah tanpa bukti. Persoalan yang tidak ada buktinya kan gampang sekali dibilang hoaks. Jadilah Nadia seperti orang yang sedang mengada-ada.
Nadiaaaaa!!!" teriak Nufus.
Waduh, sepertinya Nufus sudah sadar laptopnya hilang. Ya sudah, mau bagaimana lagi? Ditanya ya jawab jujur saja, laptop itu memang sudah Nadia buang karena rusak gara-gara dia sendiri. Sekalian saja biar Nufus marah besar dan kapok jadi suaminya.
Tapi di sisi lain, Nadia malah bingung. Kenapa belakangan Nufus jadi lebih lunak padanya? Bukannya dingin seperti dulu. Apa jangan-jangan sikapnya yang seenaknya ini malah bikin Nufus penasaran, lalu tanpa sadar menumbuhkan rasa suka?
Kalau dipikir-pikir, Sekarang Nadia cuma punya dua pilihan untuk membuat Nufus pergi. Pertama, terus-terusan bikin masalah sampai Nufus ilfeel, capek, dan akhirnya menceraikannya. Kedua, kembali jadi Nadia yang dulu, yang selalu mengejar-ngejar tanpa peduli harga diri. Membayangkan pilihan yang kedua rasanya ogah banget. Jelas bukan gayanya. Tapi mau bagaimana lagi, semua cara harus dicoba. Setidaknya dua cara itu yang terbayangkan oleh Nadia sekarang.
"Iya, kenapa?" sahut Nadia.
"Kamu lihat laptopku tidak?"
"Laptop? Yang warna silver itu?"
"Iya. Di mana dia?"
"Itu laptop emang penting banget ya? Serius nanya."
Nufus menatap tajam. "Jangan bilang... kamu yang udah ngambil dia?"
Nadia menghela napas. "Iya. Laptop itu sudah rusak gara-gara aku. Malah sudah aku buang ke kubangan lumpur."
Nufus mengepalkan tangan. Wajahnya tetap datar, jelas menahan marah. Nadia bisa menebak, lelaki itu pasti sedang berusaha menahan diri. Mungkin Nufus curiga Nadia sedang menguji kesabarannya. Ironis juga, mengingat dulu lelaki itu mati-matian ingin menjauh darinya.
"Kamu marah ya? Iya sih, aku memang istri nggak berguna. Pasti laptop itu mahal, ya kan? Yang bikin mahal itu pasti isinya. Banyak file yang penting pasti. Sayang sekali aku nggak bisa tembus password-nya. Jadinya aku getok-getok aja, kali aja kebuka. Eh, malah rusak." Nadia nyerocos panjang.
"Udah, nggak usah diratapi. Gampang, bisa beli lagi."
Nadia mengerutkan kening. "Kamu nggak marah? Padahal itu barang penting kamu, lho!"
"Tahu darimana kalau itu penting? Isinya cuma video tidak jelas. Tidak ada yang berharga sama sekali."
Nadia menarik napas panjang. Nufus malah tampak senang melihat Nadia yang kesal karena reaksinya tidak sesuai harapan. Nadia sebenarnya ingin Nufus marah besar, sampai khilaf menyeretnya ke pengadilan agama. Tapi yang terjadi, Nufus malah pura-pura jadi orang paling sabar di dunia.
Baiklah. Sekarang Nadia siap menjalankan rencana cadangan. Biar saja terkesan plin-plan. Nanti tinggal bilang saja dia gegar otak ketiban tai cicak.
"Kamu baik sekali, Mas Nufus. Aku jadi makin cinta... ta... ta..."
"Sama. Aku juga makin cinta sama kamu," balas Nufus. Nadia sebal sekali mendengarnya.
Sebesar apa pun Nadia berusaha memancing, Nufus bisa membacanya. Ucapan Nadia mungkin manis seperti dulu saat dia tergila-gila pada Nufus, tapi bahasa tubuhnya lain cerita. Merinding, jijik, jelas tidak nyaman bersikap seperti itu. Itu yang membuat Nufus sengaja ikut dalam permainan Nadia. Asyik juga ternyata.
Sayangnya, Nadia tidak suka bermain dengan Nufus. Dia lebih suka berinteraksi dengan Xadewa. Meski mulut laki-laki itu tajam dan isengnya kebangetan, tatapan mata Xadewa menenangkan. Dan entah kenapa, rasanya jauh lebih cocok dengan selera Nadia.
Sekarang Nadia ingin menemui Xadewa secepatnya.
...***...
Nadia kini merasakan apa yang dulu Nufus rasakan. Gara-gara Nadia coba-coba jadi Nadia yang dulu, Nufus jadi tidak henti-hentinya menggoda Nadia, persis seperti cara Nadia menggoda Nufus dulu. Sensasi geli dan risih yang Nadia rasakan sekarang mungkin sama dengan apa yang Nufus alami sebelumnya. Seolah roda kehidupan berputar, Nadia kini ilfil dengan tingkah Nufus, dan Nadia menjadi pihak yang ingin melarikan diri.
Nadia pun lekas kabur dari Nufus. Awalnya, Nufus menahannya, namun akhirnya mengizinkan dengan satu syarat yaitu Nadia harus selalu pulang ke rumah. Nadia beralasan ingin membelikan Nufus laptop baru sebagai bentuk pertanggungjawaban. Mendengar itu, Nufus jelas kegirangan. Baginya itu adalah bukti bahwa Nadia ada rasa peduli.
Dengan ide baru yang berkelebat di benaknya, Nadia penuh semangat menuju ladang hanya demi bisa bertemu Xadewa. Ia berniat mengungkapkan bahwa ia membutuhkan bantuan laki-laki itu, bahkan tanpa digaji pun tidak masalah. Langkah pertama, ia ingin meminta Xadewa mengantarnya membeli laptop untuk Nufus, menggunakan uang yang tiba-tiba ia temukan di sakunya.
Saat merogoh saku celananya, Nadia baru menyadari kantungnya terasa berat. Ada sebungkus uang tunai di sana, tergulung rapi. Ia berusaha mengingat-ingat, Nufus tidak pernah memberinya uang tunai begitu saja karena Nufus selalu pakai metode transfer. Lagipula, sudah beberapa hari Nufus sengaja tidak memberinya uang, menunggu Nadia memintanya terlebih dahulu.
Semakin diingat-ingat, Nadia baru ngeh kalau uang itu ada di sana setelah pertemuan terakhirnya dengan Xadewa, saat laki-laki itu mengantarnya pulang dengan sepeda ontel. Gerakan Xadewa begitu cepat, sampai-sampai Nadia tidak sadar saat laki-laki itu menyelipkan uang ke kantungnya ketika mendudukkannya di boncengan sepeda.
Kebetulan sekali uang itu bisa ia gunakan sekarang untuk membeli laptop. Meskipun tidak cukup, di sinilah fungsi minta diantar Xadewa. Nadia minta dibayari Xadewa soal kekurangannya nanti. Nadia tidak masalah merepotkan Xadewa di awal, ia berjanji akan meminta total utangnya dan melunasi setelah berhasil membobol uang DewaSlotus, sebuah rencana ambisius yang berani ia realisasikan.
Setibanya di kebun, mata Nadia bergerak lincah mencari keberadaan juragannya. Sesekali ia bertanya kepada para pekerja, "Di mana Juragan berada?" Pertanyaan itu akhirnya sampai ke telinga Xadewa, yang kala itu sedang berada di rumah orang tuanya. Mendengar Nadia mencarinya, Xadewa pun segera meluncur menemui Nadia, dan kembali dalam identitasnya sebagai Juragan.
Xadewa muncul dengan gaya khasnya, membawa-bawa sebuah buku besar yang jika dibuka, pasti akan mengeluarkan aroma tak sedap. Tanpa basa-basi, ia langsung menuduh Nadia.
"Kata orang-orang lu nyariin gua. Mau ngapain? Mau minjam duit lu, ya?"
Nadia mendengus, "Enak saja! Saya mencari Abang mau minta anterin beliin laptop buat ganti rugi." Ia melirik sekilas ke arah Xadewa, kemudian merendahkan suaranya, "Sekalian habis itu... saya butuh bantuan Abang buat pura-pura jadi selingkuhan saya biar saya bisa cerai."
Xadewa terkejut, "Selingkuhan? Yang benar saja lu! Males gua nanti keseret masalah rumah tangga orang. Lagian apa untungnya buat gua coba?"
"Ada kok untungnya," Nadia tersenyum misterius. "Sini saya bisikkan."
Xadewa yang selalu ingin tahu, dengan mudahnya mendekatkan telinga. Dia sama sekali tidak menyangka akan tawaran keuntungan yang Nadia berikan. Nadia tidak mengobral kehormatannya, bukan pula meminta dijadikan istri, atau menjanjikan sebuah cinta picisan. Sebaliknya, Nadia menawarkan sesuatu yang membuat Xadewa begitu tertarik, sesuatu yang bahkan tidak pernah terlintas di benak.
Aje gile ni cewek. Batin Xadewa.
"Yaudah ayo gua anter. Sekalian gua yang bayarin."
"Aseek. Makasih Bos."
.
.
Bersambung.
Lanjut baca, dari tadi rebutan ponsel sama bocil