Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #7
Alif mengamati ponselnya ketika Zara turun dari mobil agar terlihat cuek. Namun, tetap saja ia tak bisa membohongi kata hati. Ekor matanya tetap menangkap sosok sang istri yang mulai berjalan menjauh.
Bibir pria itu tak mampu menahan senyuman kala melihat mulut Zara mulai komat-kamit menggerutu atas sikapnya. Meskipun makin lama sang istri terlihat semakin jauh, Alif masih tak bisa memalingkan pandangannya dari wanita berkerudung abu-abu itu.
"Dia tak berubah," ucap pria itu pelan sambil tersenyum.
Akan tetapi, senyuman Alif perlahan memudar. Sorot mata yang tadi terlihat lembut berganti menjadi kesal ketika melihat seorang pria bermotor mendekati sang istri.
"Ngapain Naufal di situ? Haiss, awas kau!" Alif segera menjalankan mobilnya hingga berada tepat di belakang mereka.
Tiiin tiiin
Alif membunyikan klakson mobil berkali-kali hingga membuat pria di depannya tampak kesal dan berbalik.
"Eh, itu kan ... Pak Alif," ucap Naufal sambil tersenyum kikuk, diikuti Zara yang juga berbalik dengan wajah keheranan.
"Maaf, Pak, saya akan minggir," ujar Naufal sambil menggeser motornya menjauhi Zara.
"Tak usah hanya minggir, silakan langsung pergi ke tempat tujuanmu. Ngapain juga nongkrong dipinggir jalan? Mau godain cewek kamu?" kata Alif menyindir, membuat Naufal tak mampu berkutik.
"Ba-baik, Pak. Saya pergi." Naufal menoleh sekilas ke arah Zara, lalu memberikan kode pamit kepada wanita itu.
"Haish, tak usah kode-kodean!" teriak Alif lagi, membuat Naufal berdecak kesal dan segera pergi.
.
.
Zara menatap kepergian Naufal, lalu berbalik kembali menatap mobil Alif di belakangnya tanpa bertanya apa pun.
"Sana, lanjutkan perjalananmu! saya akan menunggu di sini," ujar Alif sambil mengibaskan tangannya dari dalam mobil.
Zara memutar bola mata jengah sebelum akhirnya ia berbalik dan kembali berjalan menuju kampus yang sudah semakin dekat. "Killer-nya nggak berubah!" ucapnya tetapi dengan suara pelan.
Zara berjalan memasuki tempat pendaftaran KKP tahun ini. Hatinya begitu lega karena setelah dua tahun tertunda, ia bisa mengikuti kegiatan tersebut. Beruntung juga ia sudah melunasi segala pembayaran sehingga tak ada masalah apa pun dalam pendaftaran hari ini.
"Hai, gadis! Akhirnya dirimu mendaftar juga. Kebetulan, kita juga mau mendaftar, kali aja kita bisa se-posko," kata Akira yang datang bersama Ilona dan langsung merangkul Zara.
"Padahal kalian harusnya sudah selesai dan kerja, kenapa baru mau ikut KKP? Sayang banget waktu kalian," ujar Zara lesu melihat kedua sahabatnya. Ia tak tahu alasan kedua sahabatnya mengulur waktu KKP adalah karena dirinya.
"Heish, kita ini wanita, ngapain buru-buru selesai? Biarkan calon suami kita berusaha lebih keras lagi buat kerja agar uangnya cukup untuk melamar saat kita selesai nanti," celetuk Ilona santai sambil menatap langit-langit ruangan.
"Dih, mulutmu, Lon. Belum tentu juga jodohmu langsung datang melamar kalau kamu selesai. Siapa tahu dia masih berlayar ke hati yang lain," sanggah Akira membuat Zara tertawa.
"Nggak papa, kok, yang penting hatinya berakhir di hatiku, asik, 'kan? Yang jelas dan yang pasti, aku bukanlah yang pertama menikah di antara kita, palingan juga Zara," balas Ilona begitu percaya diri membuat Zara yang tadi tertawa melihat sikap kedua sahabatnya langsung terbatuk-batuk.
"Nah, nah, Zara jadi batuk gara-gara ulahmu, Lon. Diam napa?" Akira mengusap pelan punggung Zara, ia berharap usaha sederhananya itu bisa meredakan batuk sang sahabat.
"Eh eh eh, kalian bertiga yee kalau ketemu ribut banget kayak pasar. Kalau sudah selesai mendaftar, silakan keluar! Ini ruangan administrasi, bukan ruang ramalan jodoh!" ujar seorang pria paruh baya yang duduk di hadapan mereka.
"Maaf, Pak, temenku ini memang agak los kalau ngomong. Lagi pula ini bukan ramalan jodoh, kok, Pak, ini hanya perkiraan aja," balas Ilona sambil cengengesan.
"Bener, Pak. Lagi pula nggak boleh percaya sama ramalan, percayanya sama Allah aja," timpal Akira dan langsung menarik kedua sahabatnya untuk keluar dari ruangan itu.
Akira dan Ilona kemudian mengajak Zara untuk makan bersama, mengingat semenjak gadis itu bekerja, sangat jarang mereka bisa nongkrong bersama.
"Maaf, Lon, Kir, aku nggak bisa ikut makan dulu, aku sudah ditunggu."
"Ditunggu? Siapa? Kak Naufal?" tebak Akira.
"Bukan ...."
"Siapa? Oma Ratna?" tebak Ilona.
"Eh? I-iya, Oma. Aku udah janji sama Oma. Maaf, yah. Aku pergi dulu." Zara terpaksa berbohong. Ia kemudian melepaskan diri dari pegangan Akira dan Ilona, lalu berjalan cepat meninggalkan kedua sahabatnya agar tak terlihat nantinya saat naik di mobil Alif.
"Heh, sampai segitunya buru-buru, tungguin kita napa? Udah lama nggak ketemu Oma, pengen sungkeman dulu, iya, 'kan, Lon?" cetus Akira kembali menggandeng tangan kanan Zara diikuti Ilona yang menggandeng tangan kiri.
"Eh, tapi ... tapi ...." Lidah Zara seketika terasa tertahan. Ia tak tahu harus membuat alasan apa kali ini.
"Udah, tak usah tapi tapi. Ayo kita let's go!" Ketiga gadis itu langsung jalan bersama keluar dari kampus.
Berbeda dengan Akira dan Ilona yang begitu riang gembira berjalan, Zara justru gelisah dan takut jika mereka mengetahui rahasia besarnya saat ini. Terlebih ketika jarak mereka dengan mobil Alif semakin dekat. Tak ada cara lain, dengan terpaksa ia bersembunyi di antara dua gadis itu.
"Semoga Pak Alif tidak lihat," ucap Zara dalam hati.
Mereka terus berjalan, hingga berada tepat di samping mobil Alif. Awalnya, Zara merasa lega karena sang suami tampak sibuk dengan ponselnya. Namun, rasa lega yang dirasakannya tidak berlangsung lama.
"Assalamu 'alaikum, Pak Alif. Tumben di luar aja nggak masuk kampus?" Sapa Ilona, membuat Alif langsung menoleh ke arah mereka bersamaan dengan Zara yang langsung berjongkok agar tak terlihat oleh suaminya sendiri.
"Wa'alaikum salam, saya lagi ada urusan," balas Alif dengan raut wajah datar.
"Eh, Zara! Ngapain kamu kayak gitu?" tanya Akira yang tentu saja membuat Alif mengerutkan dahi mendengar nama sang istri dan langsung menatap ke bawah.
Zara yang merasa tertangkap basah semakin salah tingkah. "Eh, hehe, anu ini, rumputnya kepanjangan makanya aku cabutin," jawabnya beralasan sambil mencabuti rumput di pinggir jalan tersebut.
"Hah? Sejak kapan kamu peduli sama rumput di jalan? Rumput tetangga aja, eh maksudnya rumput di rumahmu aja tak kamu hiraukan," celetuk Ilona.
"Rajinku lagi datang. Udah jangan banyak tanya, ayo cepat pergi." Zara segera menarik tangan kedua sahabatnya untuk pergi menjauhi mobil Alif seolah tidak ada apa-apa di antara mereka sehingga membuat pria itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
Hingga beberapa meter dilalui, Zara, Ilona dan Akira masih terus berjalan. Kedua gadis itu mulai terlihat risih dan gelisah karena kelelahan.
"Zar, Oma di mana, sih? kita udah jalan jauh, loh!" tanya Akira
Zara terdiam sejenak memikirkan alasan yang tepat kali ini agar tidak kembali membuat kebohongan baru. "Ya ampun, aku salah, ternyata janjianku sama Oma bukan hari ini, maaf, yah, aku lupa," katanya dengan wajah yang begitu meyakinkan.
"Hah? Lupa kau bilang? Kita udah jalan sejauh ini dan kau baru sadar sekarang?" protes Ilona tidak habis pikir.
"Hehe, yaa, maaf, kalian sih ngotot mau ikut."
"Ya sudahlah, berhubung rumahku sudah dekat, aku akan langsung pulang saja. Kau tahu, Zar? Untuk pertama kalinya aku berjalan kaki pulang dari kampus berkat kamu," ujar Akira.
"Hooh, aku pun mau pulang, eh berkabar yah kalau pengumuman posko udah keluar," kata Ilona.
"Siap!" jawab Zara dan Akira bersamaan.
Kedua gadis itu pun pergi meninggalkan Zara sendirian di pinggir jalan. Sementara Zara langsung memasuki sebuah warung untuk membeli air minum. Perjalanan yang cukup jauh tadi membuatnya merasa haus dan lelah.
Beberapa detik setelah Zara masuk ke warung, mobil Alif melewati jalan itu dan terus melaju hingga hilang dari pandangan.
.
.
#bersambung#