Drabia tidak pernah di sentuh suaminya selama menikah. Karena sebelumnya Ansel mendengar gosib tentang dirinya yang pernah tidur dengan pria lain sebelum menikah.
Di saat Ansel akan menceraikannya, Drabia pun meminta satu hal pada Ansel sebagai syarat perceraian. Dan setelah itu jatuhlah talak Ansel.
Apakah yang di minta Drabia?, akan kah Ansel memenuhi permintaan Drabia?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. Selamat ulang Tahun suamiku
"Aku ingin memesan kue ulang Tahun untuk Ansel Mbak" ucap wanita itu tersenyum malu malu.
Drabia melepaskan tautan tangan mereka dan tetap tersenyum ke arah wanita itu. Meski hatinya terasa sakit dan perih mendengar wanita itu ingin memesan kue ulang Tahun untuk Ansel suaminya.
"Ayo Mbak, lihat lihat dulu contoh kuenya" Drabia mengajak Hafshah ke arah etalase yang dimana di dalamnya terdapat beberapa kue ulang Tahun pesanan orang lain.
"Wah kuenya cantik cantik, jadi bingung" ucap Hafshah, matanya berbinar melihat kue kue itu. "Mbak, mana ya kira kira yang cocok untuk Ansel?."
"Gak tau juga ya" jawab Drabia.
"Bantuin dong mbak milihnya" bujuk Hafshah.
'Pantas Ansel menyukainya, dia wanita yang menggemaskan' batin Drabia melihat wajah imut Hafshah saat membujuknya, manja.
Drabia tersenyum," Kalau aku yang milih, jadi gak spesial dong" ucapnya.
Hafshah menyengir sambil menggaruk lehernya yang tertutup hijab," Iya juga ya."
"Kuenya bisa siap besok kan Mbak?" tanya Hafshah setelah menjatuhkan pilihannya pada satu kue berwarna biru di padukan dengan warna putih. Kue itu sangat simple, menurut Hafshah sangat cocok untuk di berikan untuk laki laki.
"Bisa" jawab Drabia masih dengan senyum ramahnya.
"Aku pilih yang ini deh Mbak. Tapi kasih nama lengkap Ansel ya. Tanggal lahirnya juga hehehe...."
Drabia ikut tertawa melihat wanita di disampingnya suka menyengir. Bagaimana wanita itu bisa menjadi guru mengaji, pikir Drabia. Pasti calon istri suaminya itu sering menyengir kepada murid muridnya.
"Iya deh!" Drabia pun mengajak wanita itu ke arah kasir, memberi pena dan kertas kecil pada calon istri suaminya itu." Tulis nama dan tanggal lahirnya ya. Biar tukang buat kuenya tidak salah salah."
Setelah menulisnya Hafshah pun mengembalikan kertas dan pena itu pada Drabia.
"Mbak datang ya, aku yang ngundang khusus loh. Kami akan buat perayaan di panti asuhan tempat Ansel menjadi donatur" ucap Hafshah.
Sakit, wanita lain mengundangnya ke acara ulang Tahun suaminya sendiri.
"Maaf Mbak, maksudku... Ansel tidak tau aku membuat acara untuk ulang Tahunnya. Aku ingin membuat kejutan untuknya" ucap Hafshah tidak enak hati melihat wajah pias Drabia.
Bukankah Drabia sepupu Ansel, rasanya tidak pantas Hafshah yang mengundang keluarga Ansel sendiri. Seharusnya Hafshah yang menjadi tamu undangan.
"Gak apa apa, Ansel memang tidak pernah merayakan hari ulang Tahunnya" Drabia memaksakan senyumnya.
"Kalau begitu, bagaimana kalau besok kita sama sama menyiapkannya?" tawar Hafshah, masih merasa tidak enak dengan Drabia.
"Aku gak bisa, aku harus menjaga toko ini. Aku kan juga pekerja di sini. Jadi gak boleh bolos bolos. Tapi aku akan datang kok" tolak Drabia halus.
"Maaf yang tadi ya Mbak. Aku gak bermaksud menyinggung Mbak. Makanya aku membeli kue ke sini, sekalian mau ngundang Mbak" Hafshah memandang teduh Drabia penuh penyesalan.
Drabia mengulas senyum tulusnya, wanita itu tidak bersalah, dan tidak tau apa apa." Gak apa apa, kan kamu yang buat acaranya, wajar dong kamu mengundangku. Kalau aku yang buat acaranya, pasti kebalikannya."
"Janji ya Mbak, besok datang. Tante Nimas juga datang kok."
Dug
Jantung Drabia rasanya berhenti berdetak, mendengar wanita itu mengatakan Ibu mertuanya datang.
'Mama Nimas datang?' batin Drabia.
"Iya, pasti aku datang"
"Kalau begitu, aku pulang dulu Mbak. Assalamu alaikum."
"Walaikum salam"
Setelah Hafshah pergi, Drabia langsung masuk ke ruangannya. Drabia mengunci pintu ruangan itu rapat rapat, lalu menangis menurunkan tubuhnya ke lantai.
Ternyata Ibu mertuanya mengetahui dan mendukung Ansel untuk menikah lagi.
Drabia pikir, Ibu mertuanya menerimanya dengan tulus, mengingat sebelum menikah Ibu mertuanya ikut membujuk Ansel supaya mau menikahinya. Tapi nyatanya...
**
Tengah malam
Diam diam Drabia masuk ke kamar Ansel, saat Ansel tertidur pulas di atas kasur. Drabia meletakkan kue ulang Tahun yang di bawanya tadi dari toko di atas meja nakas. Drabia menyitel alarm jam 12 di hadphon Ansel dan meletakkan selembar kertas kecil di bawahnya. Bertulisan 'selamat ulang tahun suamiku.'
Drabia mengulas senyumnya saat memandangi wajah tampan Ansel yang terlelap. Hanya saat tertidur Drabia bisa menikmati wajah itu. Wajah itu sangat teduh, enak di pandang mata. Drabia pun memperbaiki selimut Ansel yang terlepas dari tubuhnya. Ansel sangat lelap, sehingga tak sadar selimutnya lepas.
Wajar saja, setiap hari dia lelah bekerja mengurus perusahaan peninggalan Papanya.
Melihat jam sudah mendekati pukul dua belas malam. Drabia pun menyalakan lilin angka 25 di atas kue ulang Tahun, lalu pergi sebelum Ansel terbangun. Ya! malam ini usia suaminya itu genap dua puluh lima Tahun.
Drabia berdiri di depan pintu kamar Ansel, menunggu di luar detik detik bertambahnya usia Ansel. Drabia berharap, dengan memberikan Ansel perhatian kecil, Ansel luluh padanya.
Tak berselang lama, bunyi alarm dari handphon Ansel terdengar dari dalam kamar. Drabia memegangi dadanya yang seketika berdetak kencang. Drabia gelisah sendiri, kawatir Ansel akan membuang kue ulang Tahun pemberiannya.
Namun Drabia salah, Ansel terbangun bukan karena alarm yang di buatnya. Meliankan panggilan telepon dari seorang wanita, siapa lagi kalau bukan Hafshah.
"Dari mana kamu tau hari ulang Tahunku?"
suara Ansel terdengar begitu sahdu ke telinga Drabia yang menguping di balik pintu.
"Kamu memang calon istri idaman. Baiklah, aku akan shalat malam. Trimakasih sudah membangunkanku. Jujur, aku sudah lama tidak melaksanakan shalat malam. Aku jadi gak sabar untuk menikahimu."
Drabia menghapus air matanya mendengar pembicaraan Ansel yang tidak sabar untuk menikahi wanita yang di idamkannya. Begitu tertutupnya kah hati Ansel?. Sedikit pun tidak ada ruang di hatinya untuk Drabia, sedikit saja!.
Sedangkan Ansel yang berada di dalam kamar, mengabaikan kue ulang Tahun yang berada di atas meja nakas. Tak perlu di tanya lagi, Ansel jelas tau kalau Drabia lah yang meletakkan kue itu di kamarnya.
Drabia pergi dari pintu kamar Ansel dengan hati yang terluka. Ansel tidak melihat sedikit pun usahanya.
**
Pagi hari, Drabia masuk ke kamar Ansel setelah Ansel berangkat bekerja. Drabia melihat kue ulang Tahun itu di biarkan begitu saja di atas meja nakas. Ansel tidak menyentuhnya sama sekali, atau sekedar meniup lilinnya. Melihat lilit angka dua lima itu hancur sampai meleleh merusak hiasan kuenya. Dan kertas kecil ucapan selamat ulang Tahun itu pun di biarkan jatuh ke lantai. Tidak ada harganya sama sekali bagi Ansel.
Seperti biasa, Drabia pun membersihkan kamar itu, lalu membawa kue dan kain kotor dari kamar Ansel.
"Non, itu kue dari mana?" tanya Bi Nina melihat kue ulang Tahun di tangan Drabia.
"Dari kamar Ansel Bi" jawab Drabia tersenyum.
"Bos tampan ulang Tahun?" tanya si Bibi lagi.
"Iya Bi" jawab Drabia meletakkan kue ulang Tahun di tangannya ke atas meja makan." Kalau Bibi mau, Bibi boleh memakannya.Tapi lelehan lilinnya di bersihin dulu Bi."
"Benaran Non? Kalau di bawa pulang, boleh?" tanya Bi Nina antusias. Lumayan kuenya di kasih sama anak.
"Boleh Bi"
*Bersambung