“Jangan sok suci, Kayuna! Kalau bukan aku yang menikahimu, kau hanya akan menjadi gadis murahan yang berkeliling menjual diri!”
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Tiba di sebuah taman yang berada di pelataran belakang rumah sakit. Tempat itu terlihat asri, bernuansa hijau, dipenuhi oleh tanaman juga bunga-bunga yang menambah kesan menenangkan.
“Wah …. Ada tempat seperti ini di rumah sakit?” Mata Kayuna pun langsung berbinar kala menatap keindahan taman tersebut.
Adrian tersenyum lembut menatap Kayuna yang bersemangat, wajah wanita itu terlihat berseri meski sedikit sembab. “Duduklah,” pintanya sambil menunjuk sebuah bangku di samping Kayuna.
“I-iya,” jawab Kayuna singkat, lalu segera merebahkan bokongnya.
Keduanya duduk berdampingan. Namun, ada sebuah dinding tak kasat mata yang membatasi jarak mereka. Suasana kembali hening, canggung, Adrian terus menelan ludah — gugup dan salah tingkah.
Pria itu berdeham pelan sebelum akhirnya bersuara. “Sudah lama, ya? Kita nggak ketemu.”
Kayuna menoleh sekilas, kemudian kembali menunduk. “Iya.”
“Kamu … baik-baik saja?” tanya Adrian, kini matanya tertuju pada pergelangan tangan Kayuna yang terbalut perban.
Kayuna menyadari tatapan Adrian, lalu buru-buru menyembunyikan tangannya yang terluka di sisi tubuh. “Oh, i-iya … aku baik-baik saja.”
Adrian tahu betul, perempuan di sebelahnya tengah berbohong. Wajah itu sudah cukup menjelaskan segalanya — ia sedang berada di bawah tekanan, jauh dari kata baik-baik saja. Namun, Adrian memilih diam. Dan memberi ruang, ia tak banyak tanya pada Kayuna.
“Kamu … sudah banyak berubah,” lirih Adrian sambil menatap lembut wanita di sebelahnya.
“Kamu juga,” balas Kayuna.
“Siapa sangka kita akan bertemu di sini.” Adrian menghela napas pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. “Aku pikir kita akan bertemu di london, saat kamu berhasil mencapai impianmu.”
Kayuna masih menunduk. “Impian apanya,” ucapnya pelan. “Aku gagal mencapai impianku.”
Adrian menoleh pelan, tatapannya bergetar seolah tak percaya. “Hah?”
“Mengejutkan bukan?” tanya Kayuna sambil mengangkat wajahnya. “Aku sangat ambisius dengan impianku saat itu, tapi aku gagal mewujudkannya,” jawab Kayuna sambil menyeringai tipis.
“Aku juga nggak nyangka saat melihatmu menjadi psikiater, alih-alih dokter bedah.” lanjutnya lalu menatap Adrian.
Adrian perlahan mengalihkan wajahnya, bibirnya sedikit terbuka, ragu-ragu hendak menjawab. “Benar, masa depan nggak ada yang tau.” ujarnya sambil menelan ludah. “Kayak sekarang, aku pun nggak mengira, kamu akan secepat itu menikah,” celetuknya.
Kayuna membeliak saat mendengar celetukan pria di sebelahnya. “Itu ….”
“Maaf, ucapanku ….” Adrian mendadak kelu, tangannya memijat tengkuk sembari mengalihkan pandang. ‘Sial, apa yang baru saja kukatakan?’ batinnya menahan malu.
Kayuna termangu sejenak, lalu menunduk dalam-dalam. ‘Kenapa tiba-tiba membahas pernikahan?’ gumamnya dalam hati.
Suasana kembali hening, kecanggungan kian terasa — menjalar ke udara. Dua insan yang dahulu pernah menjalin kasih, kini bagaikan orang asing yang baru saja saling mengenal.
Adrian tercekat dalam bayangan masa lalu yang belum benar-benar usai, berulang kali ia berusaha menahan diri — membatasi rasa yang masih tertinggal di hatinya.
Namun, melihat keadaan Kayuna saat ini, membuatnya tanpa ragu melewati batas yang sudah ia bangun sendiri sejak perpisahan pertamanya dengan wanita itu.
“Kayuna …,” ucap Adrian dengan suara lembutnya. “Kalau kamu butuh bantuan, kamu bisa datang mencariku.”
Kayuna yang sejak tadi menunduk pun reflek mendongak. “Hah …?” responnya tak bisa berkata-kata.
“Aku serius,” tegas Adrian bersungguh-sungguh.
Kayuna hanya menatap nanar pada laki-laki di sebelahnya, mendengar ucapan Adrian, sekilas ada kehangatan yang menyeruak di dadanya. Namun, ia segera menepisnya dan tersadar oleh kenyataan yang menampar batinnya. Adrian hanyalah sepenggal kisah dari masa lalunya.
“Aku harus kembali bekerja,” ujar Adrian, beranjak dari duduknya.
“Oh, baiklah.”
Saat melangkah pergi Adrian mendadak terhenti, lalu kembali berbalik ke arah Kayuna.
“Jaga dirimu baik-baik,” ucap si dokter sambil tersenyum tipis. “Dan juga, meskipun terlambat … selamat atas pernikahanmu, Kayuna.”
Kayuna hanya ternganga, suaranya mendadak tersangkut di tenggorokan. Sementara Adrian masih dengan senyum manisnya, berbalik melangkah pergi meninggalkannya.
“Adrian …,” gumam Kayuna dengan suara getir, ia hanya bisa menatap bahu pria yang pernah menjadi sandarannya, kini semakin menjauhinya.
Perempuan malang itu terduduk kembali di bangku, wajahnya menunduk dalam-dalam. Tangannya meremas dada dengan erat, “Rasanya … seolah baru saja dicabik-cabik oleh takdir yang kejam.”
***
Di kantornya. Niko keluar dari lift, ia baru saja menyelesaikan rapat bersama para investor, proyeknya telah resmi disepakati dan akan mulai dijalankan beberapa hari mendatang.
“Airin, kau sudah mencatat semuanya, jadwal dan keperluan saya selama dinas mendatang?” tanya Niko pada sang sekretaris.
Airin mengangguk pelan, dengan senyum percaya dirinya, ia menjawab lugas pertanyaan bosnya. “Sudah Pak, saya pastikan semuanya sudah tertulis dan akan dipersiapkan dengan matang.”
“Oke, sekarang … kau boleh istirahat. Sebelum itu, belikan dulu saya makan siang,” titah Niko sambil terus berjalan menuju ruangannya.
Airin mengekor dengan langkah kecil, namun berusaha menyamai langkah bosnya. “Bu Kayuna tidak membawakan bekal, Pak?”
“Kayuna sedang di rumah sakit,” jawab Niko.
Airin spontan menghentikan langkahnya. “Hah?!” ucapnya kaget. “Bu Kayuna sedang sakit?”
Niko pun terhenti. Tangan kirinya bertumpu di pinggang, sementara tangan kanannya memijat pelipis seolah menahan penat. “Benar, kau temannya jadi harus tau. Dia sedang dirawat, mungkin kelelahan, bukan sakit kronis.”
Airin menghela napas lega. “Syukurlah, pantas saja dia tidak ada kabar sejak kemarin.”
“Bawakan makan siangnya, saya tunggu di ruangan,” ucap Niko lalu melanjutkan langkahnya.
“Baik, Pak,” sahut Airin sambil menunduk sopan.
Airin pun segera menuju resto yang terletak di dekat lobi gedung. “Kayuna sakit? Berarti dia nggak akan ke kantor selama beberapa hari, kesempatan!” bisiknya pelan dengan tatapan penuh niat terselubung.
Setelah membeli makan siang, Airin pun bergegas kembali ke ruangan bosnya.
Di ruangannya. Niko tampak fokus menatap monitor, jari-jarinya lihai menekan tombol. Sementara tangan satunya menopang dagu, pria itu terlihat menawan. Dengan kemeja hitam yang membalut tubuh kekarnya, lengannya digulung hingga ke siku, menampakan otot-otot yang menonjol.
Tok, tok.
“Pak, makan siangnya sudah siap,” ucap Airin dari balik pintu.
“Ya, masuk,” sahut Niko tanpa menoleh, matanya tetap fokus pada angka-angka yang muncul di layar.
Airin lekas masuk, ia segera membuka dan menyiapkan makan siang untuk bosnya. Namun, matanya tak mau fokus, sesekali ia terus melirik Niko yang tengah duduk di balik meja kerjanya.
‘Sial! Otot lengannya…,’ batinnya, matanya berbinar. ‘Pak Niko selalu terlihat tampan saat sedang fokus. Kayuna beruntung banget bisa lihat pria menawan itu setiap hari, bahkan saat tidur … aish! Wanita kampungan itu. Bisa-bisanya jadi istri CEO!’ serunya dalam hati. Jiwa iri dengkinya mulai meronta.
Gadis itu mulai mendambakan Niko sejak pertemuan pertamanya. Tak peduli etika, Airin pun bertekad ingin merebut suami sahabatnya itu.
Airin memulai misi dengan memanfaatkan kepolosan dan kebaikan Kayuna, ia merengek pada sahabatnya, memohon untuk dicarikan pekerjaan. Airin mengaku dan berbohong tengah mengalami kesulitan karena bertengkar dengan ayahnya, berharap sahabatnya akan memberinya kesempatan bekerja di perusahaan Niko, dan benar saja. Kayuna meminta sang suami untuk mempekerjakan Airin.
Dua bulan sudah, sejak Airin resmi bekerja sebagai sekretaris Niko. Kini ia lebih leluasa untuk mendekati suami sahabatnya itu, ia pun sudah menyusun rencana gila untuk menggoda bosnya.
Airin sengaja membuka satu kancing atas bajunya, lalu meraih gelas berisi teh hangat yang ia siapkan. Dia melangkah menghampiri Niko, dengan high heelsnya wanita itu berjalan sambil menegakkan bahu sengaja menonjolkan buah dadanya.
“Pak Niko, silakan minum teh du—”
Brak!
*
*
Bersambung ….