NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS

ACADEMY ANIMERS

Status: tamat
Genre:Akademi Sihir / Fantasi Isekai / Anime / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Reinkarnasi / Tamat
Popularitas:203
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

👑 Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

A Trip to Atlas City: Alliance with the Genius

Beberapa bulan telah berlalu sejak Festival Teater, dan kini tiba saatnya bagi Indra, Evelia, Miku, dan Akihisa untuk melancarkan rencana mereka. Mereka berempat berangkat menuju Atlas City, mengendarai kendaraan mereka masing-masing-Indra dengan GT-R putihnya dan Akihisa dengan Ducati merahnya. Evelia dan Miku duduk di samping kekasih mereka.

Di tengah perjalanan yang melewati pinggiran Crown City, earpiece khusus di telinga Indra berbunyi. Itu adalah Nuita Elysion, sepupu Indra dari Kelas S, yang memulai komunikasi melalui radio. "Indra, kau sudah dekat Atlas City. Kalian berempat aman di perjalanan?"

Indra menekan tombol aktivasi di kemudinya. "Kami aman, Nuita. Tapi, kau yakin komunikasi ini tidak akan disadap Araya? Dia pasti tahu aku akan mencoba menghubungimu," tanya Indra khawatir. Nuita, yang jauh lebih dewasa dan berpengalaman dalam teknologi rahasia, menegaskan. "Aku menjamin, komunikasi ini tidak akan bisa disadap oleh siapapun. Aku menggunakan frekuensi enkripsi khusus Royal yang bahkan Araya tidak akan temukan. Fokus saja pada jalanan."

Akihisa, Miku, dan Evelia hanya bisa mendengarkan percakapan itu melalui speaker di mobil Indra dan helm Akihisa. Nuita kemudian menjelaskan mengapa dia, seorang Kelas S yang jenius, tidak setuju dengan kakaknya, Araya. "Aku tidak setuju dengan tradisi Araya karena itu adalah kebijakan destruktif. Akademi ini seharusnya tempat untuk pengembangan, bukan arena pertarungan untuk memuaskan ego pribadi. Dia membahayakan stabilitas seluruh Kerajaan demi eksperimennya."

Akihisa, yang selalu impulsif, tidak bisa menahan diri. "Tapi bukannya tradisi itu seru? Setidaknya kalian para elit bisa menguji kekuatan kalian!" sela Akihisa. Sebelum Nuita sempat merespons, Miku dengan cepat memukul punggung Akihisa. "Diam! Dengarkan yang lebih tua!" bisik Miku tajam.

Nuita tertawa kecil melalui radio. "Aku mengerti. Jadi, Indra, kau tidak sendirian. Aku dengar suara seorang gadis yang sangat bijaksana. Bolehkah aku tahu dengan siapa lagi aku bicara selain dirimu dan Evelia?" Akihisa segera memanfaatkan kesempatan itu. "Aku Akihisa, pacar Miku, dan teman terbaik Indra! Dan ini Miku, pacarku!" Nuita tersenyum. "Baiklah. Setelah mengetahui itu, aku bisa menjelaskan detail rencana Araya yang lebih mengerikan kepada kalian."

Melalui radio, suara tenang Nuita Elysion mulai menjelaskan kepada kelompok itu, sementara Indra fokus menyetir di jalanan raya menuju Atlas City. "Baiklah, kalian perlu tahu keseluruhan rencana Araya, bukan hanya 'tradisi' di kelas F."

"Selama ini, aku hanya berpura-pura menjadi murid teladan yang mendukung Araya. Itu adalah cara satu-satunya bagiku untuk mendapatkan akses ke informasinya. Aku sering menguping di kelas pribadinya dan di ruang OSIS. Araya bukan hanya menjalankan Battle Royale; dia sedang mengumpulkan data mentah dari energi Kristal Kehidupan yang meluap dari setiap pertarungan. Dia menggunakan Akademi sebagai laboratorium raksasa, " jelas Nuita.

Evelia, yang mendengarkan melalui speaker mobil Indra, berbisik, "Laboratorium? Untuk apa?"

Nuita melanjutkan, "Aku yakin dia berencana menggabungkan energi dari semua Kristal Kehidupan yang meluap. Tujuannya adalah menciptakan singularitas energi. Aku tidak tahu apa tujuan akhirnya, tapi aku menduga itu berkaitan dengan ambisi besarnya untuk mengubah struktur kekuatan di Sakura Flurry-dan mungkin Kerajaan Mahkota itu sendiri."

Akihisa, yang kini duduk diam, menyadari betapa seriusnya hal ini. "Jadi, dia tidak hanya ingin menjadi yang terkuat, dia ingin mengubah hukum fisika di sekitar kita?" tanya Akihisa, suaranya sedikit tegang.

"Tepat sekali, Akihisa. Dan yang lebih mengerikan, aku telah mengikuti alur Araya secara parsial. Aku mengirimkan tim 'pembersih' ke beberapa kota untuk menghilangkan 'anomali' energi Kristal yang muncul sebelum waktunya. Aku melakukan ini bukan untuknya, tapi untuk menjaga agar eksperimennya tidak meledak di luar kendali sebelum kita bisa menghentikannya. Aku sedang mencoba menjinakkan bom waktu yang ia ciptakan, dan kalian berempat-bersama kekuatan Indra-adalah kunci untuk menonaktifkannya."

Mendengar betapa mengerikannya rencana Araya, Indra menekan tombol earpiece-nya. "Baik, Nuita. Kami mengerti seberapa besar risikonya. Tapi, apa yang bisa kami lakukan? Akademi ini dijaga ketat," tanya Indra, suaranya tegang. "Bahkan jika kami bisa lolos dari Araya, ada Nina dan Kizana yang menjaganya. Mereka adalah penghalang besar."

Nuita terdengar mendengus kecil di seberang radio. "Kizana? Jangan khawatirkan anak muda itu, Indra. Dia hanyalah penjilat yang tidak memiliki ancaman nyata. Semua kekuatannya bersifat teknis dan bergantung pada sinyal Araya. Jika Araya sibuk dengan singularitasnya, Kizana akan lumpuh. Dia hanyalah operator, " jelas Nuita dengan nada meremehkan.

Indra, Evelia, Miku, dan Akihisa saling pandang, sedikit terkejut dengan penilaian Nuita yang begitu meremehkan Kizana. Nuita kemudian beralih ke ancaman yang lebih nyata.

"Namun, Nina adalah cerita yang berbeda. Dia memiliki kekuatan 'lumayan'," kata Nuita.

Pernyataan itu membuat keempatnya keheranan. Akihisa langsung menyela, "Lumayan?! Dia hampir membunuh kami semua dengan pedang darahnya! Itu kekuatan yang gila!" Miku buru-buru menyikut Akihisa agar diam.

Nuita menghela napas. "Aku mengerti perspektif kalian. 'Lumayan' bagiku berarti dia memiliki potensi untuk menjadi ancaman bagi Kelas S, tetapi kemampuannya mudah diprediksi karena sepenuhnya didorong oleh emosi-obsesi dan kemarahan. Dia bukan master strategi seperti Araya. Itu adalah kelemahan yang harus kalian eksploitasi, " Nuita kembali melanjutkan penjelasannya. "Sekarang, begini rencana kita..."

Indra, Evelia, Miku, dan Akihisa kini berada di dalam mobil, pikiran mereka dipenuhi dengan rencana besar dan berbahaya Araya yang baru saja diungkapkan Nuita. Keempatnya diam, siap mendengarkan rencana penyerangan.

Namun, suara Nuita di radio tiba-tiba berubah menjadi lebih santai. "Baiklah, kalian berempat tampak sangat tegang. Santai sedikit. Kalian tidak perlu khawatir soal Kizana, dan Nina... kita akan menyusun cara terbaik untuk melawannya," kata Nuita, nadanya terdengar seperti seorang kakak yang menenangkan adik-adiknya.

Indra, yang lelah menyetir dan tegang karena informasi itu, menghela napas. "Nuita, jangan main-main. Katakan apa rencanamu sekarang," desak Indra.

Terdengar tawa kecil Nuita dari earpiece. "Tidak, Indra. Aku tidak akan membocorkannya sekarang. Aku akan mengungkapkan rencanaku saat kalian tiba di apartemen mewahku," balas Nuita. "Lagi pula, aku sudah menyiapkan makanan dan teh panas. Aku tidak mau menghabiskan energi strategisku dengan mengatakannya melalui radio."

"Yah, itu masuk akal," gumam Akihisa, yang selalu tertarik pada makanan dan tempat mewah. Miku menyikut Akihisa. Evelia tertawa kecil. "Astaga, sepupumu ini benar-benar unik, Indra."

Indra hanya bisa menggelengkan kepala. "Baiklah, Nuita. Kami akan tiba dalam dua puluh menit. Jangan sampai Chicken Katsu Curry Liini gosong gara-gara kau terlalu fokus membuat rencana." Mereka memutuskan komunikasi, dan Indra menginjak pedal gas, mempercepat laju GT-R menuju Atlas City dan janji rencana strategis di apartemen mewah Nuita.

Setelah memutuskan komunikasi dengan kelompok Indra, Nuita Elysion berdiri di dapur apartemen mewahnya, sedang menata beberapa piring Chicken Katsu Curry pedas di meja makan. Ia menggelengkan kepalanya pelan, ekspresi geli bercampur bingung terpancar di wajahnya.

"Bagaimana Indra bisa tahu?" gumam Nuita pada dirinya sendiri. "Aku bahkan tidak memberi tahu siapa pun selain Liini bahwa aku sedang memasak Chicken Katsu Curry." Ia menyadari bahwa sepupunya yang tsundere itu mungkin memiliki kemampuan intuisi yang jauh lebih tajam daripada yang ia duga, atau mungkin... itu hanya keberuntungan Indra.

Saat Nuita selesai menata meja, Liini, yang sudah selesai mandi dan berganti pakaian menjadi piyama santai, berjalan masuk ke ruang makan. Liini, sepupu Nuita yang paling kecil, menyergap Nuita dengan pertanyaan.

"Kak Nuita," panggil Liini, matanya yang merah menatap. "Aku dengar kau berbicara dengan seseorang di radio. Suara mereka tidak asing. Dengan siapa kau berbicara?" Liini sangat ingin tahu, terutama karena dia tahu Nuita hanya menggunakan radio terenkripsi untuk urusan Royal yang sangat rahasia.

Nuita hanya terkekeh, tangannya bergerak lembut mengelus kepala sepupu kecilnya itu. Ia sangat menyayangi adik-adiknya. "Itu rahasia, Liini," jawab Nuita. "Nanti juga kamu tahu. Sekarang, duduk. Chicken Katsu Curry kesukaanmu sudah siap. Mereka akan tiba sebentar lagi."

Liini, meskipun masih penasaran, segera melupakan pertanyaannya saat mencium aroma curry yang lezat. Ia duduk dengan patuh, namun ia tahu, pertemuan yang akan datang ini pasti melibatkan Kakak Indra dan masalah besar. Ia memutuskan untuk menyimpan pertanyaan itu untuk nanti, fokus pada makan malam lezat yang menantinya.

.

.

.

...

.

Di jalan raya pinggiran kota yang sepi, Akihisa mengendarai Ducati Panigale V4 S merahnya, sementara Miku duduk erat di belakangnya, rambut teal panjangnya melambai tertiup angin malam. Akihisa, mengenakan helm hitam, harus berteriak agar suaranya terdengar.

"Miku! Kenapa kau tidak mau menggunakan helm?!" teriak Akihisa, suaranya sedikit cemas. "Kita sedang melaju kencang! Aku khawatir kau masuk angin atau kena serangga!"

Miku memeluknya lebih erat dan tertawa. "Aku ingin menikmati angin malam, Akihisa! Lagipula, tenang saja!" Miku berteriak balik dengan percaya diri, "Aku punya skill penyembuh yang sangat baik! Sedikit masuk angin tidak akan mempan padaku!" Akihisa menghela napas pasrah. Ia tahu, jika pacarnya sudah menggunakan alasan "skill", ia tidak bisa melarangnya.

"Melawan Araya awalnya terasa begitu mustahil," teriak Miku, kembali ke topik serius. "Aku sudah mengenal Evelia sejak awal kami masuk akademi, bahkan sebelum Araya menjabat Ketua OSIS dan meluncurkan 'tradisi' gila ini. Aku tahu persis bagaimana dendam Evelia terhadap kekuasaan dan kekejaman yang tidak adil. Dia tidak akan pernah berhenti sampai Araya diturunkan!"

Akihisa, kini sepenuhnya serius, menyuarakan perasaannya. "Aku tidak tahu apa-apa tentang dendam, Miku. Aku cuma ingin menjalani hidupku dengan tenang. Tapi setelah melihat apa yang terjadi pada Indra, dan bagaimana Araya memperlakukan semua orang seperti pion," Akihisa menarik napas. "Aku percaya pada Indra. Dia mungkin malas, tapi dia punya rasa keadilan yang besar."

"Aku setuju. Dan kau, Akihisa, kau juga tidak lagi terlihat santai dan cheeky seperti biasanya," balas Miku. "Indra adalah Pangeran Mahkota yang kuat dengan senjata railgun, dan kau adalah Shape-Shifter yang cerdas. Bersama Evelia yang tegas dan aku yang bisa menyembuhkan, kita adalah tim yang lebih baik dari yang Araya perkirakan!"

Akihisa dan Miku terus melaju di atas Ducati merah, suara deru mesin dan angin malam mengiringi percakapan serius mereka. Akihisa memutar gas sedikit, merasa lebih tenang setelah Miku menjelaskan bahwa mereka adalah tim yang tangguh.

"Tapi tetap saja, Miku," teriak Akihisa. "Kita bicara tentang mengalahkan Araya dan Nina yang hampir membunuh kita! Kekuatanmu penyembuh, dan aku hanya bisa berubah bentuk. Indra yang punya Railgun saja masih ada di Kelas F!"

Miku menyandarkan kepalanya ke punggung Akihisa. "Itu karena kau hanya melihat permukaannya, Akihisa! Kekuatanmu untuk berubah bentuk itu sangat vital untuk infiltrasi dan mata-mata! Kau bisa menjadi siapa saja dan pergi ke mana saja tanpa terdeteksi!" balas Miku, meninggikan suaranya agar terdengar.

"Dan kau, Miku," lanjut Akihisa, kini lebih antusias. "Kekuatan penyembuhmu yang luar biasa itu berarti Indra bisa bertarung tanpa perlu mengkhawatirkan luka fatal! Dia bisa menggunakan kekuatannya secara maksimal. Kau adalah perisai dan cadangan energinya!"

Miku tersenyum. "Kau benar. Aku tidak ingin lagi merasa lemah dan hanya bisa menonton seperti saat Nina menyerang," ucap Miku, teringat bagaimana ia hanya bisa bersembunyi di balik Akihisa saat itu. "Aku akan memastikan semua orang aman."

Akihisa mengangguk, ia kini merasa percaya diri. "Kalau begitu, di Atlas City, kita akan tunjukkan pada sepupu Indra itu bahwa Kelas F bukan hanya sekumpulan bom waktu, tapi juga otak dan hati dari rencana yang akan menjatuhkan Araya!" seru Akihisa, mempercepat laju motornya, siap menghadapi rencana Nuita.

.

.

.

.

.

Di dalam mobil Nissan GT-R putih, Indra dan Evelia juga mendengar teriakan nyaring Akihisa dan Miku melalui radio, yang masih terdengar meskipun sudah agak jauh. Indra menggelengkan kepala geli. "Mereka berdua itu," gumam Indra, tersenyum kecil.

"Aku juga tidak mengerti kenapa Akihisa harus berteriak sekencang itu," balas Evelia, menoleh ke belakang, seolah bisa melihat Ducati merah itu di kegelapan malam. Setelah keheningan sejenak, Indra kembali fokus pada tujuan mereka. "Evelia, setelah semua informasi dari Nuita, aku merasa akhirnya kita akan bisa menjatuhkan Araya," kata Indra, penuh tekad.

Evelia menghela napas, pandangannya menerawang ke jalanan yang gelap. "Kau tahu, Indra, sebelum kau datang, aku benar-benar berpikir itu mustahil. Aku sudah di Akademi sejak awal, dan aku tahu betapa mengerikannya dia," aku Evelia. "Bahkan sebelum Araya menjabat sebagai Ketua OSIS, dia sudah membuat peraturan seenaknya sendiri, membuat para guru ketakutan dan akhirnya menjadi pro-Araya."

Evelia melanjutkan, suaranya dipenuhi beban pengalaman masa lalu. "Aku berusaha keras untuk melawan kekejaman itu, aku mencoba membela murid-murid Kelas F, tapi aku selalu gagal. Aku hanya Ketua Kelas biasa, tanpa kekuatan sehebat yang lain. Aku merasa sangat sendirian dan tidak berdaya," Evelia menceritakan semua yang ia alami sejak awal masuk Akademi, memegang erat seatbelt-nya.

"Aku hampir menyerah pada sistem Araya," lanjut Evelia, "sampai kau datang. Kau yang paling kuat, tapi kau yang paling santai. Kehadiranmu entah bagaimana mengubah dinamika di Kelas F."

Indra mendengarkan seluruh pengakuan Evelia dengan saksama sambil tetap mengemudi GT-R-nya di pinggir pantai. Ia mengulurkan tangan kirinya dan menyentuh tangan Evelia yang diletakkan di paha. "Hei. Jangan khawatir lagi, Evelia," ujar Indra dengan nada yang sangat serius. "Aku sudah di sini sekarang. Aku selalu ada di sisimu."

Setelah Indra meyakinkannya, Evelia mengangguk pelan, tetapi ekspresinya kembali keruh. Ia kemudian beralih ke topik lain, sebuah misteri yang selama ini mengganjal di hatinya. "Kau tahu, Indra, ada hal lain tentang jati diriku yang sampai sekarang aku tidak ketahui," ungkap Evelia, suaranya kini terdengar lebih berhati-hati.

"Aku tahu siapa orang tuaku, tapi aku tidak mengerti kenapa aku bisa masuk ke Akademi ini. Aku tidak punya kekuatan yang jelas, dan aku bukan dari keluarga bangsawan," katanya, melihat telapak tangannya sendiri. "Aku seperti sebuah anomali. Bahkan di Kelas F yang penuh anomali, aku merasa aneh."

Indra yang mendengar itu, menggelengkan kepala. Ia mengeratkan genggamannya pada tangan Evelia, meyakinkannya. "Itu tidak benar, Evelia," bantah Indra. "Akademi ini memang gila, tapi bukan bodoh. Tidak mungkin kedua orang tuamu-sekalipun mereka pemilik supermarket-memasukkanmu ke Akademi ini tanpa sebab."

"Kau pasti punya kekuatan," lanjut Indra, tatapannya tegas. "Mungkin itu adalah kekuatan yang belum terwujud, atau kekuatan yang sangat langka sehingga sistem tidak bisa mendeteksinya. Tapi kau adalah Ketua Kelas, dan kau adalah orang yang membuatku-Pangeran Mahkota-keluar dari kasur. Itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan oleh gadis biasa."

Ucapan Indra yang tulus dan tegas itu, seolah menyalakan secercah cahaya dalam diri Evelia. Ia menatap Indra, kemudian tertawa renyah, tawa yang sangat tulus. "Wah! Bocah yang ada di sebelahku ini ternyata mulai pintar, ya?" goda Evelia, merasa terhibur dengan analisis Indra.

Pujian itu, ditambah dengan panggilan "bocah," seketika membuat Indra salah tingkah. Wajahnya langsung memerah padam, dan ia berdeham keras. Ia menarik tangannya dari tangan Evelia untuk fokus memegang kemudi. "Hentikan, Evelia! Jangan panggil aku begitu!" protes Indra, tetapi suaranya tidak bisa menyembunyikan rasa malu dan bahagianya.

Keheningan kembali menyelimuti kabin Nissan GT-R putih itu, hanya suara halus mesin yang terdengar. Indra yang masih malu setelah digoda oleh Evelia karena memanggilnya "bocah," tiba-tiba bergumam pelan.

Indra berbicara dengan suara yang sangat mengecil, nyaris tidak terdengar. Ia tidak berani menoleh ke Evelia. "Evelia..." panggilnya. "Bagaimana... bagaimana jika setelah kita lulus dari Akademi ini... kau menikah denganku?"

Evelia yang duduk di sampingnya, mendengar dengan jelas, tetapi ia memutuskan untuk menjahili Indra sekali lagi. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Indra, berpura-pura tidak dengar. "Apa, Kucing Es-ku? Aku tidak bisa mendengarmu. Kau harus mengatakannya lebih keras, atau aku akan mengira kau hanya bicara sendiri," goda Evelia, menggunakan panggilan lucu yang baru ia buat khusus untuk Indra.

Wajah Indra langsung memerah hingga ke telinga. Ia mencoba mempertahankan ketenangan, tetapi godaan dari Evelia membuatnya semakin salah tingkah. "Aku... aku sedang fokus mengemudi, Evelia!" seru Indra, memilih untuk mengelak dan berfokus pada kemudi.

Evelia tersenyum lembut. Ia tahu betapa seriusnya Pangeran Mahkota di sebelahnya itu. Ia merasa sangat bahagia dengan lamaran dadakan yang malu-malu itu. Ia mengulurkan tangannya dan mencubit pipi Indra dengan gemas.

"Aku akan memberimu jawaban, Kucing Es," bisik Evelia lembut. "Tentu saja hal itu bisa kita bicarakan... setelah kita lulus dari Akademi ini dan berhasil menjatuhkan Araya. Kita punya waktu, sayang." Ucapan itu cukup untuk membuat Indra tersenyum diam-diam di balik kemudi.

Melihat wajah Indra yang memerah dan fokus mengemudi untuk menyembunyikan rasa malunya, Evelia tidak bisa menahan senyum tipisnya. Ia bergumam dalam hati, "Dia benar-benar mirip kucing yang dingin," sebuah julukan yang sangat cocok untuk Pangeran Mahkota yang dingin di luar, tetapi sangat mudah digoda dan tsundere di dalam.

.

.

.

.

.

.

.

Setelah Liini pergi tidur dan Chicken Katsu Curry selesai disantap, Nuita Elysion melangkah keluar ke balkon apartemen mewahnya di Atlas City. Mengenakan sweater kasual dan memegang cangkir hangat, ia menikmati pemandangan cityscape malam yang membentang di bawahnya. Namun, pikirannya jauh dari kedamaian.

"Kenapa Araya bisa sampai sejauh ini?" gumam Nuita, pandangannya yang tajam tertuju pada cakrawala. "Dia tidak hanya ambisius, tapi juga berdarah dingin. Menggunakan Akademi sebagai laboratorium untuk mengumpulkan data energi-ini gila."

Pikiran Nuita kembali ke masa lalu, berputar pada sosok Araya. "Bahkan sebelum dia menjadi Ketua OSIS, dia sudah memanipulasi peraturan dan mengumpulkan pengikut. Dia membangun kerajaannya perlahan, membuat para guru berpihak padanya. Dia selalu satu langkah di depan," pikir Nuita, merasakan kekaguman sekaligus ketakutan atas kecerdasan sepupunya itu.

Pikiran Nuita kemudian beralih ke hubungan keluarga yang rumit. Nuita tahu betul bahwa ibu Araya, Amanda Yamada, adalah saudari kembar dari ibunda Indra dan adik-adiknya, Royal Nia Sayaka. "Aku yakin ada lebih banyak yang tersembunyi di balik persaingan ini daripada sekadar ambisi pribadi. Ini sudah melibatkan pertarungan antara dua garis keturunan yang terpisah," pikir Nuita.

"Jika dia hanya ingin kekuatan, dia bisa mencarinya di luar. Tapi dia menggunakan Akademi, tempat yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para bangsawan dan jenius muda," Nuita menghela napas. Pikirannya penuh dengan perdebatan dan diskusi strategis yang tak ada habisnya.

"Tidak. Aku tidak bisa membiarkan rencana gila ini berhasil. Aku harus menahan diri dan bekerja sama dengan Indra dan timnya, bahkan jika aku harus mengikuti alur Araya untuk sementara waktu," putus Nuita, tekadnya mengeras. "Misi pertamaku adalah memastikan Heavy Railgun Indra memiliki upgrade yang layak untuk menghadapi Nina, dan setelah itu, kita akan fokus menjatuhkan Raja Boneka itu."

Di balkon apartemennya yang dingin, Nuita Elysion menyesap cokelat panasnya, uapnya yang hangat sedikit menenangkan pikirannya yang berputar. "Aku tahu apa yang aku lakukan adalah mempertaruhkan segalanya, tapi ini adalah satu-satunya cara untuk menjinakkan ambisi Araya," monolog Nuita dalam hati.

"Aku harus tetap menjadi sekutu terpercaya di matanya. Hanya dengan begitu aku bisa mengetahui setiap langkah gila yang akan ia ambil, baik di Akademi maupun di luar. Pikiranku penuh dengan perdebatan dan diskusi tentang kapan waktu yang tepat untuk menyerang," ia mengakui, menyadari bahwa ia sedang bermain api dengan sepupunya yang jenius.

Nuita kemudian memikirkan tentang anggota tim Indra yang baru. "Indra, dia kuat. Akihisa, licik. Miku, vital. Tapi Evelia... dia yang paling menarik. Aku tahu dia berpikir dia tidak punya kekuatan, tapi aku tahu kekuatan tersembunyinya," batin Nuita. Itu adalah kekuatan yang sangat unik dan berpotensi menghancurkan seluruh sistem Kristal Kehidupan, itulah mengapa sistem Akademi tidak bisa mendeteksi dirinya.

"Namun, aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Jika aku mengungkapkannya, Evelia mungkin akan menjadi sasaran langsung, tidak hanya Nina, tapi juga Araya sendiri," putus Nuita. "Dia harus mengungkapkannya sendiri saat waktu yang tepat tiba. Aku harus mengikuti alur semuanya dan membiarkan Evelia bertumbuh tanpa tekanan."

Nuita memikirkan tentang motivasi Araya yang lebih dalam. "Araya tidak suka ada yang lebih berkuasa darinya, kecuali para Raja dan Ratu Royal dan... Ibunya, Amanda Yamada. Jika seandainya ada ancaman yang lebih besar muncul daripada ambisi Araya sendiri, maka seharusnya Araya sudah berada di pihak kami untuk melawan ancaman tersebut," Nuita menganalisis.

"Itulah satu-satunya alasan dia tidak bergerak di luar Akademi secara total. Dia tidak bisa berkutik jika Ibunya sudah turun tangan atau jika Royal Railord mengambil tindakan keras. Maka dari itu, Araya selalu bermain aman di dalam batas yurisdiksi Akademi. Itu adalah kelemahannya, dan itu adalah celah yang harus kami eksploitasi."

Nuita kembali terkekeh pelan, rasa geli itu muncul dari pemikiran tentang sepupunya, Araya. "Pada akhirnya, Araya hanyalah gadis kecil yang takut kepada ibunya, sekalipun dia manipulator yang dingin dan genius. Semua rencana besarnya memiliki batas, dan batas itu adalah Amanda Yamada," monolog Nuita, pandangannya yang tajam masih menatap ke kejauhan malam.

"Aku bisa saja melaporkan ini kepada Tante Amanda sekarang, dan semua 'tradisi' gila Araya akan berakhir besok pagi. Tapi itu tidak akan menyelesaikan masalah utamanya, " pikir Nuita. "Araya akan tetap punya ambisi, dan dia akan mencari cara lain yang lebih tersembunyi. Lebih baik aku menikmati permainan ini lebih dalam dan membongkar jaringannya dari dalam."

Pikirannya kemudian beralih ke situasi di Akademi. "Araya pasti sudah tahu aku menjalin kontak dengan Indra. Dia akan menguji pergerakanku, tapi dia tidak akan menyerangku secara langsung. Dia butuh aku tetap berada di Kelas S sebagai fail-safe jika eksperimennya kacau, " analisis Nuita. Dia terlalu cerdas untuk membunuh 'sekutu' yang berpotensi berguna.

Beberapa saat kemudian, Nuita menyadari kedatangan sepupu dan teman-temannya. Ia melirik ke bawah dan melihat Nissan GT-R putih Indra dan Ducati merah Akihisa telah tiba di area parkir apartemen mewahnya. Nuita hanya memandang mereka dari atas balkon, ekspresinya tetap tenang, seperti seorang jenderal yang mengamati kedatangan pasukannya.

Ia tidak bergerak untuk menyambut, melainkan melanjutkan perdebatan dan diskusinya di dalam pikiran tentang semua variabel-kekuatan Nina, kelemahan Kizana, ramalan, dan ambisi Araya. Pikiran-pikiran itu berputar cepat, mengolah informasi, hingga berujung pada solusi dan sebuah rencana yang solid.

Setelah semuanya terkunci dalam benaknya, Nuita tersenyum tipis-senyum yang dingin dan penuh perhitungan. Ia meletakkan cangkir cokelat panasnya di meja balkon, dan akhirnya kembali masuk ke dalam Apartemennya, siap untuk menyambut tamu-tamunya dan mengungkapkan strategi yang akan mengubah jalannya Academy Animers.

1
Dòng sông/suối đen
Susah move on
IND: betul 😭😭
total 1 replies
Kaylin
Bagus banget, sarat makna dan emosi, teruskan thor!
IND: akan ada lanjutannya Shirayuki Sakura judul nya nanti
total 1 replies
Dzakwan Dzakwan
Duh, seru euy! 🥳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!