Dua keluarga yang semula bermusuhan akhirnya memutuskan menjalin aliansi pernikahan.
Posisi kepala negara terancam dilengserkan karena isu menjual negara pada pihak asing disaat perbatasan terus bergejolak melawan pemberontakan. Demi menjaga kekuasaan, Sienna sebagai putri bungsu kepala negara terpaksa menerima perjodohan dengan Ethan, seorang tentara berpangkat letjen yang juga anak tunggal mantan menteri pertahanan.
Bahaya mengancam nyawa, Ethan dan Sienna hanya bisa mengandalkan satu sama lain meski cinta dari masa lalu menjerat. Namun, siapa sangka orang asing yang tiba-tiba menikah justru bisa menjadi tim yang kompak untuk memberantas para pemberontak.
Dua dunia yang berbeda terpaksa disatukan demi mendapatkan kedamaian. Dapatkah mereka menjadi sepasang suami-istri yang saling menyayangi atau justru berakhir saling menghancurkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrlyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 (Tahu Malu Sedikit)
Haruskah ia mengkhianati negara demi cinta?
Pikiran Ethan berkecamuk. Berkali-kali ia menghela napas kasar. Mencoba mencari jalan keluar dari permasalahannya.
Istana ini begitu besar, tapi baru sebentar Ethan berada disini, ia sudah merasa tercekik.
Meski berada di area belakang istana, hamparan rumput hijau yang luas menjadi pemandangannya. Di kelilingi hutan pohon pinus yang menjulang tinggi. Dari kejauhan terlihat siluet biru pegunungan. Tempat yang begitu indah, tidak heran menjadi rebutan.
Namun, perhatian Ethan teralihkan pada gundukan yang tertutup kain putih tidak jauh dari tempatnya berada, tepat di antara barisan belakang pohon pinus.
Rasa penasaran membawa Ethan mendekat. Dengan menggunakan ranting kayu, Ethan menyibak kain penutup itu. Di dalamnya ternyata ada tumpukan kaca pecah seolah sengaja disembunyikan seadaanya karena pergelaran acara hari ini.
Ethan kembali berdiri tegak, lalu menatap kaca jendela istana dari tempatnya berada. Sebagai tentara terlatih, ia dapat mengenali jika seluruh kaca yang terpasang adalah kaca anti peluru.
"Apa yang sebenarnya terjadi di istana ini?" pikir Ethan bingung setelah memastikan cat pada bingkai jendela bahkan masih menguarkan bau menyengat cat seolah seluruh jendela di istana baru saja diganti.
"Penyerangan semalam sungguh mengejutkan, untung saja Nona Sienna selamat."
Ethan segera bersembunyi dibalik pilar saat mendengar suara penjaga istana yang sedang berpatroli sambil berbincang.
"Ya, dia bahkan terlihat baik-baik saja hari ini padahal semalam ia sampai menggigil ketakutan."
"Siapa yang tidak akan takut jika jendela kamarnya tiba-tiba saja tertembak dari luar?"
Ada teror di istana yang menargetkan Sienna?
Ethan tidak terpikirkan jika bahkan istana sendiri sudah tidak aman. Ancaman ini jelas tidak main-main.
"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Sienna yang tidak sengaja menemukan Ethan di halaman belakang istana padahal ia berniat mencari ketenangan.
Melihat kedatangan Sienna seorang diri, Ethan segera menghampirinya, tapi gadis itu lagi-lagi refleks bergerak mundur. Sienna takut bukan tanpa alasan, dia merasa terancam. Ethan mengerti sekarang.
"Berita pernikahan kita sudah dimuat di media," ucap Ethan memulai pembicaraan.
"Aku tahu," jawab Sienna ketus, ada kekhawatiran yang terpancar dari raut wajahnya.
Berita yang publikasi hari ini pastinya akan membawa ancaman baru bagi Sienna. Ia masih takut atas kejadian semalam, entah malam ini teror apa lagi yang akan ia dapat.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Ethan saat tangan Sienna terlihat gemetaran.
"Tidak ada," jawab Sienna berbohong. Ia memilih untuk pergi, tapi Ethan mencekal pergelangan tangannya. Tubuh Sienna terasa dingin, ketakutan dalam dirinya terbaca jelas oleh Ethan.
"Apa?" tanya Sienna yang masih berpura-pura tegar.
"Ayo, aku antar."
"Antar kemana? Ini adalah tempat tinggalku, Kapten."
Ethan tidak menanggapi ejekan Sienna, tapi ia juga tidak melepaskan tangan Sienna.
"Aku antar kamu ke kamarmu."
"Apa kamu gila? Setidaknya, tahu malu sedikit!"
"Apa yang salah? Kelak kita akan tidur di kamar yang sama, kan?"
Sienna tertegun. Inikah laki-laki pilihan ayahnya? Dia tidak lebih dari seorang bajingan.
"Kamu yakin pernikahan itu akan benar-benar terjadi, Kapten?"
"Kamu bisa menolak?"
Sienna kembali terdiam. Nyatanya, ia tidak mampu.
"Jangan terlalu percaya diri, Kapten. Salah satu diantara kita mungkin akan mati sebelum pernikahan itu terjadi!"
Merasa sangat marah, Sienna meninggalkan Ethan begitu saja, tapi laki-laki itu tetap mengekor di belakangnya tanpa tahu malu.
"Jangan ikuti aku!" titah Sienna, tapi Ethan tidak menggubrisnya.
"Usir dia, Kinan!" pinta Sienna pada pengawal pribadinya yang menunggu di ujung lorong.
"Maaf, Nona... tapi Kepala Negara memerintahkan untuk Anda mengajak Kapten Ethan berkeliling istana," jawab Kinan dengan sopan. Ia kemudian memerintahkan penjaga istana untuk memberikan Sienna dan Ethan ruang.
Sienna jelas tidak habis pikir dengan situasi ini. "Ayah begitu mempercayaimu, dia tidak tahu orang mesum seperti apa kamu sebenarnya," ucap Sienna tanpa ragu.
Sebelumnya raksasa dan sekarang orang mesum. Gadis ini sungguh pandai membuat julukan!
Namun, Ethan menahan diri untuk tetap tenang dan membiarkan Sienna kesal sendirian.
"Bicaramu seolah kita sudah kenal seumur hidup," ejek Ethan membuat Sienna semakin jengkel.
Sienna menyipitkan kedua matanya. "Dasar tidak tahu malu!"
"Tidak ada hal dalam diriku yang membuatku harus merasa malu, Tuan putri... mungkin itu kamu yang enggan mengajakku berkeliling karena merasa gugup."
"Lebih baik kamu diam daripada terus bicara omong kosong!"
"Begitu kah? Kalau begitu pimpin jalannya."
Lagi-lagi Sienna kalah dalam perdebatan tidak berarti diantara mereka. Dengan terpaksa Sienna menunjukkan setiap sudut istana bagian kiri pada Ethan.
"Ini ruang keluarga, tapi kami jarang berkumpul. Ayah sibuk dengan tugas negara. Ibu selalu mendampinginya dan kakak sering bolak-balik ke luar negeri karena mengurus bisnis," jelas Sienna saat menunjukkan ruang keluarga yang di dominasi perpaduan warna putih dan biru. Ruangan itu terletak pada lantai dua.
Dihiasi ornamen-ornamen yang kebanyakan terbuat dari porselen serta kayu antik. Lampu gantung kristal menempel pada langit-langit menambah estetika. Terdapat sebuah bingkai foto keluarga berukuran besar berada pada pusat ruangan. Sofa nyaman dengan gaya minimalis berada di bawahnya. Ada televisi juga, rak-rak buku dan pernak-pernik yang kebanyakan didapatkan dari hadiah persahabatan antar negara.
Ethan mengelilingi ruangan itu, diam-diam mencari letak kamera tersembunyi. Sebelumnya Ethan sudah mendapatkan dua alat penyadap suara di ruang makan dan ruang tamu pribadi, serta sebuah kamera tersembunyi di lorong lantai satu.
"Bagaimana denganmu?" tanya Ethan saat perhatiannya teralihkan pada foto masa kecil Sienna yang tersenyum manis dalam figura yang terletak di atas meja hias. Dia memang menggemaskan sejak kecil, pikir Ethan.
"Apa kegiatanmu?" tanya Ethan lagi usai puas menatap wajah mungil Sienna kecil.
"Aku?" Sienna terdiam sejenak.
"Apa?" desak Ethan.
"Pe-pegangguran."
Ethan tersenyum mengejek. Terlalu gugup membuat Sienna tidak sadar jika Ethan sudah berdiri di hadapannya dengan jarak yang begitu dekat.
"Ya, Tuan putri memang tidak perlu melakukan apapun," cibir Ethan.
Refleks Sienna melangkah mundur saat Ethan mencondongkan tubuhnya lebih dekat lagi.
"Jangan salah paham. Ayah bilang setelah menikah aku boleh terjun ke dunia politik," ucap Sienna meskipun harus meski terbata-bata.
Satu langkah yang diambil Ethan mendekat, mengharuskan Sienna mundur dua langkah.
"Saat menikah, kamu otomatis akan memiliki pekerjaan sebagai Ibu Persit, tidak perlu terjun ke dunia politik."
"Kamu melarang?"
"Jika aku melarang, apa kamu akan menurut?"
Sienna terdiam tepat ketika ia sudah tidak lagi memiliki ruang untuk mundur karena tertahan sofa. Namun, Ethan masih saja mendesaknya.
"Kita belum menikah, tolong jaga sikapmu!" ucap Sienna dengan tegas meski suaranya bergetar.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku sebelumnya, Tuan putri."
"Berhenti memanggilku seperti itu. Aku punya nama, Kapten!"
"Dan namaku bukan kapten."
"Itu pangkatmu, apa salahnya?"
Napas Sienna sudah tidak beraturan, emosinya bercampur aduk antara gugup, kesal sekaligus takut. Ethan sulit dimengerti. Sifat dan tujuannya tidak bisa Sienna baca.
"Maka tidak ada salahnya jika aku memanggilmu tuan putri, kan?"
"Itu bukan pangkat, tapi kutukan...," gumam Sienna pelan. Sejak ayahnya menjabat sebagai kepala negara, hidupnya seperti terpenjara dalam sangkar emas. Terpaksa berteman dengan sepi dan sekarang bahkan harus berkorban perasaan. Belum lagi bahaya yang mengintai. Nyawanya terancam, tapi ia tidak bisa meminta perlindungan pada siapapun.
"Dan kamu masih tetap ingin terjun di dunia yang sama?"
***