Sekar Ayu, gadis sederhana lulusan SMK, hidup di bawah naungan paman dan bibinya yang sukses di dunia fashion. Meski tumbuh di lingkungan materialistis, Sekar tetap menjaga kelembutan hati. Hidupnya berubah ketika bertemu Arumi, istri seorang konglomerat, yang menjodohkannya dengan Bayu Pratama, CEO muda dan pewaris perusahaan besar.
Namun, Bayu menyimpan luka mendalam akibat pengkhianatan cinta masa lalu, yang membuatnya membatasi dirinya dari kasih sayang. Pernikahan mereka berjalan tanpa cinta, namun Sekar berusaha menembus tembok hati Bayu dengan kesabaran dan cinta tulus. Seiring waktu, rahasia masa lalu Bayu terungkap, mengancam kebahagiaan mereka. Akankah Sekar mampu menyembuhkan luka Bayu, atau justru masa lalu akan menghancurkan hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Sen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
memndam rasa bersalah
Pagi hari.
Cahaya matahari menembus tirai kamar, lembut menyapu lantai kayu yang mengilap. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara. Sekar sudah duduk rapi di meja makan, mengenakan blus sederhana berwarna lembut. Ia menunduk, memutar sendok kecil di dalam cangkir tehnya namun pikirannya melayang jauh.
Langkah kaki terdengar dari arah tangga. Bayu muncul dengan kemeja kerja berwarna abu muda. Wajahnya terlihat lebih segar dibanding malam sebelumnya, senyumnya lembut meski masih ada sisa kelelahan di matanya.
“Pagi,” sapanya pelan.
Sekar menatapnya sebentar, sedikit heran dengan nada lembut yang sudah lama tak ia dengar. “Pagi, Mas. Sudah agak baikan?”
Bayu menarik kursi, duduk di hadapan Sekar. Ia menghela napas pelan sebelum berkata, “Sekar… tentang kemarin sore, aku minta maaf.”
Sekar menoleh cepat, sedikit terkejut. “Mas, nggak perlu...”
“Tapi aku harus minta maaf,” potong Bayu dengan nada tenang namun tulus. “Aku sempat marah waktu tahu kamu pergi tanpa bilang. Aku… pusing waktu itu. Banyak urusan kantor yang belum selesai, dan mungkin aku melampiaskannya ke kamu. Maaf, ya?”
Nada suara itu lembut, tulus, dan Sekar bisa melihat ketenangan yang jarang muncul di wajah suaminya.
Ia tersenyum tipis, menunduk sedikit. “Aku juga minta maaf, Mas. Aku memang seharusnya pamit dulu.”
Bayu mengangguk, lalu menatap piring sarapan mereka. “Sudah, jangan dibahas lagi. Ayok makan.”
Mereka makan dalam keheningan yang tidak lagi tegang justru terasa tenang, meski masih ada sesuatu yang belum selesai.
Sekar sesekali melirik Bayu. Lelaki itu tampak menikmati sarapannya, sesekali mengecek dokumen di ponselnya.
Namun dalam hati, Sekar tak bisa tenang. Ada beban yang mengganjal bagaimana aku bisa bilang pada Mas Bayu soal uang itu?
Ia ingat wajah Tante Susan kemarin sore, suara dinginnya yang memaksa, alasan “kebutuhan mendesak” yang terasa tak masuk akal.
Jumlahnya juga tidak sedikit.
Sekar menelan ludah, mencoba mencari kalimat yang tepat namun setiap kali ia ingin membuka suara, matanya justru melihat Bayu yang tampak kelelahan.
Tidak, bukan sekarang, batinnya lirih. Mas Bayu sedang banyak pikiran. Aku tidak tega menambah bebannya.
Suasana sarapan kembali hening. Hanya suara sendok yang beradu dengan piring.
Tiba-tiba, ponsel Bayu di meja berdering.
Nada dering itu memecah ketenangan. Bayu menatap layar, lalu tersenyum samar. “mama.”
Sekar menegakkan badan. “mama?”
Bayu mengangguk, mengangkat panggilan itu.
Suara lembut seorang wanita terdengar dari seberang, meski Sekar tak jelas mendengar seluruh isi percakapan.
Yang ia dengar hanya potongan kata dari Bayu, “iya, Bu… sudah… jangan khawatir… aku baik-baik saja.”
Nada suaranya lembut, penuh hormat seperti biasa. Namun ada sedikit getar yang Sekar tangkap entah karena rindu atau sesuatu yang lain.
Beberapa menit kemudian, Bayu menutup panggilan dan tersenyum ke arah Sekar. “Ibu kirim salam buat kamu. Katanya jangan lupa makan yang cukup, dan katanya dia mau video call minggu depan.”
Sekar tersenyum kecil. “Iya, aku juga kangen Ibu.”
Bayu berdiri, merapikan jasnya. “Aku berangkat dulu, ya. Hari ini ada rapat pagi.”
Sekar ikut berdiri, mengantarnya sampai ke depan pintu. “Mas, hati-hati di jalan.”
Bayu menatapnya sebentar, tersenyum lembut. “Iya. Kamu juga jangan kemana-mana dulu, istirahat aja di rumah, ya.”
Sekar mengangguk. Tapi saat mobil hitam yang membawa Bayu menjauh dari halaman rumah, dadanya terasa sesak.
Ia menatap punggung mobil itu hingga menghilang di tikungan.
...
Pukul 10.00 pagi.
Sekar duduk di ruang tamu, menata vas bunga ketika suara mobil berhenti di depan rumah. Ia sedikit bingung karena Bayu baru saja berangkat satu jam yang lalu.
Ternyata bukan Bayu.
Pintu terbuka, dan suara yang sangat ia kenal terdengar dari baliknya.
“Sekar!”
Suara Tante Susan tegas, tajam, dengan aroma parfum mahal yang segera memenuhi ruangan.
Wanita itu melangkah masuk tanpa permisi, mengenakan dress elegan berwarna krem dan kacamata besar yang menutupi sebagian wajahnya.
Sekar berdiri tergesa. “Tante… ada apa datang sepagi ini?”
Susan menurunkan kacamata, menatap keponakannya dengan pandangan yang membuat Sekar gugup.
“Bukannya kamu janji mau bantu tante hari ini?” katanya dengan nada dingin. “Tante sudah tunggu, Sekar. Tapi uangnya belum juga ada.”
Sekar menunduk, jari-jarinya saling menggenggam gelisah. “Maaf, Tante… aku belum sempat bicara dengan Mas Bayu. Dia sedang banyak pekerjaan, aku nggak tega minta uang sebanyak itu sekarang.”
Mata Susan menyipit, nadanya mulai naik. “Banyak alasan. Kamu pikir Tante minta buat senang-senang? Tante butuh uang itu. Dan kamu tahu, siapa yang sudah bantu kamu sampai bisa menikah dengan Bayu?”
Sekar menelan ludah, suaranya hampir tak keluar. “Aku tahu, Tante. Aku berterima kasih sekali… tapi...”
“Kalau begitu buktikan rasa terima kasihmu,” potong Susan cepat. Pandangannya beralih pada kalung berlian kecil yang melingkar di leher Sekar. “Itu… kalung dari suamimu, kan?”
Sekar refleks memegang kalung itu. “Iya, ini hadiah dari Mas Bayu.”
Susan tersenyum dingin. “Pinjamkan ke Tante. Hanya sementara. Tante janji akan kembalikan.”
Sekar menatapnya terkejut. “Tante… aku nggak bisa. Kalau Mas Bayu tahu,”
“Berhenti berpikir seperti anak kecil, Sekar.” Suara Susan kini datar namun menusuk. “Kamu tinggal bilang saja kalau kalungmu dijambret waktu datang ke rumah Tante. Selesai.”
Sekar menggeleng, matanya mulai berkaca. “Tante, jangan suruh aku bohong pada Mas Bayu…”
Susan tertawa pendek, getir. “Bohong kecil demi kebaikan keluarga sendiri, apa salahnya? Kamu harus belajar jadi istri yang cerdas, Sekar. Bukan cuma istri yang pasrah.”
Sekar diam. Wajahnya pucat. Ia tak tahu harus menjawab apa.
Susan mengulurkan tangan, nada suaranya berubah sedikit lembut namun tetap menekan.
“Ayo, Sekar. Tante janji kalung itu akan kembali dalam beberapa hari. Kalau kamu benar-benar sayang keluarga ini, bantu Tante kali ini saja.”
Sekar menggigit bibir, hatinya berperang antara takut dan rasa bersalah.
Bayangan wajah Bayu muncul di benaknya dingin, tenang, tapi juga rapuh seperti tadi pagi.
Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kalau Bayu tahu kalung itu hilang.
Namun di depan tatapan tajam Susan, lidah Sekar kelu.
Tangannya perlahan bergerak ke kalung di lehernya.
Sementara Susan menatapnya dengan senyum tipis senyum seorang wanita yang tahu ia akan selalu menang dengan cara halusnya.
***
Pagi Menjelang Siang di Rumah Pratama.
Suasana rumah sepi. Hanya terdengar suara lembut jam dinding di ruang tamu.
Sekar berdiri terpaku di tempat yang sama setelah Tante Susan keluar dari rumah dengan langkah angkuh, kalung berlian yang baru saja ia lepaskan kini telah dibawa pergi oleh wanita itu.
Pintu tertutup pelan. Suara langkah sepatu Susan perlahan menjauh.
Sekar menggenggam lehernya yang kini kosong — terasa hampa, dingin. Air matanya menetes tanpa bisa ditahan.
Wajahnya menunduk, bahunya berguncang pelan.
Bukan karena kehilangan perhiasan itu semata, tapi karena perasaan bersalah yang begitu dalam.
Mas Bayu… maafkan aku…
Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, isak tangisnya pecah di ruang tamu yang sunyi.
Beberapa saat kemudian, langkah kaki lembut terdengar dari arah dapur.
Seorang wanita paruh baya, Mbok Rini, muncul dengan daster sederhana dan wajah penuh iba. Di belakangnya, Nunik, gadis muda yang menjadi asisten rumah tangga sekaligus teman curhat Sekar, ikut menyusul.
“Non Sekar…?” panggil Mbok Rini pelan, mendekat dengan wajah khawatir. “Lha, kenapa nangis begini, non?”
Sekar buru-buru menyeka air matanya, berusaha tersenyum, tapi matanya masih sembab.
“Enggak apa-apa, Mbok… aku cuma… sedikit capek.”
Mbok Rini menatapnya tak percaya, lalu duduk di sampingnya, menepuk pelan punggung Sekar.
“Nggak mungkin cuma capek, Nak. Wajahmu pucat begitu. Cerita aja sama Mbok, biar hati agak enteng.”
Sekar menggeleng, air matanya kembali mengalir. “Aku… aku nggak bisa cerita, Mbok. Aku takut…”
Nunik yang duduk di lantai dekat kakinya, memegang tangan Sekar pelan.
“Kalau mbak takut, ya udah, nggak usah cerita dulu. Tapi jangan nangis kayak gini, Mbak… nanti Mas Bayu pulang malah makin khawatir.”
Sekar terdiam. Nama Bayu disebut saja sudah membuat hatinya mencelos. Ia takut bukan karena suaminya galak, tapi karena Bayu begitu sabar. Ia takut mengecewakan seseorang yang selama ini begitu menahan luka demi tetap terlihat kuat.
Mbok Rini menghela napas panjang. “Kadang hidup memang nggak adil, Nak. Tapi jangan semua ditanggung sendiri. Mbok sama Nunik selalu di sini.”
Sekar hanya mengangguk pelan, air matanya terus menetes.
Sementara di luar, angin berhembus lembut membawa pergi suara isak kecil dari hati seorang istri yang hanya ingin melindungi suaminya dari kekecewaan.
...
Siang Hari, Kantor Bayu (Pukul 14.00)
Suasana kantor Bayu siang itu sedang padat. Ruangan modern dengan dinding kaca besar tampak sibuk oleh para karyawan yang mondar-mandir membawa berkas.
Bayu duduk di balik meja kerjanya, menatap layar laptop dengan fokus yang mulai menipis. Kantung matanya masih terlihat, tapi ia berusaha terlihat tenang.
Sekretarisnya, Rina, mengetuk pintu perlahan.
“Pak, mohon maaf… ada tamu yang ingin menemui Bapak.”
Bayu tak mengalihkan pandangan. “Saya sudah bilang, nggak ada janji siang ini. Tolak saja.”
Rina ragu-ragu. “Saya sudah coba, Pak… tapi tamunya ngotot masuk. Namanya,”
Sebelum kalimat itu selesai, pintu terbuka keras.
Seorang wanita bergaun hitam elegan melangkah masuk tanpa diundang langkahnya pelan, tapi penuh percaya diri.
Alira.
Wangi parfumnya memenuhi ruangan, aroma khas yang dulu sempat membuat Bayu sulit berpikir jernih.
Bayu spontan berdiri, wajahnya langsung tegang. “Alira! Aku sudah bilang jangan datang ke sini!”
Rina segera berusaha menghalangi. “Maaf, Bu, Anda tidak bisa”
Alira menatap sekretaris itu dengan senyum manis yang dingin. “Tenang saja, aku hanya mau bicara sebentar.”
Kemudian, tatapannya beralih ke Bayu. “Bayu, aku janji nggak lama.”
Bayu menghela napas keras, suaranya menahan amarah. “Rina, keluar dulu.”
Sekretaris itu menatap ragu, tapi akhirnya menunduk dan menutup pintu dari luar.
Begitu mereka berdua saja, Alira melangkah perlahan mendekat, high heels-nya beradu dengan lantai marmer.
“Bayu…” suaranya lembut, namun mengandung sesuatu yang menusuk. “Kenapa kamu susah sekali dihubungi akhir-akhir ini?”
Bayu menatapnya tajam. “Karena aku tidak mau punya urusan lagi denganmu.”
Alira tersenyum miring. Ia mendekat satu langkah, jemarinya nyaris menyentuh dasi Bayu.
“Tapi aku belum selesai denganmu.”
Bayu menepis tangannya cepat, tatapannya penuh kemarahan. “Jangan sentuh aku, Alira! Aku sudah cukup dengan permainanmu dulu.”
Alira tertawa kecil, nada suaranya seperti menggoda. “Permainan? Kau menyebut malam itu permainan? Kau pikir aku tidak tahu bagaimana kau memandangku waktu itu?”
Bayu mengepalkan tangan. Rahangnya menegang. “Malam itu bukan kehendak ku. Kau yang menjebak ku. Kau yang membuatku minum sesuatu yang bahkan aku tidak tahu apa isinya.”
Alira menatapnya dengan tatapan ambigu — setengah lembut, setengah berbahaya.
“Tapi kau tetap menatapku dengan cara itu, Bayu.”
Bayu menarik napas dalam, mencoba menahan diri. Ia melangkah ke arah pintu dan menunjuknya. “Keluar. Sekarang.”
Alira tak bergerak. “Bayu…” ia mendekat lagi, kali ini suaranya nyaris berbisik, “kau tahu, aku bisa membuat semuanya jadi sulit kalau kau terus menghindar.”
Bayu menatapnya tajam. “Kalau kau mau menghancurkan reputasiku, silakan. Tapi aku tidak akan jatuh lagi ke perangkap mu.”
Alira tersenyum kecil, menyandarkan diri pada meja kerja Bayu dengan sikap santai namun menantang. “Kita lihat saja seberapa lama kau bisa menolak aku.”
Bayu berusaha menahan diri untuk tidak meninggikan suara. “Keluar, Alira. Sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaran.”
Akhirnya Alira berdiri tegak, tersenyum dingin.
“Baiklah. Tapi jangan salahkan aku kalau nanti aku kembali dengan cara yang lain.”
Ia melangkah keluar perlahan, meninggalkan aroma parfum dan ketegangan di udara.
Begitu pintu tertutup, Bayu menatap tangannya yang bergetar campuran antara marah, jijik, dan takut.
Ia menunduk, menekan pelipisnya dengan jemari, suaranya bergetar pelan.
“Kenapa dia muncul lagi sekarang…”
Ia menatap jendela kaca besar, memandangi langit siang yang mendung — seperti pikirannya yang mulai gelap lagi.
---
Sekar jgn percaya begitu saja sama Alira dong 🥲🥲 Bayu cuma di jebak 🥲🥲
Alira pelakor stress 😅😅😅
kasihan Sekar semoga Sekar percaya begitu saja sama perkataan Alira 🥲🥲
akhirnya Sekar bakal kerja di toko nya Arifal 😄😄
penasaran sama lanjutannya...
di tunggu updatenya Author kesayangan kuuuu tetap semangat terus yaa Sayyy quuu lanjut kan karya mu 💪💪🥰🥰🤗🤗
penasaran dg lanjutannya..
di tunggu updatenya Author Kesayangan kuuu tetap semangat terus Sayyy 🤗🥰💪💪
semoga nnt Sekar bisa kerja di Toko..
bagus juga Sekar Mandiri 😁😁
penasaran dg lanjutannya...
di tunggu updatenya ya Author kesayangan kuuu tetap semangat terus yaa Sayyy quuu 💪💪🤗🤗🥰🥰
gmn jika nnt Bayu tau yaa 😆😆
penasaran dg lanjutannya...
di tunggu updatenya yaa Author kesayangan kuuu tetap terus semangat ya Sayyy 🥰🤗💪💪🤗
di tunggu updatenya Author kesayangan kuuu Emak Ncingg si Gemoyyy tetap semangat Sayy 🤗🥰💪
penasaran dg lanjut nya gmn yaa nnt jika Bayu tau Sekar kecelakaan?? di tunggu updatenya Author kesayangan kuuu tetap semangat Sayyy 🤗🥰💪
duhh kira² berhasil gk yaa Bayu...
gmn hasilnya nnt??
di tunggu updatenya author kesayangan kuuu Emak Ncinggg si Gemoyyy tetap semangat ya Sayyy 💪💪🥰🥰🤗🤗
semoga Sekar baik² saja 🥲🥲
gmn nnt reaksi Bayu setelah tau Sekar kecelakaan??
di tunggu updatenya Author Kesayangan kuuu Semangat ya Sayyy 🐱🤗🥰💪
kira² berhasil gk yaaa??
di tunggu updatenya Author Kesayangan kuuu tetap semangat Sayyy 🥰🐱💪
di tunggu updatenya ya Author Kesayangan kuuu terus semangat Sayyy 💪🥰🐱☺🤗