Dikhianati. Dituduh berkhianat. Dibunuh oleh orang yang dicintainya sendiri.
Putri Arvenia Velmora seharusnya sudah mati malam itu.
Namun takdir memberinya satu kesempatan—hidup kembali sebagai Lyra, gadis biasa dari kalangan rakyat.
Dengan ingatan masa lalu yang perlahan kembali, Lyra bersumpah akan merebut kembali takhta yang dirampas darinya.
Tapi segalanya menjadi rumit ketika ia bertemu Pangeran Kael…
Sang pewaris baru kerajaan—dan reinkarnasi dari pria yang dulu menghabisi nyawanya.
Antara cinta dan dendam, takhta dan kehancuran…
Lyra harus memilih: menebus masa lalu, atau menghancurkan segalanya sekali lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 – Sekutu di Bawah Senja Eteria
Anda ingin saya membuktikan diri saya?" tanya Lyra, suaranya tercekat.
"Ya," bisik Kael, mendekatkan wajahnya. "Kau harus memilih. Hancurkan aku dan buktikan bahwa kau masih diikat oleh dendam pribadi, dan kerajaan ini akan jatuh ke tangan para Duke yang korup. Atau berdiri di sisiku—sebagai pasangan, sekutu, atau bawahan, apa pun yang kau mau—dan kita menebus kerajaan ini bersama."
Kael memiringkan kepalanya, matanya bersinar emas di bawah cahaya rembulan. "Pilihan ada di tanganmu, Putri Mahkota yang Bangkit."
Kael menunggu. Lyra melihat ke mata Kael, dan ia melihat kebenaran yang mengerikan: Kael memang penguasa yang sangat berbahaya, tetapi ia juga kunci untuk membersihkan kerajaan dan membalas pengkhianatan yang sebenarnya (oleh para Duke).
Lyra membuat keputusan yang akan mengubah segalanya. Ia tidak akan membunuh Kael. Ia akan menggunakan Kael.
"Saya menerima tantangan Anda, Yang Mulia," jawab Lyra, suaranya mantap. "Saya akan membuktikan kepada Anda bahwa saya layak mendapatkan takhta ini. Tapi saya bukan bawahan Anda. Saya adalah sekutu Anda."
Kael tersenyum puas, senyum yang terasa seperti kemenangan dan janji. Ia menarik tangannya dari pipi Lyra.
"Selamat datang kembali di Istana, Arvenia," katanya, kembali ke dialek kuno, mengakhiri perannya sebagai Pangeran Kael yang hanya ingin tahu.
Pagi hari setelah pertemuan di Arsip, Lyra kembali ke Ruang Kerja Kael. Kali ini, ia datang bukan sebagai Lyra si pelayan, tetapi sebagai sekutu rahasia Pangeran Kael.
Kael sudah menunggunya. Dia duduk di meja kerjanya, memeriksa dokumen, terlihat sempurna sebagai seorang Pangeran yang berwibawa dan tak tersentuh.
"Selamat pagi, Lyra," sapa Kael, menggunakan nama Lyra, tetapi tatapannya adalah untuk Arvenia.
"Yang Mulia," jawab Lyra, berdiri tegak. Ia tidak lagi menunduk.
Kael tersenyum kecil, mengundang. "Duduklah. Mari kita tetapkan aturan main untuk persekutuan kita. Kau akan tetap menjadi Lyra, si penjahit/pelayan. Itu adalah perlindungan terbaikmu."
Lyra duduk di kursi empuk di seberang meja. Merasa kembali pada posisinya yang hilang—berdiskusi tentang urusan negara di ruang kekuasaan.
"Aturan pertama," Kael memulai, menyandarkan dagunya pada tangannya. "Kepercayaan itu rapuh. Kau akan memberikan pengetahuanmu tentang para Duke, tentang kelemahan sistem yang pernah kau lihat saat memerintah, dan siapa yang paling berkhianat di Istana lama."
"Sebagai imbalan?" tanya Lyra tajam.
"Imbalanmu adalah kebenaran dan kekuasaan," jawab Kael. "Aku akan memberikan bukti yang membuktikan keterlibatan Duke Renald dan bangsawan lainnya dalam pengkhianatanmu, dan aku akan mengajarimu cara memerintah. Saat semuanya bersih, kau akan mendapatkan kembali takhtamu."
Lyra merasakan keraguan. "Kenapa Anda tidak memerintah sendiri? Jika Anda Aerion, takhta itu sudah mutlak milik Anda."
Kael menghela napas, terlihat lelah, seolah-olah ia memang membawa beban sejarah. "Jiwa Aerion adalah penjaga, bukan raja. Aku harus memastikan kerajaan ini diserahkan kepada penguasa yang kuat, tidak terikat oleh kelemahan. Aku memberimu ujian ini, Arvenia. Jika kau lulus, takhta itu milikmu. Jika kau gagal…"
Lyra menatap mata emas gelap Kael, melihat ancaman yang tersirat di sana. "Jika saya gagal?"
"Maka aku akan membersihkan garis keturunan ini hingga ke akarnya," Kael menyelesaikan, suaranya sedingin marmer di Arsip.
Aturan kedua: "Hubungan kita, di luar ruangan ini, adalah Pangeran dan pelayan. Kau tidak boleh menunjukkan keakraban atau pengetahuanmu tentang diriku di depan umum. Dan yang paling penting," Kael mencondongkan tubuh ke depan, "Kau tidak boleh menggunakan dialek kuno di depan orang lain. Itu adalah rahasia kita. Itu adalah ikatan terlarang kita."
Lyra setuju. "Disepakati. Aturan ketiga: Jangan pernah berbohong padaku, Yang Mulia. Saya sudah pernah dibunuh karena kebohongan."
Kael mengangguk, sorot matanya melembut, ada sedikit penyesalan yang terlihat. "Itu adil. Aku bersumpah demi nama Aerion."
Sore itu, Kael menguji Lyra dengan tantangan pertamanya.
"Duke Renald mengirimkan rencana undang-undang baru tentang batas perdagangan gandum di Perbatasan Timur," kata Kael, menyodorkan sebuah gulungan peta kepada Lyra. "Bacalah, dan katakan di mana letak kelemahannya."
Lyra mengambil peta itu. Ia tidak lagi membaca seperti Lyra si pelayan. Insting Arvenia, Putri yang belajar politik sejak usia tujuh tahun, mengambil alih. Ia melihat angka-angka, jalur perdagangan, dan demografi wilayah.
"Rencana ini terlihat menguntungkan Kerajaan," kata Lyra. "Namun, batas baru ini memotong secara tidak wajar. Ini melewati lembah Sungai Lyran—wilayah yang secara tradisional adalah sumber air untuk peternak kecil."
Kael mengangkat alisnya, terkesan. "Dan apa implikasinya?"
"Implikasinya adalah para peternak kecil akan dipaksa menjual ternak mereka dengan harga murah, karena mereka kehilangan akses air vital. Dan siapa yang memiliki peternakan besar yang tidak terpengaruh oleh batas ini, Yang Mulia?"
Kael tersenyum puas. "Duke Renald. Dia akan membeli semua ternak dengan harga murah, menciptakan monopoli, dan kemudian menjualnya kembali ke Kerajaan dengan harga yang mahal. Pengkhianatan terselubung."
Lyra menatap Kael. "Bukan hanya pengkhianatan, Yang Mulia. Itu adalah permainan kekuasaan khas Renald. Dia selalu menargetkan orang lemah untuk memperkuat dirinya. Dia adalah otak di balik tuduhan pengkhianatan saya dulu."
"Aku tahu," Kael mengakui. "Tapi membunuhnya akan membuatnya menjadi martir. Kita harus menghancurkan kekuatannya, Lyra. Perlahan, dan di mata publik."
Saat Lyra menjelaskan lebih lanjut tentang aliansi Renald dengan bangsawan lain, Lyra dan Kael bekerja bersama dengan lancar. Ada kesamaan intelektual yang menakutkan, seperti dua komandan yang telah bertarung bersama selama bertahun-tahun.
"Kau benar-benar brilian, Arvenia," puji Kael, tanpa sadar menggunakan nama aslinya.
"Anda juga," balas Lyra, merasakan sedikit kehangatan karena pengakuan itu.
Kael mencondongkan tubuhnya ke depan, kini suasana kerja bergeser menjadi sesuatu yang lebih pribadi. "Kau dan aku. Kita adalah api dan es, Arvenia. Kau membara dengan hasrat untuk membuktikan diri, dan aku sedingin perhitungan. Bersama, kita tak terkalahkan."
Kael mengulurkan tangannya di atas meja. "Kita telah membuktikan kita bisa bekerja sama. Sekarang, mari kita buktikan ikatan terlarang kita."
“Bangkit Setelah Terluka” bukan sekadar kisah tentang kehilangan, tapi tentang keberanian untuk memaafkan, bertahan, dan mencintai diri sendiri kembali.
Luka memang meninggalkan jejak, tapi bukan untuk selamanya membuat kita lemah.
Dalam setiap air mata, tersimpan doa yang tak terucap.
Cinta, pengorbanan, dan air mata menjadi saksi perjalanan hidup seorang wanita yang hampir kehilangan segalanya—kecuali harapan.
“Bangkit Setelah Terluka” menuturkan kisah yang dekat dengan hati kita: tentang keluarga, kesetiaan, dan keajaiban ketika seseorang memilih untuk tetap bertahan meski dunia meninggalkannya.
Bacalah… dan temukan dirimu di antara setiap helai kisahnya.