Winda Happy Azhari, seorang penulis novel yang memakai nama pena Happy terjerumus masuk bertransmigrasi ke dalam novel yang dia tulis sendiri. Di sana, dia menjadi tokoh antagonis atau penjahat dalam novel nya yang ditakdirkan mati di tangan pengawal pribadinya.
Tak mampu lepas dari kehidupan barunya, Happy hanya bisa menerimanya dan memutuskan untuk mengubah takdir yang telah dia tulis dalam novelnya itu dengan harapan dia tidak akan dibunuh oleh pengawal pribadinya. Tak peduli jika hidupnya menjadi sulit atau berantakan, selama ia masih hidup, dia akan berusaha melewatinya agar bisa kembali ke dunianya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukti
Pertanyaan Alex membuat Elizabeth tersedak tehnya, yang membuatnya terbatuk-batuk tak terkendali. Alex tidak melakukan apa pun untuk membantunya, hanya memperhatikannya batuk.
"Siapa Anda sebenarnya?" Tanya Alex lagi.
Begitu Elizabeth pulih dari batuknya, dia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawabnya.
"Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Alex." Ucap Elizabeth.
Alex mendesah.
"Saya tahu bahwa Anda mungkin akan berkata begitu, jadi saya punya buktinya." Ujar Alex.
'Bu... bukti? Apa orang ini mengamatiku?!' tanya Elizabeth dalam hati sambil menutupi perasaan terkejutnya.
Alex menatap Elizabeth lalu mengangkat satu jarinya, ia mulai menyampaikan bukti yang didapatnya.
"Satu, Nona Elizabeth tidak akan pernah menolak untuk mendapatkan barang baru. Justru dialah yang akan memintanya." Ucap Alex.
"Apa kau lupa apa yang kukatakan? Kukatakan aku menyadari betapa bodohnya aku dan sekarang aku berusaha menjadi orang yang lebih baik." Balas Elizabeth.
Alex terkekeh pelan, yang terdengar lebih seperti ejekan.
"Dia tidak akan pernah berpikir seperti itu. Dia sangat keras kepala dan akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang diinginkannya." Ucap Alex.
'Sial, dia benar soal itu. Aku nggak bisa mengelak, jadi lebih baik aku pura-pura nggak dengar aja.' pikir Elizabeth.
Melihat Elizabeth tidak mengatakan apa pun lagi, Alex melanjutkan bicaranya dan mengangkat jari kedua.
"Dua. Dia tidak pernah menyapa atau bersikap sopan kepada orang-orang yang bekerja di sini, dan dia tidak pernah mencoba untuk berkuda. Kalaupun dia melakukannya, dia akan berganti pakaian yang lebih pantas dan tidak menunggang kuda dengan gaunnya." Ujar Alex.
Elizabeth menegang, tidak mampu melawan lagi mengenai bukti itu.
"Dan terakhir," Alex mengangkat jari ketiganya, "Nona Elizabeth tidak tahu bagaimana cara melawan orang yang menindasnya atau bahkan membela diri." Lanjut Alex.
Mendengar ucap terakhir Alex, Elizabeth tahu dia telah ketahuan oleh pelayan pribadinya sendiri. Perlahan dia melirik ke arah Alex, lalu menyeringai kecil seolah sudah tahu dia telah menang.
"Kamu melihatnya?" Tanya Elizabeth.
Alex mengangguk.
"Tentu saja, saya mendengar keributan di luar jadi saya pergi memeriksa dan mendapati Nona membanting tubuh pria yang dua ukurannya dua kali lebih besar dari tubuh Anda ke tanah." Ucap Alex.
Elizabeth menelan ludah, merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya saat dia menyadari dia telah ceroboh dan kini dia telah ketahuan.
"Jadi, katakan padaku, siapa Anda?" Tanya Alex dingin.
Seluruh ruangan terasa dingin ketika Elizabeth tiba-tiba merasa sedikit kedinginan. Dia menggigit bibir bawahnya sebelum mendesah, tahu dia tak punya pilihan lain selain mengatakan yang sebenarnya.
'Tidak, mari kita coba menghindarinya!' pikir Elizabeth.
Dia menyilangkan kaki dan mencibir Alex.
"Bukti-bukti yang kau sebutkan itu tidak membuktikan apa pun. Aku Elizabeth, putri dari keluarga ini dan majikanmu. Aku sempat berpikir untuk bersikap lebih baik padamu, tapi sepertinya kau menganggapnya remeh." Ucap Elizabeth.
Alex mendengus, menganggap kata-kata Elizabeth lucu.
"Kalau begitu, tolong jelaskan pada pelayan Anda ini." Ucap Alex.
Roda gigi di kepala Elizabeth berputar saat dia mencoba mengeluarkan ide sebanyak yang dia bisa untuk keluar dari posisi ini.
"Pertama. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku menyadari betapa bodohnya aku dan memutuskan untuk menjadi orang yang lebih baik. Aku mungkin tidak bisa berubah dalam semalam, ya, tapi setidaknya aku berusaha, bukan?" Ucap Elizabeth memelototi Alex sebelum melanjutkan ke poin berikutnya.
"Dua. Aku akui menunggang kuda tanpa berganti pakaian itu tidak pantas, itu kesalahanku. Lalu soal menyapa orang sekarang? Kalau aku berusaha berubah, aku juga harus mengubah sikapku terhadap para pelayan. Kalau tidak, bagaimana aku bisa menunjukkan bahwa aku sudah berubah? Dan ketiga..."
Ini adalah saat tersulit bagi Elizabeth, dia tak tahu harus berkata apa untuk menghilangkan kecurigaan Alex. Karena tak mampu menemukan alasan yang tepat, dia pun mengutarakan apa pun yang terlintas di benaknya.
"Aku telah belajar bela diri tanpa sepengetahuan siapa pun. Baik dirimu maupun keluargaku. Aku menemukan seseorang yang bisa mengajariku beladiri secara rahasia, itulah sebabnya aku bisa membela diri." Ucap Elizabeth.
Ketika dia mengakhiri pidatonya, dia perlahan melirik ke arah Alex yang memiliki ekspresi yang tidak terbaca di wajahnya dan saat mereka melakukan kontak mata, Elizabeth merasakan getaran di tulang punggungnya.
'Apa begini caraku mati? Yah, salahku juga sih karena ceroboh selama ini!' ucap Elizabeth dalam hati.
Saat Elizabeth perlahan menerima kenyataan bahwa dia akan mati di tangan pelayan pribadi di depannya, dia mendengar suara dentuman keras.
"Aa... Apa yang....?"
"Nona, mohon maafkan pelayan Nona yang kurang ajar ini. Seharusnya saya tidak meragukan Nona sedetik pun!" Kata Alex berlutut di lantai dan bersujud.
Elizabeth hampir bangkit dan mencoba membuatnya berdiri kembali tetapi dia menahan diri karena hal itu mulai berjalan sesuai keinginannya. Dia berusaha sekuat tenaga untuk tetap menampilkan karakternya, dia terkekeh sambil menjulurkan kakinya ke kepala Alex.
"Benar sekali, dasar pelayan bodoh. Aku sempat berpikir untuk bersikap baik padamu, tapi ternyata tidak. Orang sepertimu tidak pantas mendapatkan kebaikanku." Ucap Elizabeth.
"Ya, Nona, Anda benar. Pelayan bodoh ini tidak pantas mendapatkannya." Balas Alex.
Elizabeth mendesah dalam hati, senang ini akan segera berakhir. Tetapi begitu dia memikirkan itu, Alex tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dan membawa benda itu ke arahnya.
Mata Elizabeth terbelalak ngeri melihat apa yang dipegang Alex.
'Cambuk!? Dari mana dia tiba-tiba mendapatkan itu?' tanya Elizabeth dalam hati.
"Pelayan ini akan menerima hukuman apa pun!" Teriak Alex sambil mengulurkan cambuk ke arah Elizabeth.
Elizabeth menatap cambuk itu dengan mata berat. Dia bisa bersikap kasar, arogan, dan secara umum menyebalkan, tapi menghukum seseorang? Dia tak pernah bisa merendahkan dirinya serendah itu. Dia menepis cambuk itu dari tangan pria itu dan berteriak dengan nada marah.
"Aku tidak akan melakukan itu!"
Seluruh ruangan menjadi sunyi saat Alex menatap Elizabeth dengan mata terbelalak sementara dia melotot ke arahnya.
Elizabeth mencoba menenangkan diri dari ledakan emosinya yang tiba-tiba. Dia merasa sudah cukup lelah hari ini. Dia memijat pelipisnya, melambaikan tangannya ke arah Alex.
"Sudah cukup. Lupakan saja semua ini." Ucap Elizabeth.
Dia memberi perintah, tetapi tidak mendengar gerakan atau respons dari Alex. Menyadari ada yang aneh, dia melirik Alex.
Alex menyeringai lebar.
Elizabeth merasakan jantungnya jatuh ke perutnya.Tanpa sadar, dia melangkah mundur namun lengannya ditarik paksa oleh Alex, sehingga dia hanya berjarak beberapa inci darinya.
"Aku sudah tahu. Kau bukan dia." Kata Alex dengan enteng.
Alex tertawa kecil, tapi Elizabeth tahu itu bukan karena dia menganggapnya lucu.
Bersambung...