Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Nikah Siri
Gumilang menekan bel. Tak lama, pintu itu terbuka, memperlihatkan seorang wanita anggun dengan senyum hangat.
“Selamat malam, Pak Gumilang,” sapa Kahyang ramah, lalu matanya beralih pada gadis di samping sang pria tua.
“Ini… Nak Vexia, ya?” Kahyang sedikit terkejut melihat gadis itu tampil polos tanpa riasan.
Meski ia pernah mendengar bahwa Vexia tinggal di desa, tetap saja jarang ada gadis yang keluar rumah tanpa make-up. Namun justru kesederhanaan itu membuat Vexia tampak semakin cantik. Dan hal itu membuat Kahyang diam-diam kagum.
Gumilang tersenyum kecil sambil mencubit pinggang cucunya. “Benar.”
“Aw—!” Vexia nyaris memekik tapi menahannya, lalu menunduk sopan.
“S-selamat malam, Tante.”
Senyumnya terpaksa, karena pinggangnya masih nyut-nyutan.
Kahyang terkekeh kecil. “Ah, cantik sekali. Ayo masuk, Nak.”
Begitu ia berbalik, Vexia mendelik pada kakeknya sambil berbisik geram,
“Kek, ini termasuk KDRT, tahu nggak sih?”
“Jangan cerewet. Masuk.” Gumilang menatapnya tajam.
“Kek… Kau ini kakek kandungku apa bukan sih? Jahat banget,” gumamnya pelan sambil jalan.
Gumilang hanya melirik sekilas tanpa menjawab, membuat Vexia makin kesal. Meski di dalam hati, ia tahu kakeknya terlalu sayang untuk benar-benar marah.
Kahyang yang mendengar kasak-kusuk kecil itu refleks menoleh. Bibirnya hampir tertarik saat melihat wajah cemberut Vexia. Terlalu menggemaskan untuk disebut marah. Tapi ia cepat kembali menatap ke depan, seolah tak terjadi apa-apa.
Mereka berjalan melewati lorong hingga tiba di meja makan.
Dari arah lain, langkah kaki Mandala terdengar mendekat.
“Ah, Pak Gumilang sudah datang,” sapanya ramah.
Tatapannya kemudian jatuh pada Vexia yang menunduk sopan saat mata mereka beradu.
“Ini cucu Bapak?” tanya Mandala, reaksinya tak jauh berbeda dengan sang istri. Terkejut, lalu perlahan berubah kagum.
“Benar,” jawab Gumilang.
Mandala tersenyum tipis. “Cantik sekali. Mari kita makan malam bersama dulu.”
Gumilang hanya mengangguk.
Vexia mendesah pelan. “Kalau cantik, meski gak pakai make-up juga tetap cantik, ya? Padahal aku pengen bikin mereka ilfeel. Tapi malah dipuji cantik. Hedeeh…” batinnya, memutar bola matanya pelan.
Tatapannya kemudian jatuh pada punggung pasangan itu. Ada sesuatu yang hangat dalam cara mereka berbicara, dalam cara mereka menatap.
“Kenapa rasanya… beda, ya?” gumamnya dalam hati. “Ada ketulusan di sorot mata mereka. Kehangatan yang… gak pernah aku rasakan dari orang tuaku.”
Mereka baru saja duduk ketika suara langkah lain terdengar.
Lembut, tapi cukup berat.
Vexia menoleh. Dan seketika matanya melebar.
“Dia…” gumamnya nyaris tak terdengar.
Waktu berhenti sejenak.
Rayno masuk ke ruang makan dengan kemeja putih sederhana. Wajahnya tenang tanpa ekspresi, namun sorot matanya tajam dan terukur. Dingin, tapi tidak arogan. Sikapnya menunjukkan rasa hormat, meski jelas ia bukan tipe yang mudah membuka diri. Ada jarak halus yang sengaja ia ciptakan, seolah dunia di sekitarnya hanya pantas dilihat. Bukan disentuh.
Langkahnya sempat terhenti sepersekian detik. Tatapannya bertaut pada sosok gadis yang duduk di sisi Gumilang.
"Dia… gadis di butik itu."
Alisnya nyaris tak bergerak, tapi napasnya berubah tipis. Hanya sekejap, sebelum ia kembali menegakkan punggung dan melanjutkan langkahnya seperti tak terjadi apa-apa.
"Dunia memang sempit. Tapi apa kebetulan bisa sesempit ini?"
Ia menarik kursi, duduk tenang, menunduk sedikit memberi hormat pada Gumilang dan kedua orang tuanya. Tak ada perubahan di wajahnya, tapi di balik ketenangan itu, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Vexia menatapnya, jantungnya berlarian tak karuan. "Apa benar… dia yang akan dijodohkan denganku?"
Kahyang menoleh dengan senyum hangat. “Vexia, kenalkan. Ini, putra kami.”
“I-iya… selamat malam,” katanya terbata, mencoba tersenyum tapi ujung bibirnya justru kaku.
“Malam,” jawab Rayno singkat, datar.
“Maaf, Rayno memang irit bicara,” tambah Kahyang lembut. “Kita makan dulu, nanti baru lanjut ngobrol, ya.”
Vexia hanya mengangguk pelan, tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu.
“Rayno? Astaga… dia beneran pria yang dijodohkan denganku? Aku gak mimpi, ‘kan?” batinnya, mencubit lengannya sendiri lalu meringis. "Sakit. Berarti ini bukan mimpi." wajahnya berbinar mencuri pandang ke arah Rayno, seolah pria itu adalah piala menang balapan.
Namun sesaat kemudian, ia mengingat sesuatu. "Astaga, kalau tahu begini, aku gak bakal kabur! Harusnya dandan cantik sebelum ke sini!"
Ia menunduk sedikit, melihat penampilannya sendiri, lalu mendesah dalam hati.
"Haish… memalukan sekali. Jangan-jangan ini gara-gara aku ngelawan Kakek. Ku—kuwalat, nih." Sekilas ia melirik Gumilang, dan sesal kecil menggelayuti wajahnya.
Gumilang melirik cucunya dari ujung mata, nyaris mendengus.
“Dasar gadis tengil,” batinnya. “Baru lihat pria tampan, matanya langsung jernih.”
Namun jauh di dalam hati, Gumilang berdoa.
Semoga kali ini Tuhan berpihak.
Semoga Rayno benar-benar pria yang setia. Tidak seperti Surya, yang dulu membuat hidup putrinya hancur.
Ia menatap Mandala sejenak.
Baik Mandala maupun Kakeknya Rayno, mereka dikenal sebagai lelaki yang setia.
Dan di dalam hatinya yang lelah, Gumilang menggantungkan satu harapan kecil:
Agar cucunya tak perlu belajar sakit dari cinta seperti ibunya dulu.
Ruang makan berubah menjadi panggung sunyi yang hanya diisi dentingan sendok dan garpu.
Rayno duduk tepat di seberang Vexia. Cahaya lampu kristal jatuh lembut di wajahnya. Tenang, datar, tanpa celah untuk ditebak. Ia makan perlahan, rapi, tanpa menimbulkan bunyi sedikit pun.
Vexia sesekali melirik, berpura-pura meneguk air.
Senyumnya nyaris muncul setiap kali menatap Rayno. Ada sesuatu pada pria itu. Bukan hanya ketampanan, tapi wibawa yang membuat napasnya tak teratur.
"Kalau tahu dia yang akan dijodohkan denganku, aku gak perlu kabur dari kemarin," batin Vexia, menyesali kelakuannya.
Di sisi lain meja, Gumilang menatap cucunya dengan ekor mata.
“Hmph. Bocah tengil ini... kalau sudah begini gayanya, pasti jatuh hati,” batinnya.
Tapi ketika pandangannya beralih pada Rayno, hatinya justru mengeras.
“Dan bocah satu ini… matanya dingin. Terlalu tenang. Seolah dunia tak lagi menyentuhnya. Apa dia mampu membahagiakan cucuku?”
Makan malam berakhir dalam keheningan yang aneh. Bukan canggung, tapi seperti masing-masing sedang menyembunyikan sesuatu.
Mereka berpindah ke ruang keluarga. Aroma kayu manis dari lilin aroma terapi mengisi udara, menetralkan ketegangan yang menggantung.
Mandala membuka pembicaraan, suaranya mantap.
“Jadi, sesuai perjanjian keluarga kita dulu, pernikahan bisa segera dilaksanakan. Kami pikir... satu minggu dari sekarang waktu yang tepat.”
Vexia hampir tersedak teh di tangannya.
“Satu minggu?!” suaranya meninggi sepersekian detik sebelum cepat-cepat menutup mulut. "Maaf," ucapnya sopan. Ia menatap kakeknya, lalu menunduk lagi.
Tapi di balik wajahnya yang berusaha kalem, ada sesuatu yang aneh. Seperti kegembiraan kecil yang tak mau diakui.
Kahyang tersenyum lembut. “Tak apa. Kita bisa mulai mempersiapkan pesta, Nak. Kau ingin konsep seperti apa? Indoor? Garden?”
Sebelum Vexia sempat membuka suara, Rayno berbicara pelan.
“Aku... belum ingin mengadakan pesta.”
Semua kepala menoleh padanya.
Nada suaranya tenang, namun tegas, tak memberi ruang untuk sanggahan.
“Cukup kami sah menjadi suami istri dulu,” lanjut Rayno datar.
Ia menatap Vexia sekilas, lalu menunduk sopan pada yang lebih tua. “Aku ingin kami saling mengenal dulu. Kalau nanti tidak cocok, kami bisa berpisah dengan baik. Jadi... untuk sementara, biarlah pernikahan ini tidak diumumkan dulu.”
Ruang itu tiba-tiba terasa lebih dingin.
Kahyang menatap putranya lama, Mandala mengerutkan kening. Gumilang mendecak pelan, tapi menahan diri.
Rayno menambahkan pelan, “Aku hanya ingin melindungi nama baik Vexia. Kalau nantinya... hal buruk terjadi, dia tidak akan menanggung malu.”
Keheningan merayap, seperti kabut yang menyelimuti semua pikiran.
Lalu Gumilang bersuara, suaranya berat namun terkendali.
“Baiklah, kalau itu niatmu, setidaknya kalian harus menikah sah. Aku akan urus dokumennya.”
Tapi Rayno kembali bersuara, tanpa ragu.
“Tidak perlu, Kek. Kami nikah secara agama saja dulu.”
Gumilang langsung menatapnya tajam.
“Nikah siri?!”
Nada suaranya naik satu oktaf, membuat Kahyang dan Mandala spontan menoleh.
Mandala memukul lututnya, menahan emosi.
“Rayno, kau sadar apa yang kau katakan?!”
Kahyang memejamkan mata, menarik napas dalam. Vexia menatap Rayno, sorotnya penuh tanya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Kepo banget sampai mengecek rekaman lain. Bukan urusan Dani - apa yang terjadi diantara Rayno dan Vexia.
Rayno sekarang silahkan menikmati sikap Vexia yang dingin, tak begitu peduli dengan keberadaanmu.
Istri yang dulu begitu ia abaikan - sekarang mengabaikan Rayno.
Vexia masak di dapur - Rayno tertegun - matanya tak berkedip terpaku melihat tampilan istrinya yang sedang memasak.
Rasain - memang enak makan sendiri.
Vexia sudah makan - pemberitahuan lewat kertas - tak mau bicara sama Rayno.
Hari ini gajian pertama Vexia.
Salah satu staf menanyakan janjinya Vexia yang mau traktir makan setelah gajian.
Vexia bilang tak akan ingkar janji.
Vega semakin sirik ajah.
Vega punya rencana jahat apa ini kepada Vexia.
Yang benar motor sport hitam berkilat atau motor sport merah nih Author 😄.
Dani jadi kepo - menyelidiki Bos-nya yang belakangan ini, sebelum jam kantor berakhir sudah pergi.
Dani mengekor mengikuti mobil Rayno - sayangnya dia tak tahu siapa yang di kejar Rayno. Tak tahu siapa pemilik motor sport.
Rayno, rasakan - Vexia bersikap dingin sekarang.
Dani kaget juga kagum tak percaya - setelah mengecek CCTV kantor ternyata yang membawa motor sport - Vexia.
Tuh kan Rayno jadi kesepian, emang enak makan sendiri, masih untung ga masak sendiri jg.
si Vega itu sangat iri sama Xia...mau main² dengan Vexia lagi kamu di klub...
semoga Vexoa dapat menghindar dari tuk itu dan selamat....seorang Pembalap kamu Xia...pasti bisa menghindar dari bahaya