WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam Bersama
#7
“Mas, jangan pergi!” seru Nada panik, wanita itu berjalan cepat memeluk kemudian Kenzo dari belakang. “Temani aku di sini, mau, kan?” mohon Nada.
“Aku tidak kemana-mana,” jawab Kenzo, masih tertegun menatap sepasang tangan mungil yang kini melingkari pinggangnya.
“Janji, ya?”
Kenzo melepas belitan tangan Nada, “Iya.” Dengan lembut Kenzo menggiring nada kembali ke tempat tidur, wajah Nada masih pucat dan berkeringat. Diam-diam Kenzo muai penasaran dengan masa lalu nada, sepertinya Nada belum bisa lepas dari kenangan buruk masa kecilnya.
“Aku hanya ambil air, lalu kembali lagi.” Nada mengangguk setelah sang suami menjelaskan, ia kembali berbaring sementara Kenzo menyelimuti tubuhnya.
Tak terlalu lama, Kenzo kembali ke kamar setelah memastikan pintu dan jendela tertutup rapat, rumah tua ini terasa sangat dingin ketika malam, kesan angker menyertai karena Bu Ola ditemukan meninggal di rumah ini.
Banyak spekulasi merebak, mengatakan bahwa wanita itu meninggal karena overdosis obat tidur, namun, Nada sebagai satu-satunya saksi, justru tak bisa mengingat apa-apa. Terlebih saat itu ia masih dibawah umur.
Nada sudah terlelap ketika kenz kembali, sebelum berbaring, Kenzo mematikan lampu kamar, hanya lampu teras yang kini menerangi kamar.
Cuaca yang dingin membuat kenzo merapat agar bisa berbagi kehangatan di balik selimut yang kini menutupi tubuh Nada. “Ibu— jangan pergi, kumohon jangan buka pintunya,” isak Nada dalam tidurnya, sepertinya gadis itu kembali bermimpi.
Kenzo memeluk tubuh istrinya, seraya berbisik lembut, “Aku tidak akan pergi, aku disini menemanimu,” bisik Kenzo, dan secara ajaib suaranya mampu menenangkan Nada yang semula gelisah dalam mimpinya.
Malam yang dingin, namun suasana di kamar pengantin baru itu terasa hangat, karena untuk pertama kalinya, Kenzo membiarkan dirinya luluh ikut merasakan kesedihan yang selama ini mengungkung hidupnya yang malang.
•••
Pagi-pagi Kenzo bangun, pria itu sengaja keluar rumah untuk menikmati udara pagi yang sejuk.
“Eh, Sep. Sudah bangun?” Sapa Mang Diman yang kini tengah sibuk melepas ayunan yang kemarin hampir membuat Nada celaka.
“Ini kan sudah siang, Mang. Kabut membuat suasana terasa berbeda.”
“Iya, namanya juga di daerah pegunungan.” Mang Diman bicara tanpa menghentikan aktivitasnya.
Kenzo berpikir, mungkin Mang Diman memiliki informasi yang ingin ia ketahui. “Mang, sudah lama tinggal di daerah sini?”
“Mamang tinggal di sini sejak menikah, Karena Tuan Emir kasih Mamang kepercayaan jadi mandor di kebun teh milik beliau.”
Kenz mengangguk, “Jadi Papa memiliki kebun teh?”
“Iya, Sep. Dulu, kebun teh itu dibeli Tuan, setelah beliau menikahi Almarhum istrinya, kebun itu ia alihkan namanya menjadi milik Dokter Febiola dan Neng Nada.”
“Jadi Mamang juga mengenal Bu Ola?”
“Ya kenal, atuh. Bu Ola orang baik, Sep. Dulu beliau punya klinik pengobatan kecil, dan pasien yang datang ke sana tak perlu merisaukan biaya, karena mereka bisa membayar seikhlasnya,” kenang Mang Diman.
“Banyak yang menangisi beliau ketika mendengar beliau wafat,” imbuh Mang Diman.
“Apa benar, beliau wafat karena bunuh diri?” Selidik Kenzo.
“Siapa yang percaya, Sep. Tanyakan pada semua orang yang tinggal di daerah sini, pasti mereka tertawa bila mendengar berita Dokter Febiola meninggal karena bunuh diri.”
“Beliau terkenal sangat ramah, bahkan penyayang pada semua orang, tak pernah terlihat sedih, walau label perebut suami orang melekat padanya.” Wajah Mang Diman terlihat muram ketika mengenang kembali tentang dokter baik hati tersebut.
“Kenapa tiba-tiba bertanya tentang Dokter Ola?” Tanya Mang Diman.
“Semalam Nada mimpi buruk, sepertinya ia memimpikan peristiwa sebelum Ibunya meninggal.”
“Iya, Sep. Peristiwa itu memang terjadi malam hari, di tengah hujan petir, pantas saja jika Neng Nada masih terbayang-bayang hingga terbawa mimpi.”
“Begitu, ya, Mang?”
•••
Siang harinya, mereka meninggalkan rumah penuh kenangan indah sekaligus kenangan buruk tersebut, Kenz merasa lega, karena Nada seperti tidak terpengaruh dengan mimpi buruknya semalam. Gadis itu kembali ceria, seolah lupa. Namun, Kenzo tahu bahwa trauma itu masih sangat membekas, hingga sering terbawa mimpi.
Tapi nanti saja ia tanyakan, toh masih banyak waktu, sekarang biarkan seperti ini dulu, menikmati indahnya bisa bepergian berdua saja, tanpa memikirkan padatnya jadwal pekerjaan.
Menjelang sore, mereka tiba kembali di rumah Tuan Emir, karena Nada hendak membereskan pakaian serta barang-barang yang akan ia bawa pindah ke rumah Ayah Juna dan Bunda Emira.
Sebenarnya Kenzo ingin membeli rumah sendiri, namun Bunda Emira melarang, karena rumah mewahnya terlalu sepi. Ya sudahlah, Kenzo tak ingin berdebat, ada bagusnya juga, supaya Nada tak kesepian jika ia terlalu lama berada di rumah sakit.
“Malam ini menginap saja di sini,” pinta Papa Emir, ketika Kenzo duduk menemaninya minum teh, sementara Nada dibantu si Mbok membereskan barang-barangnya.
“Em—” Kenzo merasa bimbang, bukan karena enggan, lebih tepatnya malas saja, karena Claudia pun masih tinggal di rumah tersebut. Melihat wajah claudia membuat Kenzo kembali teringat betapa terpuruknya ia di masa lalu, dan kini yang tersisa di hatinya hanya kebencian saja.
“Iya, menginap saja, toh setelah ini Nada juga kamu boyong keluar dari rumah ini.” Tiba-tiba Mama Laura ikut duduk dan bergabung dalam obrolan mereka.
“Baiklah, tapi kami harus pergi besok pagi-pagi sekali, karena ada operasi yang harus Kenzo tangani, Ma, Pa.”
“Ah, syukurlah, sekarang Mama akan minta pada Bibi untuk menyiapkan makan malam spesial.” Mama laura tersenyum penuh maksud, kembali berdiri untuk mengabari para ART yang sedang menyiapkan makan malam.
“Bagus sekali, aku harus menelepon Claudia agar segera pulang dan makan malam di rumah.” Mama Laura seger mengeluarkan ponselnya, guna menghubungi Claudia yang sejak kemarin tidak pulang ke rumah.
“Halo, Ma,” jawab Claudia dengan suara lemah, tubuhnya sangat lelah, karena baru selesai melalui pergulatan panas bersama kekasihnya.
“Kamu di mana?”
“Mama kepo, ada apa, sih?”
“Pasti lagi sama Kanaka,” tebak Mama Laura.
“Iya, lah, memang sama siapa lagi?”
Mama Laura langsung marah mendengar jawaban Claudia. “Kamu itu, dipelet apa, sih, sama Kanaka? sampai nurut begitu, padahal dinikahi juga nggak!”
“Ih, Mama, namanya juga cinta, Ma.”
“Cinta?” cibir Mama Laura.
“Jangan mulai lagi, deh,” jawab Claudia, jengah dengan sikap Mama Laura yang sejak dulu tak pernah menyukai Kanaka.
“Ah, terserah. Sekarang juga kamu pulang.”
“Besok saja, Ma,” tawar Claudia.
“Pulang sekarang! Sebelum Papa nanyain kamu.”
“Ck, selalu saja,” keluh Claudia malas. “Iya, iya, aku pulang sekarang.”
***
Malam datang, dan meja makan sudah terisi dengan beragam hidangan lezat. Nada dan Kenzo sudah duduk di sisi kanan meja, bersama Aric. Sementara di sisi kiri ada Mama Laura dan 1 kursi kosong milik Claudia.
“Papa senang sekali, kita makan bersama malam ini. Anggap saja ini sebagai penyambutan anggota keluarga baru. Iya, kan, Ma?” ujar Papa Emir seolah minta persetujuan istrinya, padahal hari-hari mereka selalu berisi pertengkaran.
“Eh, iya, Pa. Jarang-jarang kita bisa makan malam dengan formasi lengkap,” jawab Mama Laura.
“Kemana Claudia? Kenapa belum pulang juga.” Mama Laura menambahkan.
“Tak usah menunggunya, biasanya juga dia jarang makan di rumah,” gerutu Papa Emir malas.
“Aku datang!”
###
Si Cacing kremi datang 🪱😏
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..