NovelToon NovelToon
Tetangga Iri

Tetangga Iri

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Konflik etika / Keluarga
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Muliana95

Setelah sepuluh tahun berumah tangga, akhirnya Sri Lestari, atau biasa di panggil Tari, bisa pisah juga dari rumah orang tuanya.
Sekarang, dia memilih membangun rumah sendiri, yang tak jauh dari rumah kedua orang tuanya
Namun, siapa sangka, keputusan Tari pisah rumah, malah membuat masalah lain. Dia menjadi bahan olok-olokan dari tetangganya.
Tetangga yang dulunya dikenal baik, ternyata malah menjadikannya samsak untuk bahan gosip.
Yuk, ikuti kisah Khalisa serta tetangganya ...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Debat Antara Ibu-ibu

Besoknya, dokter masuk ke ruangan pasien, untuk memeriksa keadaan pasien dan juga menerima keluhan-keluhan dari pasiennya.

Salah satu diantara mereka ialah Rohani.

Rohani, yang selalu mementingkan gengsi, tidak mau jika satu kamar ramai-ramai. Dia meminta kamar vip pada Amar. Namun, Amar berdalih jika kamar vip penuh. Alhasil, untuk kenyamanan emaknya. Amar, memilih kamar kelas dua, yang mana hanya di huni oleh dua orang saja.

"Ibu makannya harus dijaga ya, lambung ibu udah luka loh," ujar dokter perempuan itu seraya membaca hasil laporan Rohani. "Dan yang paling penting, ibu jangan stress dan juga banyak pikiran," lanjutnya.

"Tekanan darah ibu juga tinggi ya?" lagi dokter bertanya, akan tetapi Rohani malah memalingkannya wajahnya. Enggan menanggapi. "Nanti, makanan yang di konsumsi ibu, harus di jaga ya," ujar dokter yang kini beralih ke arah Amar.

Karen dokter sadar, jika Rohani tidak menyambut baik, niatnya.

Setelah kepergian dokter, kembali Rohani menatap tajam ke arah Amar.

"Kamu sih, gak dengan kata emak. Ucapan dokter itu gak bisa di percaya, masak emak dikatakan lambung, padahal udah jelas-jelas mak di guna-guna ..." hardik Rohani menatap nyalang ke arah Amar.

"Mak, jangan bikin malu," Amar berbisik, takut jika orang disebelah menilai emaknya percaya takhayul.

"Kamu yang bikin malu, udah mak katakan, bawa mak ke mbah sarip, kamu ngeyel," Rohani tidak menghiraukan larangan Amar.

Di kamar yang sama, di ranjang sebelah, di balik tirai, seorang wanita yang umurnya jauh lebih muda dari Rohani, terkikik geli. Apalagi, kala mendengar pasien di sebelahnya membawa-bawa nama Sarip.

Karena mungkin, sebelum Rohani mengenal Sarip. Dia jauh lebih dulu, mengenal lelaki tua itu. Lelaki, yang dulu pernah membawa kesesatan untuk almarhum ibunya.

Sarip, bisa dikatakan orang setengah gila, yang dulunya waktu muda bercita-cita menjadi dokter. Namun, selain kendala di biaya, keluarganya juga tak pernah mendukung cita-cita nan mulia itu.

Alhasil, Sarip mulai mencari ilmu di berbagai kalangan.Dia mulai mempelajari, ilmu pada orang-orang yang dianggap pintar di kalangan terdahulu. Bahkan, Sarip terang-terangan menjadi salah satu anak didik dukun yang terkenal masa itu.

Dan semua itu, di buka oleh adik kandung Sarip. Sehingga, Sarip harus berpindah-pindah tempat untuk ke amanan dan juga agar pendapatannya stabil.

Seperti sekarang, Sarip baru sekitar enam bulan berada di kampung sentosa. Makanya, kebanyak orang-orang disana, belum mengendus akal busuk Sarip.

"Maaf, itu mbah Sarip yang dukun itu ya?" tanya wanita itu seraya membuka tirai. Dia ingin menyelamatkan Rohani, jika bisa.

"Kamu kenal? Pernah berobat disana juga? Memangnya kamu sakit apa? Atau, ada keperluan lain? Jangan-jangan, kamu pakai susuk ya? Makanya, suamimu yang tampan ini mau sama kamu," beruntun Rohani dengan terkikik geli.

Rohani kembali menatap wanita itu dengan suaminya. Dia langsung membandingkan keduanya. Mengganggap jika suami wanita itu salah dalam memilih istri. Karena kulit wanita berwarna hitam, berbanding terbalik dengan sang suami.

"Gak jadi," dengus wanita itu kembali menarik tirai pembatas.

Amar hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Dan Amar langsung pamit keluar pada emaknya, saat melewati ranjang di sebelahnya, Amar menangkup ke dua tangannya, sebagai permohonan maaf.

Suami wanita itu mengikuti langkah Amar, dia memperingatinya agar bisa menasehati Rohani.

"Jangan sampai, karena perkataan ibumu, membuat istriku kepikiran," cetusnya, meninggalkan Amar seorang diri.

"Mak, berhenti buat masalah," gumam Amar menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar rumah sakit.

...****************...

Selama Rohani di rumah sakit, walaupun kunci rumah Rohani, ada padanya, tak sekalipun Tari berniat yang membukanya. Jangankan membuka, berniat kesana pun, Tari tak pernah.

"Abang, aku dengar-dengar bisik tetangga sini, kita dituduh kalo kita guna-guna bu Rohani," Tari membuka suara dengan menggigit bibirnya.

Azhar menoleh sebentar ke arah Tari, "Bawakan semen lagi dik," pinta Azhar, karena sekarang, lagi mengikat batu-bata.

"Abang dengar gak sih?" tanya Tari menyerahkan semen dengan sedikit kasar.

"Ya, mau gimana lagi? Anggap aja kita panen pahala, dari fitnahannya," sahut Azhar tidak mengambil pusing dengan berita yang tersebar.

"Tapi, aku gak terima ... Bahkan, dia menuduhku menanam jampi-jampi di belakang rumah, makanya tadi aku mengajak bu Sur dan beberapa ibu-ibu lainnya untuk ke belakang, dan menggalinya lagi," terang Tari dengan menggebu-gebu.

Azhar tersenyum mendengar penuturan Tari. Bagaimana tidak, tadi saat pulang dari kerja, dia sengaja di panggil bapak-bapak yang ada di warung, dan menceritakan tentang Tari yang menggali kuburan kucing di belakang rumahnya.

Sore hari, Tari di datangi oleh Nurma, adik dari Rohani dan juga beberapa orang lainnya. Termasuk Suryani, tetangga depan rumah Rohani.

Saat itu, Nurma yang baru pulang menjenguk kakaknya tidak terima dengan nasib buruk yang menimpa sang kakak. Makanya, dia mengajak beberapa orang untuk menabrak Tari secara langsung.

Karena niatnya yang sesungguhnya ialah mempermalukan Tari.

Namun, siapa sangka. Yang malu bukan Tari serta keluarganya. Melainkan Nurma sendiri.

Padahal, saat di rumah sakit. Amar berulang kali memperingati bibinya untuk jangan mempercayai emaknya. Begitu juga dengan Juli, dia melarang keras ibunya untuk tidak ikut campur dalam fitnahan yang disampaikan uwak-nya itu.

Flashback beberapa jam yang lalu. Lebih tepatnya di sore hari.

Nurma berteriak memanggil-manggil Tari. Saat itu, Tari yang sedang mengangkat kain di jemuran, sedikit terkejut dan juga heran dengan panggilan Nurma.

Pasalnya, Nurma datang dengan empat orang lainnya. Dan bahkan, suara itu terdengar bahkan saat orang-orang itu, belum terlihat batang hidungnya.

"Tari, memakai ilmu hitam itu dosa besar," Nurma langsung menuding Tari, kala mereka berhadapan secara langsung.

Sari yang mendengar suara ribut-ribut dari dapur langsung berlari keluar dengan tergesa-gesa.

Beuntung, saat itu ayah Tari lagi tidak ada di rumah, beliau sedang ke sawah untuk memotong rumput.

"Ada apa?" tanya Sari dengan degup jantung yang berdebar-debar.

"Aku tahu, memang siapa yang pakai ilmu hitam?" Tari menanya balik.

"Kamu lah, kamu yang mengguna-guna kakak ku kan? Makanya, dia sampai muntah-muntah dan lemah seperti itu, smpai harus di opname," tuduh Nurma menunjuk-nunjuk dada Tari.

"Itu fitnah bu Nur, aku gak pernah pakai guna-guna. Apalagi sampai mengguna-guna bu Rohani," bantah Tari terkejut.

"Halah, alasan ... Buktinya, kata mbah Sarip, dia terkena guna-guna oleh orang terdekat, dan disini hanya kamu kan, yang bermasalah sama kakak ku, lagipula, rumah kalian kan, berdekatan," cerocos Nurma dengan suara keras.

Dua temannya, langsung mengangguk mengiyakan.

"Jangan percaya yang begituan bu, syirik," nasehat Tari.

"Iya, aku juga menasehatinya, tapi malah mereka bilang aku membelamu Tari," sahut bu Sur.

Nurma memutar mata malas menatap Suryani.

"Kemarin, apa yang kamu lakukan di belakang dapur ibumu? Kamu menanam sesuatu kan? Karena kamu tahu, pelet darimu tidak sekuat dulu ... Kamu mengirimkan kakakku, jampi-jampi kan?" tuduh Nurma menyunggingkan senyum sinis.

"Astaghfirullah bu Nur, yang benar?" teriak teman Nurma tak percaya.

"Astaga Tari, percuma kalian salat sehari lima kali, jika perbuatan kalian saja, begitu keji ..." cibir seorang lagi.

"Bu, ibu-ibu ini jangan mudah percaya sama berita seperti ini ... Karena jatuhnya fitnah. Dan fitnah lebih kejam dari pembunuhan," nasehat Sari emosi.

"Halah, gak usah nasehatin kami ... Aku mau, kamu tarik kembali jampi-jampi mu itu. Punya tetangga, kok irian begini," cetus Nurma menatap Tari dari ujung kepala, ke kaki.

"Dari pada debat begini terus, mending kita gali aja ..." cetus Suryani yang mulai jengah.

1
Teteh Lia
selamat untuk bab terbaik na kak... 🥳
Teteh Lia
pasti mak onoh. iri lagi ini... 🙈
Teteh Lia
Mereka kan suami istri, mak... ya tentu saja.. bisa.
Zenun
nah gitu mak, lawan rasa iri
Zenun
lah segala ditanya, karena hasil ehem
Zenun
iya, omelin aja main singkap tudung saji orang😁
Wanita Aries
Syukurlah rohani dh berubah prlahan
Aquarius97 🕊️
cepat sembuh Thor ..
Aquarius97 🕊️
ngamuk Mar ngamukk!
Aquarius97 🕊️
kenapa harus diberitahu sih Mar?
Aquarius97 🕊️
hiiiii selama ini Rohaniii dapat air liur orang gila /Toasted/
Teteh Lia
Tarik napas aja baca omongan emak satu ini... /Grimace/
Teteh Lia
Aku juga nda tahan sama bau balsem atau minyak gosok gitu. mual dan puyeng.
neni nuraeni
mulutnya lakban aja napa,,ga pusing apa Din itu mulut mertuamu nyerocos Mulu kaca burung beo
Wanita Aries
Kena lagi si andin
Teteh Lia
meski sudah berusaha di nasehati. kalau ngeyel mah. susah..
Teteh Lia
nyenyak ya tidur na... apalah aku yang sekali na bangun. susah buat bobo lagi na.. melek lah sampe pagi
Zenun
Aamiin, tentram banget dah😁
Zenun
mamake ngayap dulu ke tetangga
Teteh Lia
tetap ya.. iri na nda bisa hilang.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!