Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Joanna memperhatikan Maximilian sejak tadi, matanya sedikit menyipit.
"Kenapa bocah ini begitu dekat dengan Nona kedua?" batinnya, mencoba memahami hubungan aneh di depan matanya.
Cat yang masih berada di dalam dekapan Maximilian mengerucutkan bibirnya.
"Kakak ipar, tolong lepaskan tanganmu, pinggangku pegal," ucapnya dengan nada datar namun tegas.
Maximilian tersenyum tipis, seakan menikmati rasa kesal gadis itu, lalu perlahan melepaskan genggamannya.
Liu Zhen yang duduk di kursi utama mencoba mencairkan suasana.
"Tuan Zhang, maaf kalau putri saya ini tidak sopan," ucapnya sopan.
Fanny segera menimpali dengan senyum yang dipaksakan, namun nada suaranya terdengar ingin merendahkan.
"Tuan Zhang, jangan disimpan dalam hati. Cat dibesarkan di desa, jadi sifatnya selalu ceroboh dan tidak terdidik."
Cat menoleh pelan, menatap Fanny dengan mata jernih namun penuh sindiran.
"Bibi tidak pernah mendidikku, jadi bukan sepenuhnya salahku," balasnya.
Fanny melirik tajam ke arah Cat, menahan emosi agar tidak meledak di depan tamu.
Ekin melangkah menghampiri Cat, dan membuka suara dengan nada ramah.
"Nona Liu, kita bertemu lagi. Apakah Anda masih ingat denganku?"
Cat mengerjap, lalu menatap pria itu sambil berpikir.
"Ternyata Anda adalah Tuan Asma," ujarnya dengan ceplas ceplos.
Beberapa orang terkejut, bahkan Maximilian mengangkat alis.
Ekin tersenyum ramah
"Namaku bukan Tuan Asma, itu hanya penyakitku. Dan terima kasih karena telah menyelamatkan aku saat itu."
Cat melangkah mendekati Ekin, jaraknya begitu dekat hingga pria itu terlihat gugup.
"Nona, ada apa?" tanya Ekin, suaranya terdengar agak bergetar.
Cat mengamati wajahnya seperti seorang dokter memeriksa pasien.
"Wajahmu cukup segar hari ini, sepertinya kondisimu membaik. Tapi tidak boleh melakukan aktivitas yang berat. Harus jaga kesehatan. Dan… kenapa wajahmu sangat merah? Apakah kamu kepanasan?"
Ekin mengalihkan tatapan, berusaha menutupi rasa canggungnya.
Maximilian yang sejak tadi memperhatikan, merasa darahnya mendidih. Ia langsung menarik adiknya ke samping, lalu berdiri menghadang Cat dengan tatapan tajam.
"Apakah adik ipar sangat suka dekat dengan pria?" tanyanya, nada suaranya jelas menyiratkan cemburu.
Cat menatapnya tanpa gentar.
"Aku adalah tabib, tidak ada salahnya memeriksa kondisinya."
Ketegangan itu terpotong oleh suara Fanny yang berusaha mengalihkan perhatian.
"Makanan sudah dihidangkan, bagaimana kalau kita makan dulu!" ujarnya dengan senyum kaku, meski di dalam hatinya masih menyimpan kekesalan.
Ruang makan
Aroma sup ayam herbal dan daging panggang memenuhi udara. Cahaya lampu gantung kristal memantul di permukaan meja bundar besar yang telah tertata rapi dengan berbagai jenis hidangan: bebek peking, tumis sayuran segar, udang rebus, hingga sup herbal yang mengepul hangat.
Joanna duduk di samping Fanny dan Flora, sikapnya tenang namun penuh wibawa. Di sisi lain meja, Ekin duduk bersebelahan dengan Maximilian, yang kebetulan tepat di samping Cat. Liu Zhen menempati kursi di sebelah Fanny, terlihat berusaha menjaga suasana tetap ramah.
Joanna menatap hidangan di depannya, lalu memuji dengan tulus.
"Tuan Liu, kalian sangat beruntung memiliki dua orang putri yang cantik dan baik."
Fanny tersenyum, namun kalimat yang keluar dari bibirnya terasa seperti pisau bermata dua.
"Flora adalah putri yang anggun dan patuh, sementara Cat lebih muda dan masih harus banyak belajar. Dan butuh waktu untuk mendidiknya."
Cat yang sedang menuangkan sup ke mangkuknya hanya melirik singkat, tak terlalu ambil pusing dengan sindiran halus itu.
Ekin yang duduk berseberangan, tiba-tiba angkat bicara.
"Nyonya, Nona Kedua adalah tabib yang hebat. Keluarga Liu sangat beruntung memiliki seorang putri yang luar biasa."
Suara Ekin terdengar tulus, membuat Cat sempat mengangkat kepala dan tersenyum tipis. Joanna memandang cucunya dengan tersenyum.
"Nenek, Nona Kedua adalah penyelamatku. Aku ingin membalas budi," ujar Ekin dengan nada serius.
Joanna mengangguk pelan, senyumnya mengembang.
"Tentu! Nona Kedua telah menyelamatkan cucu saya, saya harus memberikan hadiah sebagai tanda terima kasih."
Cat menggeleng ringan, matanya tenang.
"Nenek Zhang, tidak perlu. Ini kewajiban saya sebagai tabib."
Di sisi lain, Maximilian yang sejak awal hanya memotong daging di piringnya kini mengangkat kepala. Sorot matanya singkat menatap Cat sebelum bibirnya membentuk senyum samar.
"Nenek, aku akan mengatur hadiah besar untuk Nona Kedua."
Nada suaranya terdengar santai, tapi tatapannya yang tak lepas dari Cat membuat Flora yang duduk di samping Joanna meremas sendoknya lebih erat.
"Kenapa sejak tadi Maximilian memandang dia terus?" batinnya, rasa cemburu membuncah.
Ia mengangkat wajahnya, lalu dengan nada santai yang dibuat-buat, membuka pembicaraan.
"Pa, bukankah Cat akan dijodohkan dengan Tuan Zhou? Bagaimana kalau kita lakukan besok?"
Ucapan itu membuat Cat menghentikan sendoknya di tengah udara. Liu Zhen, yang duduk di ujung meja, mengangguk seolah menyetujui tanpa pikir panjang.
"Benar! Tuan Zhou adalah pria yang dewasa, dia sangat cocok menjadi suami Cat."
Cat menarik napas pelan, lalu meletakkan sendoknya di meja.
"Pa, aku baru delapan belas tahun, dan belum saatnya menikah. Aku masih ingin melanjutkan pekerjaanku sebagai tabib."
Ekin, yang sejak tadi menyimak percakapan itu, ikut menimpali.
"Nona Kedua masih muda, sangat disayangkan kalau berhenti."
Namun Fanny memotong dengan nada dingin yang dibungkus logika.
"Sebagai anak gadis, untuk apa menunda menikah kalau calon suaminya sudah kaya? Lagi pula di usia Cat yang masih remaja, harus ada seorang pria dewasa yang bisa mengawasinya. Dan Tuan Zhou adalah pasangan yang cocok."
Cat menatap Fanny, matanya menyipit sedikit.
"Hanya menyingkirkan aku dengan cara ini? Baiklah, lihat saja nanti," batinnya, menyembunyikan niatnya di balik senyum samar.
Ia lalu berkata dengan nada yang terdengar pasrah namun penuh arti ganda.
"Baiklah, aku setuju. Atur saja jadwal dan tempatnya. Aku akan bertemu dengannya dan tidak akan membuat kalian kecewa."
Maximilian, yang sejak awal hanya diam, menatap Cat dengan ekspresi yang sulit dibaca. Rahangnya mengeras, dan jemarinya yang berada di bawah meja bergerak perlahan. Tanpa peringatan, tangannya mendarat di paha gadis itu, gerakan tiba-tiba yang membuat Cat tersentak kaget.
Pupil matanya melebar, sementara Maximilian tetap berpura-pura tenang sambil menyantap daging di piringnya, hanya bibirnya yang terangkat sedikit, menyimpan senyum tipis yang nyaris tak terlihat.
smgat thor, up bnyk2 dong thor, tq!
thor smngat🫰di tnggu trs ni