--bukan novel Horor--
--bukan novel bertema Mafia--
ini novel bertema Pendekar dan kesaktian jika tidak suka jangan di baca karena akan merugikan author jika kalian membaca tidak selesai. hargai karya orang lain.
***
Adiwijaya Bagaskoro merupakan anak yang selalu di manja kedua orang tuanya yang merupakan seorang demang di desanya. Namun penghianatan terjadi paman Adiwijaya membunuh kedua orang tua Adiwijaya dan mengambil mustika keluarga.
Adiwijaya mengejar Pamannya yang kabur ke dalam hutan hingga Akhirnya Adiwijaya bertemu dengan banyak kera dan seorang petapa sakti yang sulit mati sebelum menurunkan ketiga Ajiannya yaitu Ajian Anoman Obong, Pancasona, dan Ajian Bayu Saketi.
Bagaimana kisah Adiwijaya selanjutnya? dan akankah Adiwijaya mampu membunuh Pamannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba di markas perampok
Waktu berjalan dengan sangat cepat. tengah malah telah tiba, di tengah malam yang sepi ini terlihat seorang gadis yang berlari di kejar para perampok yang telah membunuh keluarganya, kelompok perampok itu di pimpin oleh seorang pendekar bernama Ki Kelabang Wungu, sosok pendekar tua di mana ketika dia mendapatkan darah perawan dia akan semakin kuat.
Ki Kelabang Wungu mengejar gadis bernama Lastri hingga masuk ke dalam hutan yang gelap di mana di sana hanya bisa mengandalkan mata dan cahaya rembulan sebagai penglihatan.
Lastri bersembunyi di balik semak-semak sembari membungkam mulutnya sendiri dengan tangan, berharap tidak di temukan Ki Kelabang Wungu.
Namun sayang sekali bagi Lastri, Ki Kelabang Wungu merupakan sosok pendekar yang memilih indra pendengaran sangat tajam.
Ki Kelabang Wungu bisa mendengar nafas Lastri yang terengah-engah, tanpa basa basi lagi ki Kelabang Wungu menghilang dan tiba di belakang Lastri.
Ki Kelabang Wungu seperti binatang buas dia langsung merenggut mahkota kewanitaan yang telah di jaga Lastri selama 21 tahun.
Sementara Lastri hanya bisa pasrah dia tidak bisa melawan karena dia hanyalah manusia biasa. Selain itu dia juga sangat menyesal karena tidak mengikuti saran kekasihnya Kakang Surya Putra untuk tidak ikut jalan jalan ke Kadipaten Pangker atas undangan sang Adipati, siapa sangka di jalan mereka di rampok oleh kelompok Ki Kelabang Wungu.
Setelah puas menikmati Lastri Ki Kelabang Wungu merasakan kesaktiannya bertambah karena darah perawan Lastri. Ki Kelabang Wungu meninggalkan Lastri yang menangis.
Setelah Ki Kelabang Wungu pergi Lastri langsung berlari dia hendak bunuh diri. Lastri berjalan menelusuri jalanan yang gelap hendak mencari jurang. Tangisan Lastri secara tidak sengaja membangunkan Adiwijaya yang sedang tertidur di atas pohon.
"Hi... itu pasti hantu wanita yang mau menculikku..." Ucap Adiwijaya yang memang waktu kecil dia pernah di culik hantu sehingga trauma sampai sekarang.
Tangisan itu semakin mendekat ke pohon tempat Adiwijaya. Lastri sudah tidak tahan lagi tubuhnya lemas karena permainan brutal dari Ki Kelabang Wungu sebelum ini. Dia menjatuhkan diri di bawah pohon.
"Tunggu dulu! Dia manusia." Batin Adiwijaya. Dia langsung turun dan menghampiri Lastri.
Adiwijaya berusaha membangunkan Lastri namun Lastri tidak kunjung bangun, Adiwijaya pun menggendong Lastri ke sumber air dengan gaya seperti menggendong tuan putri. Adiwijaya menatap dalam wajah Lastri yang mengingatkan Adiwijaya pada mendiang ibunya yang sudah tiada karena di bunuh Pamannya Mahesapati.
***
Waktu berjalan cepat, pagi hari telah tiba.
Di sebuah sungai terlihat Adiwijaya yang menangkap ikan di sungai itu. Setelah sekian lama makan buah akhirnya dia bisa makan ikan. Sementara Lastri masih tertidur.
Adiwijaya membakar ikan yang berukuran sangat besar di pinggir sungai itu, Adiwijaya yakin dia akan betah tinggal di sini karena ada sumber air dan banyak ikan di sini.
"Waktunya makan, ini baru makanan." Ucap Adiwijaya yang akhirnya bisa makan ikan.
Bau harumnya ikan bakar membangunkan Lastri yang masih tertidur. Dia melihat pemuda tampan yang sedang makan ikan sambil merenung.
Lastri mengingat kejadian semalam mengingat betapa brutalnya Ki Kelabang Wungu, Lastri pun menjerit histeris.
Mendengar teriakan Lastri Adiwijaya langsung kaget dia langsung mendekati Lastri, "kamu baik-baik saja?" Tanya Adiwijaya.
"Siapa kamu?" Tanya Lastri sambil mundur kebelakang dia mengira Adiwijaya adalah anak buah Ki Kelabang Wungu.
"Namaku Adiwijaya Bagaskoro, panggil saja Aku Adiwijaya. Nyimas tadi malam kamu jatuh di bawah pohon karena di sana banyak nyamuk aku membawamu kesini." Jawab Adiwijaya.
"Ka--kamu bukan anak buah Ki Kelabang Wungu bukan?" Tanya Lastri.
Adiwijaya mengerutkan dahinya dia tidak kenal siapa Ki Kelabang Wungu, Adiwijaya pun menggelengkan kepalanya.
Melihat Adiwijaya yang sepertinya orang baik Lastri pun bernafas lega, "kalau begitu terimakasih atas pertolonganmu Kisanak, semalam keluargaku di rampok oleh kelompok perampok dan kehormatanku di renggut oleh kakek tua bejat." Jelas Lastri dengan isak tangis.
Adiwijaya langsung menggertakan giginya dan mengepalkan kedua tangannya, perasaannya campur aduk dia marah dan menyesal. Menyesal karena dia tadi malam tertidur sehingga tidak menyadari bahwa ada perampokan di hutan itu. Sementara dia marah karena Lastri yang seperti ini mengingatkan dia pada pamannya yang gemar menodai gadis.
"Sungguh keterlaluan bajingan bejat itu!! Di mana dia akan aku bunuh dia beserta seluruh kelompoknya!" Ucap Adiwijaya dengan geram.
Lastri sedikit terkejut melihat Adiwijaya yang tiba-tiba marah, Namun Lastri tetap menjawab, "di--dia berada di perbatasan Kadipaten Pangker, kisanak. Di sana dia merampok dan menghabisi keluargaku yang berasal dari Desa Banyu Batu."
Adiwijaya mengangguk, "akan aku antar kamu ke desamu Nyimas, akan sangat berbahaya apabila wanita sepertimu berjalan seorang diri." Ucap Adiwijaya.
"Terimakasih Kisanak." Ujar Lastri.
Perut Lastri terdengar kelaparan. Adiwijaya langsung menawarkan ikan bakarnya yang masih banyak dagingnya.
Sementara itu....
Di pagi hari ini Ki Kelabang Wungu berpesta bersama anak buahnya. Kelompok perampok Ki Kelabang Wungu memang sudah sangat meresahkan Kadipaten Pangker dengan menculik dan merampok, bahkan Sang Adipati dan pasukannya tidak bisa mengatasi tindak tanduk Ki Kelabang Wungu dan para anak buahnya.
"Ki, kita dapat banyak sekali harta dari keluarga yang berasal dari Desa Banyu Batu itu, kita butuh waktu berminggu-minggu untuk menghabisinya!" Ucap Salah satu anak buahnya yang tampak begitu senang.
"Haha.... makan dan mabuklah kalian sepuasnya, hari ini aku berhasil mendapatkan darah perawan. Kesaktianmu bertambah! Tidak ada yang bisa mengalahkanku lagi!" Ucap Ki Kelabang Wungu.
Sementara itu dari dalam Hutan Adiwijaya berlari cepat sambil menggendong Lastri, Hingga Akhirnya Adiwijaya dan Lastri tiba di pinggiran perbatasan Kadipaten Pangker.
Di sana terdapat sebuah bangunan yang cukup besar di mana di situlah markas dari kelompok perampok Ki Kelabang Wungu.
Adiwijaya menyuruh Lastri di luar saja menunggu.
"Tunggu saja di sini, Lastri. Akan aku balas mereka semua termasuk bajingan bejat itu." Ucap Adiwijaya sambil menurunkan Lastri dari gendongannya.
Lastri mengangguk.
Tanpa basa basi lagi Adiwijaya langsung melesat, dan langsung mendobrak pintu bangunan itu.
Bang!
Duar!
Pintu itu langsung hancur, terlihat di dalam sana puluhan anak buah Ki Kelabang Wungu yang sedang minum tuak.
"Setan alas!! Cari mati kamu?!!" Teriak salah satu anak buah sambil melotot.
Sring!
Anak buah itu langsung menghunuskan pedangnya dan menyabetkannya ke arah Adiwijaya.
Adiwijaya memiringkan tubuhnya kemudian memegang tangan anak buah itu dan membakarnya dengan Ajian Anoman Obong.
Blar!
Arrrrrgghhhhh!!!
Anak buah itu berlari kesana kemari mencoba memadamkan api yang berkobar di tubuhnya.
Semua anak buah Ki Kelabang Wungu membelalakan matanya.
"Keparat! Dia adalah pendekar terlatih! Hati-hati dia menguasai Ajian tertentu!" Teriak salah satu anak buah sambil menghunuskan pedangnya.
Adiwijaya mengambil pedang yang tergeletak di tanah. Dia menjilat bilah pedang itu dan...
Blar!
Pedang itu terselimuti api.
"Akan aku hanguskan kalian semua!" Ucap Adiwijaya sambil menyeringai.