'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. KHM
...~•Happy Reading•~...
Kedua Bibi bergerak cepat untuk membersihkan pecahan cangkir yang berserakan di lantai. Mereka jadi panik melihat Nathania berdiri tidak bergerak dengan wajah pucat sambil mengepalkan tangan, kaku.
"Non, mari duduk dulu." Bibi memegang lengan Nathania untuk dibawa mendekati kursi. Dia terkejut merasakan lengan Nathania dingin dan gemetar.
Jantung Nathania seakan mau lepas, sebab dia masih trauma dengan bunyi benda pecah, yang pernah terjadi di Mall. Pegangan tangan Bibi pada lengan memanggil kesadarannya, lalu ikut gerakan Bibi berjalan ke kursi untuk duduk.
"Non duduk dulu, lalu minum teh hangat ini." Bibi tidak meletakan cangkir di meja, tetapi di tangan Nathania. Agar bisa menghangatkan tangannya. "Non, mau minum pakai sedok?" Tanya Bibi. Nathania menggeleng sambil memegang cangkir berisi teh panas dengan kedua tangan gemetar, lalu minum perlahan.
Sambil terus memegang cangkir, Nathania berbicara dengan Bibi yang masih mengusap bahunya. "Bibi, tadi aku ngga menyenggol cangkir kakak." Nathania kembali mengulang yang dikatakan tentang cangkir kakaknya. Dia sangat heran, cangkir tersebut bisa jatuh.
"Iya, Non. Mungkin hari ini Non sibuk sepanjang hari, jadi terlalu lelah." Bibi berusaha menenangkan Nathania dari rasa bersalahnya.
"Iya, Bi. Mungkin saya terlalu lelah, jadi lakukan sesuatu di luar kontrol. Untung kakak kembali hari Senin, jadi saya masih punya waktu untuk cari ganti." Nathania menarik nafas panjang dan coba menghibur diri, walau hati kecilnya ragu dan berkata, dia tidak menyentuh cangkir kakaknya.
"Non minum dulu. Habis ini, mandi lalu istirahat. Bibi siapkan makan malam." Bibi berkata kepada Nathania, tapi memberikan isyarat mata kepada Rara untuk menyingkir ke belakang dan jangan berkata apa pun.
Nathania mengangguk dan menghabiskan teh, lalu berdiri sambil ditopang oleh Bibi Sena untuk masuk ke kamar. "Non, mandi air agak panas. Tangan Non sangat dingin." Bibi mengingatkan, karena tangan Nathania masih dingin dan gemetar.
"Iya, Bi. Makasih." Nathania mengunci pintu, lalu masuk ke kamar mandi untuk menyiapkan air mandi. Setelah mandi, dia tidak bisa istirahat. Dia duduk di atas tempat tidur lalu googling, untuk cari cangkir seperti punya kakaknya.
Sampai tiba waktu makan malam, dia belum menemukan cangkir yang sama persis atau pun yang agak mirip. Akhirnya dia menyerah saat mendengar pintu kamar diketok dan terdengar suara Bibi Sena memanggil untuk makan malam.
Nathania keluar kamar dengan langkah lunglai menuju ruang makan. Hatinya sangat sedih, belum bisa temukan cangkir kesayangan kakaknya. Sehingga saat makan, dia tidak menyadari menu apa yang dimakan dan rasanya enak atau tidak.
Dia makan secukupnya, lalu kembali ke kamar untuk mencari tempat menjual cangkir, hingga tertidur dengan ponsel di tangan.
~*
Setelah beberapa waktu tertidur, dia kaget bangun karena nada dering telpon yang lupa disilent. Dengan tatapan nanar dan kesadaran belum terkumpul sempurna, dia merespon panggilan telpon.
"Iya, hallo... Siapa?!" Nathania menyapa dengan suara parau.
"Thania, ini Frans..."
"Frans siapa?!" Tanya Nathania yang masih loading.
"Frans suami kakakmu." Jawab Frans, cepat. Dia menyadari Nathania terbangun oleh panggilan telponnya.
"Oh, iya, Mas Frans. Maaf, aku kaget bangun. Ada apa Mas?" Tanya Nathania setelah menyadari keadaan dan tidak jadi kesal. Dia mengira telpon orang yang minta buka warung.
"Thania, Mas mau kasih tahu, Kak Nike alami kecelakaan...." Ucapan Frans terputus mendengar suara terkejut Nathania.
"Mas Frans, bicara yang jelas. Kakak alami kecelakaan apa dan kakak ada di mana?" Nathania jadi panik, sebab bukan kakaknya yang telpon.
"Ini aku mau kasih tahu...." Ucapan Frans terputus lagi, karena mendengar pintu terbuka dan suara teriakan Nathania.
"Bibiiiii..." Nathania sudah berlari keluar kamar untuk memanggil Bibi, walau belum tahu kecelakaan apa dan bagaimana kondisi Nike.
Bibi tergopoh-gopoh lari dari belakang mendengar teriakan Nathania. "Thania, tolong tenang. Supaya aku bisa kasih tahu." Nathania makin panik mendengar suara Frans bergetar.
"Iya, Mas. Maaf... Bagaimana keadaan Kak Nike?" Nathania masih berpikir hanya kecelakaan biasa, sebab Frans masih bicara dengannya.
"Nike jatuh dari tangga villa. Karna cuaca lagi buruk dan hujan gerimis, tangga jadi licin. Kakakmu berlari keluar, kepleset dan jatuh." Frans coba menjelaskan.
"Aah, kakak. Ceroboh sekali." Nathania jadi gusar mendengar penjelasan Hans.
Tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi. Sontak Nathania melihat jam dinding, belum lagi jam empat pagi. Dia memberikan isyarat agar Bibi melihat siapa yang membunyikan bel rumah.
"Lalu sekarang kakak ada di mana, Mas? Apa kakak terluka?" Nathania tidak berani bertanya, tentang patah tulang atau cedera lainnya. Jantungnya berdegup sangat kencang, sehingga cari pegangan dan duduk.
Nathania terkejut melihat Bibi masuk ke dalam rumah bersama Didit dan Magda, dua teman baik kakaknya. Lututnya jadi gemetar, hingga lupa sedang telpon.
"Thania, bicara dengan siapa?" Tanya Didit sambil berjalan cepat mendekati Nathania.
"Mas Didit, ini dengan Mas Frans. Katanya, Kak Nike alami kecelakaan." Nathania menjawab dengan suara bergetar.
Sontak Didit berlari mendekati Nathania, lalu menyambar ponsel yang sedang dipegangnya. "Magda, temani Thania." Didit memberi instruksi.
"Frans, urus saja di situ. Nanti kami yang bicara dengan Thania." Didit bicara cepat dan langsung menutup telpon, lalu letakan begitu saja di atas bufet.
"Sebenarnya, ada apa Mas Didit, Kak Magda? Apa Kak Nike alami kecelakaan para?" Tanya Nathania yang belum menyadari keadaan, walau heran melihat kehadiran kedua teman kakaknya di pagi buta.
"Magda, bicara dengan Thania. Aku mau beritahu yang lain." Didit berkata cepat sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya.
Magda menarik kursi untuk duduk di depan Nathania lalu memegang tangannya yang dingin dan gemetar. "Begini, Thania. Kami dapat info dari Frans, Nike alami kecelakaan. Dia jatuh di tangga villa. Walau sudah dibawa ke rumah sakit, tapi tidak tertolong...." Penjelasannya terputus karena suara Nathania.
"Apaaa...?! Maksud Kak Magda, Kak Nike tidak tertolong, berati sudah ngga ada? Sudah meninggal?" Nathania bertanya dengan suara terputus-putus.
Jantungnya berdetak kuat dan mulai menangis. Dia bisa menebak dan makin yakin kebenaran berita dari wajah Magda dan Didit yang sangat sedih dengan mata berair dan merah.
Magda mengangguk kuat sambil menahan tangis. Sontak Nathania berteriak memanggil nama kakaknya berulang kali dengan hati hancur. "Kak Nike... Mengapa tinggalin aku sendiriii..." Nathania menangis meraung-raung tidak terkendali. Sehingga Magda harus memeluk erat agar tidak jatuh.
Ketika tidak terdengar suara tangisan Nathania, mereka semua panik. "Bibi, mana kamar Thania? Tolong buka pintunya." Didit berkata cepat sebab menyadari Nathania tidak sadarkan diri. Magda dan Didit mengangkat Nathania dari kursi lalu mengikuti Bibi yang sudah membuka pintu kamar.
"Bibi, ambil minyak kayu putih." Didit bertindak cepat, agar tidak terjadi sesuatu dengan Nathania. Dia sangat khawatir melihat wajah Nathania pucat dan terasa dingin, juga denyut nadinya sangat lemah.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
semangat Raymond❣️