Alseana, penulis muda berbakat yang masih duduk di bangku SMA, tak pernah menyangka kehidupannya akan berubah hanya karena sebuah novel yang ia tulis. Cerita yang awalnya hanya fiksi tentang antagonis penuh obsesi, tiba-tiba menjelma nyata ketika Alseana terjebak ke dalam dunia ciptaannya dan menjadi salah satu tokoh yang berhubungan dengan tokoh antagonis. Saat Alseana masuk kedalam dunia ciptaannya sendiri dia menjadi Auryn Athaya Queensha. Lebih mengejutkan lagi, salah satu tokoh antagonis yang ia tulis menyadari rahasia besar: bahwa dirinya hanyalah karakter fiksi dengan akhir tragis. Demi melawan takdir kematian yang sudah ditentukan, tokoh itu mulai mengejar Alseana, bukan hanya sebagai karakter, tapi sebagai penulis yang mampu mengubah nasibnya. Kini, cinta, kebencian, dan obsesi bercampur menjadi satu, membuat Alseana tak tahu apakah ia sedang menulis cerita atau justru sedang hidup di dalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersama
Hari senin begitu cepat berlalu hingga tak terasa perayaan ulang tahun Auryn sudah terlewat dua hari, namun banyak hal yang berkesan dan membekas di murid QIHS.
Mereka bahkan membuat petisi untuk ulang tahunnya di perpanjang saja sampai masuk bulan depan, tentu saja hal itu tak mungkin disetujui oleh pihak sekolah dan tuan Marava.
Dan kini Auryn dan sahabat-sahabatnya sedang menikmati hidangan makan siang di kantin, mereka memesan banyak makanan karena hari ini Erzabell yang ingin mentraktir mereka dan tentu saja Zamora dan Auryn senang, kapanlagi makan gratis.
"Lo pas malam kemarin ulang tahun kemana Ryn? Gue liat lo gak sampai akhir acara dan orang tua lo juga ga ada." Tanya Zamora sambil memakan pasta miliknya.
"Gue gak enak badan." Ucap Auryn dengan singkat, karena tak ingin pertemuannya dengan Fredo diketahui orang lain.
"Tapi, bukankah hari ini pesta perayaan ulang tahun lo dengan kolega papa Marava, kenapa lo malah masuk sekolah. Kalo gue sih milih untuk bersantai di rumah."
"Hm, ini acara papa gue dengan kedok ulang tahun gue."
Erzabell dan Zamora yang mendengar itu tertawa terbahak-bahak, karena benar ucapan Auryn jika ulang tahun mereka pasti digunakan untuk acara keluarga mereka, entah membangun bisnis atau reuni antar orang tua.
"Ucapan lo bener juga, tahun lalu ulang tahun gue juga gitu. Entahlah ulang tahun nanti, tapi sepertinya tahun ini ulang tahun termegah elo yang pegang karena melibatkan seluruh sekolah." Ucap Erzabell dengan tertawa.
"Itu sangat memalukan, bahkan gue dua hari gak keluar rumah gara-gara membuka kado dari setiap siswa disini." Keluh Auryn.
"Hahaha, itu masih belum seberapa biasanya relasi papa Marava pasti lebih banyak dan mewah."
"Gue jual aja kali ya?"
Mereka semua tertawa dengan sedikit keras, hingga penghuni sekolah juga ikut penasaran dengan apa yang sebenarnya geng itu bahas karena mereka terlihat asik dan bebas.
Namun mendadak suara tawa itu langsung senyap dan sunyi.
Terlebih Auryn yang langsung diam membeku saat pria yang ingin ia hindari tiba-tiba duduk di sebelahnya.
"E-eh, Fredo? A- Apa suara kita mengganggu ketenangan lo? "Tanya Zamora dengan sedikit takut, semua penghuni sekolah ini memang sangat takut terhadap Fredo yang terkenal tak pandang bulu bahkan tahun sebelumnya dia pernah memukul siswa perempuan karena terlalu berisik di depannya.
Hingga sejak saat itu jika Fredo ada maka semua akan diam.
Fredo tak menjawab pertanyaan dari Zamora karena matanya kini fokus pada Auryn.
Auryn yang merasa suasananya cukup tak enak langsung berdiri menarik tangan Fredo, karena ia tak ingin mengganggu siswa lain dan tak ingin menjadi pusat perhatian lebih dari ini.
Fredo yang ditarik bukannya marah atau bagaimana, ia malah mengikuti seakan bocah yang penurut namun tetap saja matanya menatap dingin Auryn.
Saat sudah sampai di taman yang sepi, Auryn melepaskan tautan tangannya dengan Fredo lalu menatap cowo itu dengan keberanian yang ia miliki.
"Apa yang lo butuhin? jangan ganggu gue saat di sekolah, karena lo gak mungkin men*nggal di sekolah." Ucap Auryn dengan serius, bahkan sekarang ia bisa berani menyebutkan kata lo-gue diantara mereka yang sebelumnya tidak bisa karena saking takutnya pada cowo di depannya ini.
Fredo mengangkat alisnya dan raut wajahnya mengeras, bahkan Auryn tak tahu apalagi kesalahannya, ia memang berjanji untuk menghindarinya dari kem*tian tapi bukankah dia tak seharusnya mengganggunya setiap saat karena ia pasti akan datang saat dia dalam keadaan berbahaya.
"Jangan panggil lo gue saat lo berada di dekat gue!" Ucap Fredo dengan dingin.
Auryn menaikkan alisnya.
"Jangan lupakan gue bisa b*n*h lo sekarang, bahkan gue tahu disekitar lo ada dua penjaga bayangan tapi gue gak takut dengan mereka, bahkan gue bisa b*n*h mereka sekaligus." Ucap Fredo dengan smirknya.
Auryn menelan ludahnya secara kasar.
"Y-yaudah apa mau L- ehh kamu."
"Karena gue gak tau secara lengkap cerita lo, maka lo harus selalu berada di dekat gue. Gue gak mau tau, mulai sekarang lo selalu pulang dan berangkat bareng gue!"
Auryn terkejut mendengar itu, bagaimana bisa ia pulang dan berangkat bareng cowo macam dia. Bisa aja dia diculik dan diperk*sa oleh cowo ini, karena bahkan dia sendiri tak tahu apa isi pikiran tokoh buatannya ini. Dia terlalu tertutup dan tak mudah ditebak.
"Tapi aku gak punya helm dan aku takut rambut aku lepek. Jadi sorry ya Fre." Ucap Auryn menolak dengan santai lalu dia ingin beranjak pergi, namun tangan Fredo menariknya ke posisi semula hingga Auryn oleng dan menabrak dada bidang Fredo.
Ia terkejut dengan itu hingga ia menatap Fredo tak percaya.
"Terpesona, heh?" Ucap Fredo dengan nada mengejeknya karena Auryn menatap Fredo dengan lama.
Auryn yang sadar buru-buru menjauh dari Fredo.
"Gue pake mobil, ga ada alasan buat lo nolak gue. Atau mau gue sebarin jika lo yang membuat hidup Erzabell tersiksa gara-gara cerita lo?! Apa dia akan membenci lo juga?" Ancam Fredo dengan senyum miring terpasang di wajah tampannya.
Auryn yang diancam seperti itu hanya bisa pasrah dan hanya bisa menuruti kemauan sang antagonis.
"Ya aku bareng kamu, udah kan? aku boleh pergi?" Tanya Auryn dengan kesal.
"Bagus. Pulang sekolah gue tunggu di parkiran." Ucap Fredo lalu pergi meninggalkan Auryn disana.
Auryn pun hanya menghela nafasnya, lalu pergi dari taman tersebut yang kebetulan bel masuk sudah berbunyi.
"Ryn, lo gapapa kan?!" Zamora paling heboh saat Auryn masuk kelas, karena dirinya dan Erzabell sangat khawatir dengan keadaan Auryn yang bersama dengan Fredo.
"Gue gapapa, hanya masalah biasa." Ucap Auryn meyakinkan sahabatnya itu.
"Sumpah, gue takut banget lo kenapa-kenapa. Tadi gue sempet cari lo dan cowo itu tapi kita ga nemuin lo. Plis, jangan dekat-dekat dengan dia mulai sekarang." Ucap Zamora dengan serius.
Auryn meringis dalam hatinya, andai saja Zamora tau jika sekarang hidupnya akan berada di bayang-bayang Fredo.
"Gue pernah denger tapi lo jangan bilang siapa-siapa." Bisik Zamora dengan pelan saat berada di kelas ini, karena dia takut jika ada yang mendengar dan melaporkannya.
Auryn hanya mengangguk saja.
"Gue pernah denger dari kakak kelas sebelumnya saat kita masih kelas sebelas, Dia pernah bun*h orang di gang deket sekolah dan jasadnya ditemukan di tong sampah dengan potongan tubuh yang tak lengkap. Sumpah sejak itu gue yang semula biasa aja sama Fredo langsung takut setengah mati. Jadi lo jangan pernah mencari gara-gara sama tu cowo, okey?"
Auryn hanya mengangguk kaku dan tersenyum yang dipaksakan.
Walaupun ia sudah tahu bagaimana sadisnya Fredo, tapi ia semakin takut saat mendengarkan cerita Zamora.
"Selamat siang anak-anak." Seorang guru akhirnya tiba di kelas untuk mengajar.
Membuat Zamora yang tadinya duduk menghadap Auryn merubah posisinya menghadap depan.
Dan Auryn hanya melamun saja, ia tak fokus mendengarkan pelajaran siang ini.
......................
Byur!
Suara air jatuh ke tubuh seorang gadis membuat gadis lain yang juga berada disana tertawa dengan terbahak-bahak.
"Hahaha, makan tuh air got! Lo emang pantes dengan bau tikus seperti ini, jangan sok cantik dan merasa lo menang lawan gue gara-gara lo bisa diperhatikan oleh Haizar! Haizar adalah calon tunangan gue jadi jangan sok akrab sama dia b*tch!" Erzabell mencengkeram kuat dagu Gisella yang kini sedang basah kuyup akibat siraman air got yang dilakukan oleh Erzabell.
Mereka sekarang berada di toilet wanita sehingga tak ada siapapun disana kecuali mereka.
"A-apa yang lo lakuin, Haizar yang lebih tertarik dengan gue. Jadi jika lo kurang menarik jangan salahin gue." Ucap Gisella dengan berani.
Plak!!
"Lo yang kegatelan anjing! lo tahu jika Haizar udah punya calon tunangan tapi lo cari muka di depannya. Apa Naren bagi lo kurang! apa karena Naren lebih tertarik dengan sahabat gue jadi lo mau nikung tunangan gue!" Erzabell berkata dengan marah.
Gisella memegang pipinya yang ditampar oleh Erzabell tadi.
Gisella terkekeh, ia melihat Erzabell dengan tajam.
Lalu ia mulai menampar dirinya sendiri bahkan kepalanya dibenturkan sendiri di dinding kamar mandi tersebut hingga berdarah.
Erzabell terkejut dan berusaha menghentikan perbuatan Gisella itu di depannya, hingga terlihat dimata orang lain jika Erzabell yang berusaha membenturkan kepala Gisella walaupun sebenarnya ia berusaha untuk menghentikannya.
Hingga pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dengan keras.
BRAK!
"ERZABELL! GISELLA!!!" Suara itu adalah suara Naren.
Erzabell yang melihat jika geng Stofor tiba-tiba masuk kamar mandi menjadi bergetar.
"T-tidak B-bukan aku yang melakukannya! dia sendiri yang membenturkan kepalanya sendiri di tembok!" Teriak Erzabell membela dirinya, namun siapa yang percaya?
Bruk!
Tiba-tiba tubuh Gisella langsung ambruk, membuat Gisella terkejut dan memundurkan tubuhnya satu langkah.
Naren segera membopong tubuh Gisella untuk dibawa ke UKS.
Namun sebelum pergi Naren menatap tajam Erzabell "Jika dia kenapa-kenapa gara-gara lo, maka hidup lo ga akan tenang setelah ini!" Ucap Naren dengan dingin lalu pergi dari sana.
"Naren, bukan gue yang lakuin! Haizar bukan aku, aku gak mungkin setega itu. Kamu percayakan?" Tanya Erzabell dengan wajah melasnya sambil memegang tangan Haizar untuk memintanya percaya padanya.
Semua geng Stofor menggeleng pelan seakan mengatakan jika Erzabell sudah keterlaluan, hingga mereka pergi dari sana meninggalkan Haizar dan Erzabell sendiri di toilet tersebut.
"Haizar, aku berani bersumpah! bukan aku yang membuat cewe murahan itu terluka."
Brak!
Tiba-tiba Haizar menutup pintu toilet tersebut dengan keras, Erzabell yang melihat itu langsung mundur menjauh dari Haizar yang sekarang menatapnya sangat tajam lebih dari biasanya yang membuatnya bergetar ketakutan.
"Haizarrr, A-apa yang Argggghhh"
Haizar mencengkeram leher Erzabell dengan sangat kuat hingga seakan ia ingin mematahkan leher gadis di depannya tersebut.
"Lo udah ngelewatin batas kesabaran gue Erzabell!" Ucapnya dengan nada sangat dingin dan semakin mencengkeram leher Erzabell lebih kuat hingga Erzabell tak mampu mengeluarkan suara sedikitpun.
Mata Erzabell mulai menetes, ia hampir kehabisan napas namun Haizar seakan tak peduli dengan kesakitannya itu.
"Jangan melakukan hal bodoh jika lo gak mau m*ti di tangan gue! Jangan sentuh Gisella atau lo berurusan langsung dengan gue!!"
Haizar langsung menghempaskan tubuh Erzabell begitu saja hingga gadis itu terjatuh dan menabrak dinding keras toilet tersebut.
Erzabell terbatuk-batuk sambil menangis, dadanya sangat sakit bahkan nafasnya sesak hingga tersengal-sengal.
Haizar tak menghiraukan Erzabell dalam keadaan seperti itu, ia lebih memilih pergi menemui Gisella yang sedang terluka.
Erzabell menangis sejadi-jadinya di toilet tersebut hingga Auryn yang berlari menghampirinya disana.
"Erzabell! lo gapapa kan? mana yang sakit? kita pulang ya?" Tanya Auryn dengan khawatir.
Erzabell tak menjawab, ia memegang dadanya yang begitu sesak dan menangis sejadi-jadinya.
Auryn yang melihat itu memeluk sahabatnya tersebut dengan erat, ia ikut menangis.
"Maaf, maafkan gue Bell. Maaf." Auryn selalu mengucapkan kata itu sambil memeluk erat tubuh Erzabell yang masih bergetar karena sedang menangis.
"S-sakit Ryn, dada gue sakit." Erzabell mengucapkan itu dengan lirih, air matanya semakin deras mengalir.
Auryn ikut menangis dalam diam, ia baru mengingat kejadian ini akan dialami oleh Erzabell karena dia membully Gisella hingga tokoh utama itu terluka di bagian kepalanya.
Saat tadi berada di kelas dan mengingat itu, tanpa pikir panjang ia berlari tak memperdulikan guru yang berada di kelas saat mengajar tadi.
Namun ternyata ia terlambat, Erzabell sudah membully Gisella dan dia yang berakhir seperti ini akibat Haizar yang lebih memilih Gisella.
Tiba-tiba Auryn melihat Fredo yang berada di depan pintu dengan menyilangkan kedua tangannya dengan tenang dan menyandarkan tubuhnya dengan santai.
"Fredo?!" Auryn terkejut melihat dia disana.
Tapi rasa terkejutnya tergantikan dengan senyum yang merekah.
"Fredo, boleh aku minta tolong? anterin Erzabell pulang ya?!"
Fredo menaikkan alisnya sebelah dan Erzabell mencengkram kuat lengan Auryn.
Auryn yang dicengkram kuat oleh Erzabell melihat ke arah gadis itu. Erzabell menatap Auryn dengan menggeleng kepalanya dengan kuat seakan dia tidak mau pulang bersama dengan cowo itu.
"Aku juga ikut, jadi boleh kan?" Tanya Auryn dengan memohon kepada Fredo.
"Hm." Jawaban singkat itu yang diberikan oleh Fredo yang membuat Auryn tersenyum merekah.
Ia pun membantu Auryn untuk berdiri dan berjalan menuju ke parkiran sekolah anak IPS.
Auryn dan Erzabell pun masuk ke dalam mobil hitam milik Fredo di kursi penumpang dengan tenang, walaupun Auryn masih sedikit takut dengan cowo itu namun rasa itu sedikit berkurang dan menurutnya Fredo tak semenakutkan itu untuk dimintai tolong dalam keadaan seperti ini.
"Gue bukan supir." Ucapnya saat Auryn dan Erzabell duduk di bagian kursi penumpang.
"Tapi aku gak bisa nyetir dan Erzabell tak mungkin buat nyetir." Ucap Auryn dengan bingung.
"Lo duduk di samping gue!" Cowo itu berkata dengan ketus yang membuat Auryn kesal lalu keluar dari mobil dan duduk di samping Fredo.
Setelah Auryn sudah duduk, Fredo mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Dimana rumah lo?" Tanya Fredo pada Erzabell yang hanya diam saja.
"Perumahan permata indah, lo tau perumahan elit itu kan?" Tanya Auryn, karena ia tahu alamat rumah Erzabell walaupun ia belum tahu letaknya dimana karena itu ia tulis di dalam ceritanya.
Fredo mengangguk singkat lalu mereka semua terdiam, tak ada yang membuka suara sedikitpun bahkan Erzabell yang biasanya cerewet menjadi pendiam.
Setengah jam mereka akhirnya sampai, Auryn pun segera turun dari sana dan membantu Erzabell keluar dari mobil dan masuk ke dalam mansionnya.
Fredo hanya diam di mobil hingga tak berapa lama Auryn keluar lagi dan masuk ke dalam mobil Fredo.
"Sekarang puas kan lo liat tokoh lo tetap pada garis takdir yang lo buat?" Ucapan Fredo yang pedas itu membuat Auryn hanya menghela nafasnya dengan pelan.
"Aku juga gak tau kalau kalian itu hidup, Aku kan cuma penulis dan kerja buat cari uang."
"Jadi lo mengorbankan nyawa gue cuma demi uang yang paling tidak seberapa itu?!"
Auryn yang mendengar nada kesal dari Fredo pun hanya tersenyum hingga giginya terlihat dengan jelas.
"Perlu digaris bawahi lagi, jika aku gak tau kalian itu hidup."
"Ck, gue bun*h juga lo."
Auryn hanya diam saja tak menanggapi ucapan dari Fredo tersebut, seakan kalimat bunuh membunuh itu sudah biasa di telinganya sehingga ia tak merespon terlalu berlebihan seperti dulu.
"Pulang atau kembali." Tanya Fredo dengan dingin.
"Pulang ajalah, aku malas ketemu pak botak." Ucap Fredo dengan santai lalu memejamkan matanya seakan ingin tidur dalam perjalanan pulangnya.
Fredo pun hanya diam lalu mengantarkan gadis itu pulang ke rumahnya.
Auryn hanya ingin istirahat sebentar, setelah ini akan ada hal buruk lain yang akan dihadapi oleh Erzabell dan ia harus memutar otaknya agar gadis bucin itu tak terpedaya dan jatuh dalam jurang yang sama.
Mentalnya sedikit terkuras mengatasi hal ini, bahkan dirinya sendiri belum menemukan jalan keluar.