NovelToon NovelToon
Istri Yang Ternistakan

Istri Yang Ternistakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mafia / Selingkuh / Pernikahan Kilat / Penyesalan Suami
Popularitas:974
Nilai: 5
Nama Author: F A N A

Menjadi istri tapi sama sekali tak di anggap? Bahkan dijual untuk mempermudah karir suaminya? Awalnya Aiza berusaha patuh, namun ketidakadilan yang ia dapatkan dari suaminya—Bachtiar membuat Aiza memutuskan kabur dari pernikahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak mudah, Bachtiar tak semudah itu melepaskannya. Bachtiar seperti sosok yang berbeda. Perawakan lembut, santun, manis, serta penuh kasih sayang yang dulu terpancar dari wajahnya, mendadak berubah penuh kebencian. Aiza tak mengerti, namun yang pasti sikap Bachtiar membuat Aiza menyerah.

Akankah Aiza bisa lepas dari pernikahannya. Atau malah sebaliknya? Ada rahasia apa sebenarnya sehingga membuat sikap Bachtiar mendadak berubah? Penasaran? Yuk ikuti kisah selengkapnya hanya di NovelToon!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter —7

“Dasar wanita bereng sek! Kau mau buat aku hipertensi ya?”

“Kau sudah berniat membunuhku dengan masakan asinmu itu, Aiza. Sekarang jangan salahkan aku jika berbuat kasar padamu! Kau harus mendapatkan hukuman yang setimpal, agar dikemudian hari kau faham jika aku tidak suka dikhianati!”

“Dasar wanita kotor! Menyesal aku sudah menikahimu. Kau itu benar-benar menjijikkan sampai membuat sangat marah setiap kali melihatmu!”

Dhhaaakk!!

Byuurrr!

“Ini akibatnya karena kau sudah berani main-main denganku, Aiza. Bahkan apa yang kau dapatkan hari ini sama sekali belum sebanding dengan rasa sakit hatiku. Hari ini aku masih baik melepaskanmu, tapi tidak untuk lain kali. Jika kau berani bertingkah, maka aku nggak akan segan menghabisimu!”

Aiza menangis. Lengkingan suara Bachtiar, mimik wajah yang penuh amarah membuat wanita muda itu gemetar. Duduk meringkuk di pinggir kolam, menutupi wajahnya. Tidak berani menatap mata Bachtiar yang menyala seolah siap membakarnya hidup-hidup.

Hardikan, cacian, hinaan segala angkara murka terus keluar dari mulut suaminya. Membuat Aiza semakin enggan mengangkat wajah. Bahkan kini berusaha menyamarkan indera pendengar, agar tak mendengar semua cercaan yang dilontarkan Bachtiar.

“Kenapa takut?”  Sebuah telapak tangan halus tiba-tiba saja mengusap pucuk kepala Aiza. Suaranya terdengar lembut, juga usapannya membelai lembut rambut Aiza. “Ada aku, berdirilah. Sekarang kau tidak perlu merasa takut lagi karena ada aku di sampingmu.”

Tangan itu kemudian menarik lengan Aiza. Mengangkat wajah sendu wanita malang itu. Aiza yang sedari tadi menunduk menyembunyikan wajahnya pun kemudian mendongak, memandang ke arah sang pemilik suara lembut namun dominan yang berdiri tegak dihadapannya.

Silau. Cahaya itu mengaburkan pandangan Aiza. Membuat wajah sosok tegap yang berdiri dihadapannya itu jadi samar. Tapi Aiza terus berusaha memperhatikan sosok tersebut, dengan harapan bisa sedikit mendapatkan rupa dari pria itu. Akan tetapi tiba-tiba saja kedua lengan Aiza ditarik kuat—membuat sosok itu menghilang dari pandangannya.

Dan,-

Byuuurr!

“Dasar pemalas!” teriak Kamariah tepat di sisi daun telinga Aiza.

Suara itu membuat Aiza terjaga, juga wajahnya yang basah membuat gadis itu bangun dengan gelagapan.

“Cepat, bangun sekarang! Atau aku akan menyirammu lagi dengan air comberan!” teriak Kamariah lebih kencang dengan sorot mata nyalang.

Kamariah semakin menarik kedua lengan Aiza, sampai sang menantu terduduk dari tidurnya. Lalu Kamariah mendorong Aiza ke lantai, membuat wajah Aiza mencium lantai.

Buuukkk!

“Akhhha!” Aiza meringis. Ia memegangi hidungnya yang terasa sakit. Kemudian berbalik ingin bangkit. Akan tetapi tendangan tiba-tiba Kamariah membuat Aiza kembali terjerembab ke lantai.

Dhuuuuaaakkk!

Tepat pada dada, dan itu sempat membuat Aiza kesulitan bernapas. Namun Kamariah bukannya merasa iba, ia malah mencekik leher Aiza dengan sorot mata nyalang.

“Makanya, kalau disuruh bangun langsung bangun. Jadi nggak sampai seperti ini kan jadinya?!” Suara Kamariah terdengar penuh geraman.

Aiza tak menjawab. Ia masih memegangi dadanya. Sangat sakit, tapi Aiza berusaha mengatur pernapasannya. Hingga kemudian hembusan napasnya kembali normal, dan Aiza bisa kembali bernapas lega.

“Ck, masih belum bangun juga?!” Kamariah berkacak pinggang. Sorot matanya semakin nyalang tak menaruh iba pada Aiza yang kesakitan akibat ulahnya.

Wanita paruh baya itu kemudian kembali menendang satu lutut Aiza . Menggapai kedua lengan menantunya itu ditarik paksa, berusaha agar Aiza segera berdiri dari lantai.

“Jangan manja! Baru ditendang pelan seperti itu saja sudah mengaduh sakit. Gimana jika aku menyirammu dengan air panas? Aku rasa kau akan langsung kejang-kejang dan meninggal di tempat!” sembur Kamariah  sama sekali tak berbelas kasih.

Aiza menangis. Apa yang dilakukan Kamariah sangat menyakiti dirinya. Lagi-lagi bukan hanya fisik, tapi juga hati. Membuat Aiza terisak dalam kesakitannya. Tak ingin Kamariah semakin marah,  Aiza berusaha bangkit dari lantai. Dengan gemetar ia berdiri dihadapan sang mertua.

“Diam!” sentak Kamariah. Wanita paruh baya itu kemudian melempar bantal, yang mengenai tepat di wajah Aiza.

‘Puuukk!’

Aiza tak melawan. Lagi-lagi ia hanya bisa pasrah menghadapi ibu mertua. Sementara Kamariah merasa kesal dengan tangisan Aiza, dan menyuruhnya kembali diam. “Diam! Hentikan tangisanmu. Jika tidak maka jangan salahkan aku jika melakukan hal yang lebih kasar padamu!”

***

Kamariah tertawa. Dalam duduknya ia tampak bahagia melihat penderitaan Aiza. “Kau lihat sendiri kan, Nurma? Sebentar lagi Mama yakin gadis miskin itu akan menyerah, dan memilih keluar dari rumah ini.” Kamariah berbicara sembari menonton Aiza yang sedang mengelap seluruh permukaan perabotan yang ada di dalam rumah itu.

Nurma menarik garis senyumnya. Ia memandang lurus ke arah Aiza dengan ekspresi datar. “Hmm… kenapa aku nggak yakin ya?” ucap Nurma, yang membuat Kamariah mengerutkan dahi.

“Maksudmu?”

Nurma tersenyum. Ia memandang Kamariah dengan ekspresi manis. “Aiza itu nggak selemah yang kita kira, Ma. Lihat saja, bagaimana Mama juga Bang Bachtiar memperlakukan nya. Anak itu masih terus bertahan.”

“Nggak akan!” Kamariah menggebrak meja. Bagaimanapun, ia akan terus mencari cara agar Aiza bisa segera keluar dari rumah itu, dan sepertinya jalannya akan mudah mengingat Bachtiar yang sudah tidak menunjukkan kepekaan terhadap Aiza.

Nurma kembali tersenyum. Ia sama sekali tak menentang keinginan itu. Penderitaan Aiza merupakan hiburan tersendiri untuknya. Nurma memang bersikap baik di depan Aiza, tapi bukan berarti ia mendukung wanita itu untuk menjadi kakak iparnya.

Bahkan Nurma beranggapan, Aiza sama sekali tidak pantas bersanding dengan Bachtiar.

Di tengah pembicaraan itu, tiba-tiba saja benda pipih canggih milik Kamariah bergetar. Nurma mengerling ke arah ponsel yang tergeletak di meja, lalu melihat nama Bachtiar tertera di sana.

“Ma, Kak Bachtiar nelpon tuh.” Nurma menunjuk ke arah ponsel Kamariah dengan dagunya.

Melihat Bachtiar yang sedang menelepon, Kamariah buru-buru mengambil ponsel yang tadi ia geletakkan di atas meja, kemudian menjawab panggilan tersebut.

“Iya sayang, ada apa?” ucap Kamariah membuka pembicaraan.

“.…”

Kamariah memicing. Sorot matanya kemudian berpaling ke arah Aiza. Gadis itu masih sibuk mengelap tangkai bunga yang terpajang pada lemari hias, tanpa tahu jika saat ini Kamariah sedang memerhatikannya.

“.…”

“A- ada…,” jawab Kamariah terbata, dengan kening berkerut dalam.

“.…”

“Kamu ingin, Mama, panggil dia?” Kali ini nada suara Kamariah terdengar sedikit berat. Seolah enggan mengiyakan apa yang disampaikan oleh Bachtiar.

“.…”

“O- oohh… b- baik. Mama akan sampaikan sekarang juga. Lalu Mama akan menyuruh penata rias Mama untuk mendadani Aiza, seperti yang kamu inginkan,” ucap Kamariah dengan raut wajah merah.

Panggilan terputus. Nurma yang mendengar pembicaraan itu sangat penasaran. Ia hendak bertanya pada ibunya, tapi Kamariah malah menghiraukan.

 Wanita paruh baya itu gegas menghampiri Aiza, menyampaikan perintah Bachtiar—yang mana mendengar hal tersebut membuat Nurma cukup kaget, karena sudah salah mengira jika Bachtiar tak lagi menginginkan Aiza.

“Aiza, tinggalkan saja pekerjaanmu itu. Sekarang pergilah ke kamarmu dan mandi, karena sebentar lagi Bachtiar akan pulang untuk menjemputmu,”ucap Kamariah yang membuat Aiza cukup kaget.

“B- Bang Bachtiar ingin menjemputku?”

Bersambung.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!