Mikayla, wanita pekerja keras yang telah mengorbankan segalanya demi keluarga, justru terbaring sendiri di rumah sakit karena sakit lambung kronis akibat kelelahan bertahun-tahun. Di saat ia membutuhkan dukungan, keluarganya justru sibuk menghadiri pernikahan Elsa, anak angkat yang mereka adopsi lima tahun lalu. Ironisnya, Elsa menikah dengan Kevin, tunangan Mikayla sendiri.
Saat Elsa datang menjenguk, bukan empati yang ia bawa, melainkan cemooh dan tawa kemenangan. Ia dengan bangga mengklaim semua yang pernah Mikayla miliki—keluarga, cinta, bahkan pengakuan atas prestasi. Sakit hati dan tubuh yang tak lagi kuat membuat Mikayla muntah darah di hadapan Elsa, sementara gadis itu tertawa puas. Tapi akankah ini akhir cerita Mikayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Posisi Mikayla Di Rumah Ini
Mikayla masih menatap kedua orang tua nya dengan getir, Yah itu adalah kedua orang tuanya yang ia sayangi selama 25 tahun hingga ia meninggal dunia.
“Justru itu yang bikin kamu manis, Elsa,” timpal Mama Vivi sambil tersenyum haru. “Kamu selalu mikirin perasaan orang lain. Tante bangga sekali punya kamu di rumah ini.”
“Tapi... tapi Kak Mikayla sudah seperti bintang. Aku cuma bulan yang numpang bersinar…” lirih Elsa, menunduk dalam-dalam sambil bermain-main dengan ujung bajunya.
Mikayla yang berdiri di tangga akhirnya melangkah satu langkah turun lagi. Suara tumit sepatunya menyentuh marmer, menciptakan gema pelan.
Semua kepala di bawah serempak menoleh.
Senyumnya tak sampai ke mata. Ia melangkah menuruni anak tangga terakhir dengan kepala tegak.
Dalam hati, Mikayla berkata pelan, “Bahkan sebelum aku membuka mulut, mereka sudah memihaknya. Bahkan sebelum aku mengungkapkan luka, mereka sudah percaya pada air matanya yang palsu. Aku tak butuh dipertahankan… karena hari ini aku menyaksikan sendiri, siapa yang benar-benar ingin melepaskan ku. Kenapa aku bodoh sekali di kehidupan ku sebelumnya.”
Begitu Mikayla menginjak lantai ruang tamu, ketiganya serentak berdiri.
Papa Julio tersenyum lebar, melangkah mendekat dengan tangan menggantung di punggung Elsa.
“Mikayla, Nak… mari sini sebentar,” ucapnya hangat. “Papa ingin mengenalkan seseorang padamu.”
Mikayla hanya berdiri tenang, ekspresinya datar. Matanya menatap tiga orang di depannya seperti menonton sebuah drama yang ia sudah tahu akhir ceritanya.
Mama Vivi ikut bicara, suaranya lembut, penuh kasih sayang. “Nak, ini Elsa. Dia adalah putri dari sahabat Mama dan Papa sewaktu kuliah dulu. Ayah dan ibunya baru saja meninggal karena kecelakaan beberapa hari yang lalu.”
Elsa menunduk pelan, memasang wajah sedih yang tampak terlatih.
Mama Vivi melanjutkan, menggenggam tangan Elsa erat. “Karena dia sekarang sebatang kara, Mama dan Papa memutuskan untuk membawanya ke sini. Kami nggak tega membiarkan dia tinggal di panti asuhan.”
Papa Julio mengangguk menyetujui, menatap Mikayla seolah menantikan persetujuan.
“Dia masih kecil, Mik. Masih butuh bimbingan, kasih sayang...”
“Masih kecil?” batin Mikayla mencelos.
Lagi-lagi kalimat itu. Sama persis seperti yang mereka katakan lima tahun lalu. Ulang tanpa perubahan. Seperti naskah yang sudah dihafal.
Pandangan Mikayla beralih ke Elsa.
Gadis itu kini mendongak, menatap Mikayla dengan ekspresi yang dibuat setenang dan selugu mungkin. Matanya bergetar seolah takut. “Kak Mikayla, aku harap bisa belajar banyak dari Kakak.”
Nadanya manis, seolah tak menyadari luka-luka yang sudah ia tebarkan di masa depan.
Mikayla menatap balik, dalam diam. Bibirnya menekuk menjadi senyum tipis, tapi matanya dingin seperti cermin tanpa pantulan.
Ia melipat kedua tangannya, lalu bertanya tanpa basa-basi, “Dia... umur berapa?”
Mama Vivi tampak bingung sejenak. “Umurnya, yah, seumuran kamu, Sayang. Dua puluh tahun.”
Mikayla menaikkan satu alis.
“Dua puluh tahun, tapi dibilang masih kecil?”
Papa Julio tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. “Yah, maksud Papa bukan itu. Maksudnya, secara mental... dia belum terbiasa hidup mandiri. Trauma kehilangan orang tua membuatnya lemah. Dia butuh pendamping, Mik.”
Mikayla hanya mengangguk pelan, masih dengan tatapan netral.
Mama Vivi memperhatikan perubahan sikap putrinya dengan saksama. Dulu Mikayla selalu menurut. Diam, patuh, bahkan saat semua yang ia cintai perlahan diambil darinya, ia tak pernah melawan. Tapi kini, matanya menatap mereka dengan wajah datar nya, yang biasanya penuh dengan senyuman.
“Apakah Mikayla cemburu, kita membawa Elsa kesini? Tapi kenapa? Bersama kedua kakaknya ia tak pernah cemburu? Ah tidak mungkin bukan?” pikir Vivi.
“Adik perempuan?” ujarnya pelan. “Kapan? Kapan aku pernah bilang ingin punya adik?”
Papa Julio dan Mama Vivi saling pandang, seolah tak percaya dengan keberanian anak mereka sendiri. Suasana menjadi hening sejenak.
Papa Julio dan Mama Vivi saling pandang, seolah tak percaya dengan keberanian anak mereka sendiri. Suasana menjadi hening sejenak.
“Apa Papa dan Mama lupa? Aku tidak pernah minta adik. Bahkan waktu itu aku bilang... aku tidak ingin ada anak lain di rumah ini. Bahkan jika pun ada, adik aku harusnya dari rahim Mama.”
Mama Vivi tercekat. Papa Julio mengetukkan jemari di pinggul, wajahnya mengeras.
“Kayla...” bentaknya pelan.
Mikayla menoleh. Wajahnya tetap tenang. Tapi nada suaranya dingin.
“Papa bentak aku?” ia mengulang, seolah tak percaya. “Sejak kapan Papa membentak aku?”
Julio langsung sadar. Seumur hidupnya, ia tak pernah membentak Mikayla. Tak sekali pun. Tapi entah kenapa, kali ini… itu terjadi.
Elsa menunduk, pura-pura sedih. Tapi senyum tipis sempat muncul di sudut bibirnya sebelum ia kembali mengangkat kepala dengan mata berkaca-kaca.
“Om… Tante… kalau Kak Mikayla tak suka aku di sini… biar aku pergi saja…” ucapnya lirih, menyentuh lengan Mama Vivi.
“Bukan begitu, Sayang…” ujar Mama Vivi buru-buru. Ia merangkul Elsa dengan hangat. “Mikayla cuma kaget, bukan tidak suka. Jangan sedih, ya. Kamu sekarang bagian dari keluarga ini.”
Elsa menatap mereka. “Aku… cuma nggak mau merusak suasana keluarga ini dengan kedatangan ku.”
“Sudah, jangan didengar,” Mama Vivi mengusap punggung Elsa lembut.
Papa Julio menatap Mikayla, napasnya berat.
“Kayla… kenapa kamu sekarang tidak bisa pengertian?” tanyanya tajam. “Papa dan Mama sudah jelaskan soal Elsa. Dia kehilangan segalanya. Dia bahkan tidak tahu harus kemana. Sekarang dia punya kita.”
Mikayla mengangguk pelan. Tapi tatapannya tidak setuju. Lalu ia menatap langsung ke mata Papa dan Mama-nya.
“Oh… jadi aku tidak pengertian sekarang?” ujarnya tenang. “Hanya karena aku tak menyambut anak lain dengan pelukan?”
Mama Vivi berusaha tersenyum. “Kayla… kamu selalu jadi anak baik. Tapi kali ini—”
“Cukup, Ma,” potong Mikayla lembut, namun tegas. Ia menghela napas.
“Papa, Mama… kalau memang kalian ingin merawat Elsa, silakan. Tapi jangan di sini. Kalian bisa berikan rumah lain, berikan uang jajan setiap bulan, berikan segalanya. Tapi jangan tempatkan dia di sini.”
Diam. Suasana beku.
“Kenapa kamu ngomong begitu?” suara Mama Vivi tercekat.
“Karena aku tidak nyaman,” jawab Mikayla jujur. “Karena ini rumahku, dan aku tidak ingin berbagi ruang hidupku dengan orang yang tak aku kenal.”
“Apa kamu egois begitu, Kayla?” suara Papa Julio meninggi. “Rumah ini rumah Papa dan Mama. Kamu tinggal di sini karena kami izinkan! Kamu pikir kamu siapa sampai bisa menolak keputusan kami?”
Deg.
Kata-kata itu seperti palu godam menghantam dada Mikayla. Tapi ia tidak menangis. Tidak kali ini.
Mikayla tersenyum tipis, pahit.
“Jadi begitu, ya, Pa?”
Julio terdiam, tapi tatapannya tidak bergeming.
“Baiklah,” Mikayla mengangguk pelan. “Kalau begitu, aku mengerti posisi ku di rumah ini.”
“Jangan salah paham, Mikayla,” kata Mama Vivi cepat. “Kami tetap sayang padamu. Tapi kamu harus belajar menerima Elsa.”
Mikayla menoleh ke Elsa yang berpura-pura menunduk, tangannya masih digenggam erat oleh Mama Vivi.
buktikan bahwa kamu bisa bahagia dan menjadi orang besar tanpa harus memakai embel embel nama keluarga tocix itu
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
Mikayla semangat 💪
bakal nyesel nanti keluarganya.