Seorang gadis muda yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke dalam laut lepas. Tetapi, alih-alih meninggal dengan damai, dia malah bereinkarnasi ke dalam tubuh putri buangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nfzx25r, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Racun Yang Sama
Di kamar utama, Putri Xiaolan berbaring lemah, wajahnya pucat dan napasnya terdengar lambat dan berat.
Putri Minghua berbicara kepada penjaga, suaranya tegas namun tenang, "Aku ingin bertemu dengan Putri Xiaolan. Dan di sini, aku juga akan menyelidiki penyakit yang dideritanya," ucapnya, berusaha menyakinkan sang penjaga.
Mereka memberikan hormat begitu Putri Minghua tiba, lalu mempersilahkannya masuk ke dalam kamar Putri Xiaolan.
Putri Xiaolan langsung menatap ke arah kakaknya. Matanya berbinar, meski tubuhnya tampak sangat lemah.
"Kakak... uhuk... uhuk... " suaranya parau, diselingi batuk keras.
Putri Minghua berlari ke arahnya dengan rasa khawatir yang mendalam. "Xiaolan," panggilnya sambil memeluk tubuh adiknya yang gemetar.
Putri Xiaolan berbisik lirih, “Kakak... tolong... selamatkan dirimu. Mereka... tidak akan membiarkanmu hidup lama...” ucapnya dengan napas tersengal.
Putri Minghua menatapnya dalam-dalam. “Siapa mereka?” tanyanya tajam, mencoba mencari jawaban dari sorot mata sang adik.
Namun Putri Xiaolan tidak menjawab. Tatapannya kosong, menembus jendela kamar seolah menatap nasibnya yang mulai memudar. Raut wajahnya menunjukkan betapa besar penderitaan yang tengah ia tanggung.
Putri Minghua tidak pergi. Ia tetap menemani Xiaolan, mencoba menghiburnya dengan permainan kecil dan cerita masa kecil mereka, meski hatinya sendiri bergemuruh penuh tanya dan amarah.
***
Akhirnya, Putri Minghua memutuskan untuk kembali ke kediamannya. Ia ingin menyelidiki lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi pada sang adik. Namun dalam perjalanan pulang, ia tiba-tiba dihadang oleh seorang penjaga muda yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.
Penjaga itu membungkuk memberi hormat. Sorot matanya tajam seperti harimau yang menyamar di balik ketenangan.
“Putri, hamba ingin menyampaikan sesuatu,” ucapnya pelan, penuh kehati-hatian.
Putri Minghua menyipitkan mata. “Siapa kau?” tanyanya curiga.
“Hamba Jinhai. Dahulu, ayah hamba adalah pelindung Ibunda Putri Minghua... sebelum beliau terbunuh.”
Langkah Putri Minghua terhenti. Ia terkejut, lalu terdiam sejenak sebelum bergumam, “Bagaimana bisa... ibuku juga dibunuh? Aku... tidak mengerti tentang dunia ini,” gumamnya pelan. Ia kemudian menatap Jinhai penuh harap. “Kau tahu tentang ibuku?”
Jinhai mengangguk. “Hamba tahu, Putri. Dan hamba juga tahu tentang racun yang menimpa Putri Xiaolan. Racun itu... sama persis dengan yang digunakan pada Ibunda Anda dahulu.”
Belum sempat Putri Minghua merespons, kalung yang tergantung di lehernya mulai bergetar pelan. Kalung pemberian sang siluman. Ia langsung tahu, bahaya sedang mendekat.
***
Malam itu, Putri Minghua duduk di dalam kamarnya. Pandangannya menerawang ke luar jendela, ke langit malam yang dipenuhi bintang. Malam tampak tenang dan sunyi... tapi baginya, semuanya terasa seperti jebakan yang indah.
“Jadi... mereka membunuh ibuku, dan sekarang mereka ingin Xiaolan mati... dan aku... hanya pion lain?” bisiknya, penuh kepedihan.
Ia menghela napas panjang. “Tapi... aku harus berusaha. Meski ini bukan hidupku yang sebenarnya, Putri Minghua butuh bantuanku.”
Ia mengepalkan tangan. “Aku akan menyelidiki semuanya. Kalau perlu... aku akan menjebak mereka kembali dengan racun yang sama, racun yang mereka gunakan untuk membunuh ibu dan Xiaolan.”
Tekad itu terasa membara di dadanya. Malam semakin gelap, tapi semangatnya justru menyala terang.
***
Tengah malam, Putri Minghua mengenakan mantel gelap dan menyusup keluar kediamannya. Ia menuju dapur utama tempat semua makanan untuk para putri dan selir diproses.
Bersama seorang dayang tua yang bisa dipercaya, ia membawa serbuk khusus yang dapat mendeteksi zat beracun. Diam-diam, ia menaburkan serbuk itu di beberapa bagian meja dapur.
Beberapa saat kemudian, sudut kiri meja berubah warna menjadi ungu tua pertanda kuat bahwa racun pernah diletakkan di sana.
“Siapa yang menyiapkan makanan Xiaolan?” tanya Putri Minghua pelan, masih menatap meja yang mulai menunjukkan reaksi.
Dayang tua itu berpikir sejenak, lalu menjawab dengan suara gemetar, “Selir Agung... beliau pernah memerintahkan kepala dapur secara khusus untuk menyiapkannya.”
Putri Minghua mengangguk pelan. Tatapannya tajam dan yakin.
“Baiklah... sekarang kita sudah tahu dari mana akan menyerang balik.”