Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.
Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.
Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.
Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.
Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.
Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.
📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.
Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29.Deg -degan
Aldi berdiri di depan jalan desa, menatap penginapan dan perkebunan miliknya dan ayah angkatnya . Tempat ini penuh kenangan—masa kecil, tawa sederhana, juga kerja keras bersama orang tua angkatnya. Tapi kini, hatinya berat. Ia harus pergi, meninggalkan semua kenyamanan demi menuntaskan dendam lama dan merebut kembali hak yang semestinya miliknya.
Dengan langkah mantap, ia menyandang tas di bahu dan menarik koper menuju terminal bus. Dalam hati kecilnya, ia masih berharap Keira mau ikut bersamanya.
FLASHBACK
“Tolong… ikut aku ke kota Kei. Kita balaskan dendam pada keluarga Hadiwijaya,” ucap Aldi sambil menggenggam tangan Keira erat.
Spontan, Keira menepis genggaman itu. Wajahnya pucat, tangannya bergetar halus.
“Enggak, Mas… maaf. Aku nggak bisa ikut kamu,” ucapnya pelan, lalu berbalik hendak masuk ke rumah.
“Kei!” suara Aldi meninggi, menghentikan langkah Keira. “Orang tua kandungku dibunuh dengan keji oleh keluarga Hadiwijaya. Bantu aku untuk bisa membalaskan dendam keluargaku Kei dan....kembali merebut perusahaan yang seharusnya milikku !.”
Keira terdiam sejenak, lalu menoleh dengan tatapan yang penuh luka.
“Mas, aku sudah mati-matian lepas dari jeratan mereka. Aku nggak mungkin kembali ke sana dengan bodohnya.” Suaranya bergetar, lalu ia cepat-cepat masuk dan menutup pintu.
Ingatan itu masih membekas. Aldi menarik napas panjang, mencoba menerima keputusan Keira meski kecewa tetap menggerogoti hatinya. Hanya Keira yang paling tahu seluk-beluk keluarga Hadiwijaya, dan kehadirannya bisa sangat membantu. Tapi ia tak bisa memaksa.
Aldi melangkah lagi, perlahan, meninggalkan rumah itu. Namun tepat saat kakinya makin menjauh, suara lembut memanggil dari belakang.
“Mas Aldi!”
Aldi berhenti. Ia berbalik cepat, matanya langsung berbinar saat melihat Keira berlari kecil dengan tas tersampir di bahunya.
Tanpa pikir panjang, Aldi menjatuhkan tas dari pundaknya, meninggalkan koper di jalan, lalu berlari menghampiri Keira. Ia memeluknya erat, seakan takut kehilangan lagi.
Keira sempat terkejut, tapi akhirnya membalas pelukan itu dengan pasrah.
“Terima kasih… kamu mau ada di sini, Kei,” ucap Aldi dengan suara bergetar.
Keira menatapnya, matanya berembun. “Aku takut terjadi sesuatu sama kamu, Mas.” Ia menghela napas, lalu mengangkat tangannya, “Kalau begitu… mari kita balaskan dendam kita pada keluarga Hadiwijaya.”
Aldi menjabat tangannya dengan mantap. Senyuman lebar tak kepas dari wajahnya .
$$$$$
Begitu tiba di kantor, Kayla bahkan tak sempat menarik napas panjang. Tasnya ia lempar ke loker, pintunya menutup dengan denting pelan. Jemarinya masih sedikit gemetar, tapi langkahnya cepat menuju lorong sepi di ujung gedung—lorong yang jarang dilewati siapa pun.
Udara di sana berbeda. Dingin merayap, bercampur bau logam dan lembap yang menusuk. Lampu neon di langit-langit berkelip pelan, seolah malas bertahan hidup. Setiap langkah Kayla bergema, memantul di dinding kusam, membuat jantungnya berdegup makin kencang.
Sampai langkahnya terhenti di depan pintu ruang pendingin. Tubuh seseorang tergeletak telungkup, diam tak bergerak.
Mata Kayla melebar. Jantungnya serasa melompat ke tenggorokan. “Astaga…”
Ia menelan ludah, lalu mendekat dengan lutut lemas. “Halo…?” suaranya lirih. Jemarinya menyentuh bahu orang itu dan menggoyang pelan. “Lo… nggak mati kan?” ucapnya gemetar.
Dengan tangan bergetar, ia membalikkan tubuh itu—dan napasnya tercekat.
“Revan?”
Wajah itu pucat, bibir kering, pelipisnya lebam. Ada darah segar di lengannya. Kayla langsung jatuh berlutut di lantai dingin, matanya panas. “Van! Van lo kenapa? Jangan bercanda, sumpah ini nggak lucu....jangan bercanda sekarang!”
Ia mengguncang tubuh Revan, panik setengah mati. Baru hendak berdiri mencari bantuan, pergelangan tangannya tiba-tiba digenggam lemah.
“Jangan… tinggalin gue…” suara serak itu nyaris tak terdengar.
Kayla terdiam. Dadanya sesak. “,Van…” bibirnya bergetar. “Gue cari bantuan sekarang juga ya!"
Mata Revan tetap terpejam, napasnya pendek-pendek, tapi tangannya menggenggam tangan keira kuat. “Gue cuma… butuh lo…”
Kayla menunduk, air matanya jatuh. Rasanya seluruh ruangan membeku. Ia menggenggam balik tangan Revan, berusaha menahan gemetar.
“Goblok lo, Van.” bisiknya lirih, setengah marah, setengah lega. "Gue nggak bisa ngobatin lo "
Kepala revan bergeser ke atas paha kayla, menjadikannya sebagai bantalan ternyamannya.
"Please kei , biarin gue ngumpulin tenaga dulu. gue butuh lo untuk ngisi tenaga. " ucap Revan yang membuat wajah kayla memerah tanpa sadar.
“Lo butuh gue, kan? Ya udah. Gue di sini. Jadi jangan sok drama Korea, bikin deg-degan orang.”ucap kayla memukul pelan lengan Revan.
Revan berteriak kesakitan karna pukulan Keira.
"Van...Kita ke rumah sakit sekarang!. "Ucap kayla begitu panik, dan langsung memapah tubuh Revan untuk segera di bawa ke rumah sakit.
Tanpa mereka sadari di balik tembok ruang pendingin, sepasang mata memperhatikan mereka berdua sejak tadi mengintai—dingin namun menyala dengan api cemburu. Vina. Nafasnya tersengal , matanya tak lepas dari pemandangan intim di depannya. Tanpa suara, ia mengangkat ponsel, jari-jarinya menekan tombol kamera beberapa kali.
klik klik klik
Senyum tipis penuh amarah terukir di bibirnya sebelum ia berbalik, meninggalkan lorong itu. Hanya jejak langkahnya yang tersisa, menyisakan ketegangan yang belum disadari Kayla dan Revan.
.
.
.
Bersambung.