Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.
Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.
Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Besoknya, Laras hampir jatuh karena lantai pantry basah. Untung Revan yang baru masuk langsung tangkap dia (agak dramatis, ala drama Korea).
Semua yang lihat langsung nahan napas. Tapi Revan tetap cool.
“Kamu harus lihat tanda peringatan, bukan cuma isi kepalamu.” ujar Revan seperti biasa datar
Laras balas, “Tapi isi kepala saya penuh Pak… sama yang bikin deg-degan tiap hari.”
Arga muncul dari belakang. “MAKSUDNYA KOPI, KAN RAS?”
Laras pura-pura batuk. “Iya... iya... kopi!”
Yang paling bikin heboh: hari Jumat, staf desain tiba-tiba kasih Laras stiker bertuliskan “ReLars Official Ship Team.”
“Apaan ini?” tanya Laras
“Kita bikin fans club kamu sama Pak Revan!” jawab salah satu teman kantor Laras
Arga ngakak. “Gue daftar jadi presiden fans clubnya deh.”
Revan yang lewat cuma lirih bilang, “Kalian punya waktu banyak sekali, ya.”
Tapi… dia nggak nyuruh bubar.
Semua menoleh kearah Revan dan pergi bubar
Malam itu, Laras yang lagi maskeran di rumah kaget saat ponselnya bunyi. Nomor bos.
“Hallo, Pak?” jawab Laras
“Laras. Kamu tahu tempat makan enak di Jakarta yang tenang, nggak terlalu ramai?” tanya Revan to the point
Laras terdiam beberapa detik. “Ehm… tahu, Pak. Kenapa?”
“Saya mau makan di luar. Besok malam. Kalau kamu nggak sibuk.” ujar Revan
Laras melotot ke kaca. “Ini… kencan? Atau interview lanjutan?” ujarnya dalam hati
Tapi dia jawab santai, “Baik, Pak. Saya siap. Mau baju formal atau casual?” tanya Laras
“Yang penting... kamu nyaman.” jawab Revan
Laras langsung ambil catatan. “Catat: Bos kaku berhasil ngajak makan. Next level.”
...----------------...
Hari Jumat, pukul 19.00
Laras berdiri di depan cermin di kosanya sambil berkali-kali ngomel sendiri.
“Kenapa ya aku deg-degan gini? Ini cuma makan malam... makan malam, bukan lamaran!”
Dia memilih dress simpel warna putih polos dengan sedikit renda kecil, rambut di urai simpel, dan sepasang anting.
(sumber pinterest)
Ponselnya bunyi.
RE: "Saya sudah di bawah."
Laras buru-buru ambil tas, pakai lip balm, lalu ngomong ke dirinya di cermin, “Fokus. Jangan meleleh lihat senyumnya.”
---
Mobil Revan
Revan menyambut Laras seperti biasa, kalem, sopan, tapi kali ini... ada senyum kecil yang nyangkut di sudut bibirnya.
“Kamu cocok pakai warna itu,” katanya pelan.
Laras melirik. “Pak Revan mulai bisa muji ya? Efek Bandung permanen nih.” celetuk Laras
Revan tertawa kecil. TERTAWA. Benar-benar tertawa.
“Efek kamu, mungkin.” jawab Revan singkat
Laras langsung pengen lompat dari mobil saking nggak percaya.
---
Restoran Sepi, Tapi Bikin Ramai di Kepala
Tempat makan pilihan Revan, restoran rooftop mewah tapi tenang. Ada lampu temaram dan city view Jakarta.
Laras duduk sambil mencoba jaga napas. “Gila... ini kayak adegan drama Korea pas cewek miskin diajak makan sama chaebol.”
Revan melirik. “Chaebol?”
“Bos kaya dan dingin. Tapi diam-diam romantis.” jawab Laras sambil nyengir
Revan angkat alis. “Itu stereotip. Saya nggak romantis.”
“Tapi ngajak makan malam.” ujar Laras
“Saya ingin tahu... kenapa kamu bikin saya merasa seperti ini.” jawab Revan
Laras berhenti mengunyah.
“Seperti apa?”tanya Laras heran
“Lelucon kamu masuk ke kepala saya bahkan saat saya rapat. Cara kamu kerja... cara kamu bicara. Kamu tidak biasa. Dan saya, tidak biasa merespon seperti ini.” jawab Revan
Laras nyaris keselek air putih.
“Pak Revan… itu barusan pengakuan atau pembukaan tender?” tanya Laras
Revan tersenyum tipis. “Keduanya, mungkin.”
---
Sementara Itu, di Grup Kantor
Arga mengirim foto kolase Laras dan Revan yang diambil diam-diam oleh satpam lobby.
“GUYS INI SERIUS GA SIH?!”
“DEMI APAAN BOS KAKU NGEJEMPUT DIA?!”
“INI SHIP UDAH BERLAYAR BROOO!!”
Isi semua penggosip
---
Setelah Makan Malam
Dalam perjalanan pulang, suasana jadi lebih santai.
Laras sandarkan kepala ke kursi mobil. “Tahu nggak, Pak... saya tadinya pikir bos besar kayak Bapak itu hidupnya sepi dan kaku.”
“Dan sekarang?” tanya Revan
“Saya tahu ternyata Bapak cuma butuh satu hal.” jawab Laras
“Apa?” tanya Revan penasaran
“Teman yang bisa ngajarin cara ketawa.” jawab Laras singkat
Revan tersenyum. Lagi.
“Kalau begitu, teruslah ajarkan saya.” jawab Revan tanpa terduga
---
Keesokan Paginya
Laras masuk kantor dengan wajah merah muda semu. Arga langsung nyergap.
“NGAKU! KEMARIN MALAM NGAPAIN?!” ujar Arga cepat
“Makan malam. Sama Pak Revan.” jawab Laras jujur
“Dan? Kode keras? Pengakuan cinta? Atau paling nggak, pegangan tangan?!” tanya Arga lagi
“Yang terakhir belum. Tapi dia bilang aku bikin dia ketawa.” jawab Laras
Arga ngelus dada. “Tolong Tuhan… jadikan ini cinta berbalas. Biar kantor ini punya sinetron nyata!”
---
Revan di Kantornya
Pagi itu Revan buka laptop. Tapi sebelum kerja, dia buka galeri ponselnya. Lihat satu foto Laras yang sempat dia ambil diam-diam malam tadi—saat tertawa lepas.
Lalu dia kirim pesan.
RE: "Kalau kamu nggak sibuk minggu depan, saya ingin ajak kamu ke tempat lain. Tapi bukan untuk kerja."
Laras balas cepat.
LARAS: "Kalau bukan kerja, lalu apa?"
RE: "Menemani saya belajar cara tertawa lebih sering."
Pagi itu Laras masuk kantor seperti biasa, tapi ada yang tidak biasa, meja kerjanya dihiasi seikat bunga lily putih elegan, lengkap dengan kartu kecil bertuliskan:
“Untuk kamu yang membuat pagi jadi tidak membosankan. –R”
Laras melongo. Arga mendekat, matanya langsung membelalak.
“ASTAGA BOS NGIRIM BUNGA?! KENAPA GUE GAK IKUT INTERNSHIP DULU BIAR DAPAT BEGINIAN!” seru Arga nyeleneh
Laras nyengir malu-malu. “Sstt... jangan keras-keras. Ini kantor, bukan sinetron.”
“Terlambat. Gosip udah kayak bola salju,” ujar Arga, sambil menunjuk ke arah para karyawan lain yang mulai bisik-bisik.
---
Di Ruang Lain
Seseorang memperhatikan semuanya dari kejauhan. Namanya Dinda, staf HR yang sejak lama diam-diam naksir Revan. Dingin, tapi punya obsesi tersendiri pada pria seperti itu.
Dan kini? Revan perhatian ke Laras? Si cewek random yang selalu pakai sneakers ke kantor?
Dinda mendesis pelan. “Lucu. Kita lihat seberapa lama kamu bisa bikin dia tertawa, Laras.”
---
Ruang Revan
Si bos tampan duduk tenang. Tapi saat Laras mengetuk pintu dan masuk, ekspresinya langsung melunak.
“Bunganya... sudah diterima?” tanya Revan
Laras mengangguk. “Terima kasih, Pak. Saya senyum sepanjang jalan tadi karena itu.”
Revan tersenyum singkat. “Saya baru tahu ternyata menyenangkan... membuat orang lain tersenyum.”
Laras duduk di kursi seberang. “Kalau gitu jangan berhenti, ya.”
---
Sabtu siang, Laras mendadak menerima pesan:
RE: "Mau ikut saya ke tempat yang tenang hari ini?"
Tanpa pikir panjang, Laras setuju. Dia pikir tempat tenang itu museum atau perpustakaan. Tapi ternyata... Revan mengajak ke taman kota.
Dengan pakaian kasual, Revan tampak sangat berbeda. Lebih santai, dan... lebih manusia.
Mereka duduk di bangku taman sambil makan es krim.
“Akhir-akhir ini saya suka lihat anak-anak kecil tertawa,” ujar Revan sambil menunjuk ke arah sekelompok bocah bermain gelembung.
“Kenapa?” tanya Laras
“Mereka tidak berpura-pura. Kalau senang, tertawa. Kalau sedih, nangis. Tidak seperti orang dewasa.” jawab Revan
Laras terdiam sejenak. “Tapi Pak Revan mulai berubah.”
Revan menoleh. “Karena kamu.”
---
Bersambung
🌹🌹🌹🌹🌹