Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dejavu
Malam pun tiba, di sebuah ruangan berkumpul beberapa orang. Keluarga inti dari Evan dan Lika, serta tuan kadi, saksi dan beberapa orang dari KUA.
Malam ini juga keduanya akan dinikahkan segera. Perihal resepsi pernikahan akan menyusul. Mereka sepakat akan diadakan sekitar 1 bulanan lagi.
Dari Evan dan Lika menolak diadakan resepsi pernikahan, cukup di KUA saja. Tapi para orang tua menolak, tetap harus ada resepsi meski pun sederhana.
Evan kini duduk di kursi berhadapan dengan ayahnya Lika, penghulu dan beberapa saksi. Ia tah sudah beberapa kali membuang nafasnya yang begitu berat. Sungguh ia tidak menginginkan pernikahan ini.
Mata Evan melihat kedua orang tuanya yang berwajah datar, tidak ada yang berbahagia dengan pernikahan ini.
Apalagi dilihatnya ayahnya Lika. Yang memasang wajah serius dan tidak ada senyuman sama sekali.
Dan tak lama keluarlah Lika didampingi bunda dan Caca. Wanita itu memakai kebaya putih.
Lika berwajah sendu. Ia akan menikah malam ini. Ini tidak seperti pernikahan yang selama ini diimpikannya. Ini pernikahan terpaksa dan juga dadakan.
Evan melihat ke arah calon istrinya itu dan pandangan Lika bertemu. Pria itu langsung menunjukkan wajah malasnya dan Lika membalas dengan wajah melengos.
Kini kedua calon pengantin itu sudah duduk bersebelahan.
"Kita akan mulai ijab kabulnya." ucap tuan kadi akan memulai acara.
Ayah menarik nafasnya dalam dan melihat ke arah sang anak. Dan Lika dilihati begitu jadi berwajah sendu.
Jelas ayah masih marah dan kecewa padanya.
Ayah menjabat tangan Evan. Jujur saja ia tidak mau menikahkan putrinya dengan pria di hadapannya. Tapi mau bagaimana lagi, harus menerima.
Ayah menjadi wali anaknya dan,
"Saya terima nikah dan kawinnya Malik bin Pandu-"
"Malika Zahra." ucap ayah membenarkan. Evan ngasal saja mengucapkan ijab kabul. Ia menatap tajam ke arah pria muda itu.
Evan membuang nafasnya, ia salah ucap.
"Kita ulang lagi!" ucap tuan kadi.
Kini ayah kembali menjabat tangan Evan dan,
"Sah?"
"Sah." ucap orang-orang yang berada di ruangan itu.
Kini Evan dan Lika resmi menikah, mereka sudah menjadi pasangan suami istri.
Lika diminta untuk menyalami suaminya.
Dengan malas ia mengulurkan tangan dan Evan membalas uluran tangan itu.
"Dicium tangan suaminya." ucap tuan kadi. Ia jadi tersenyum, mereka bersalaman seperti sedang berkenalan.
Lika menggerutu, dengan terpaksa ia meraih tangan Evan dan mengecupnya cepat.
"Sudah!" ucap Lika langsung menghempas tangan besar itu.
"Dicium kening istrinya." ucap tuan kadi lagi mengingatkan.
Evan pun dengan terpaksa mendekat dan mengecup kening Lika. Ia melakukan dengan cepat.
"Ihhh." gumam Lika. Ia menunjukkan wajah jijik sambil mengusap keningnya.
Evan hanya dapat membuang nafas dengan kasar. Wanita itu sangat menyebalkan.
Para orang tua hanya bisa menggeleng. Mereka tahu keduanya terpaksa menikah, entah seperti apa kehidupan pernikahan yang akan keduanya jalani.
Kini pengantin baru itu diminta untuk sungkeman dengan para orang tua.
Dari para orang tua berharap keduanya bisa menerima pernikahan dan menjadi keluarga yang harmonis.
"Ayah," panggil Lika saat menyalaminya. Ia memeluk paruh baya itu sambil menangis.
Dan ayah hanya diam saja. Itu membuatnya makin sedih.
Acara kini sudah selesai dan Lika akan ikut suaminya itu. Mereka pun berpamitan.
Sampai berpamitan, ayah tidak sedikit pun bicara padanya. Hanya diam saja yang ditunjukkan.
Lika pun naik ke dalam mobil dengan air mata berlinang. Kenapa pernikahan malah sesedih ini.
Mobil pun mulai melaju, ayah menatap mobil itu dengan perasaan yang entahlah.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Hei cengeng, diamlah!" pinta Evan yang sedang menyetir. Ia pusing wanita itu masih menangis terisak-isak.
"Mana tisu?" tanya Lika meminta.
Evan menyerahkan kotak tisu, Lika meraih beberapa dan,
"Astaga!" ucap Evan saat Lika mengeluarkan ingus di hidung.
"Hei, jangan buang sembarangan!" Evan seakan mengeluarkan tanduknya. Wanita itu jorok sekali, tisu itu dilemparnya asal.
"Jadi buang di mana?" tanya Lika menatap dengan sengit.
"Di tempat sampah lah! mobilku bukan tempat sampah! kutip sampahmu itu!" pinta Evan. Ia melihat Lika dengan wajah jijik.
"Ini!" setelah mengutip dan disodorkan pada Evan.
"Malik! jauhkan itu dariku!" Evan benar-benar kesal sekali.
Tak lama mobil parkir di basemen apartemen. Evan turun dari mobil dan menurunkan koper Lika. Meletakkan koper itu di samping mobil lalu melangkah pergi.
"Mana dia?" tanyanya begitu berbalik. Ia tidak melihat Lika, sepertinya masih di mobil.
Tuk,
Tuk,
Tuk,
"Turun!" ucap Evan ketika Lika menurunkan kaca mobil.
Lika menggeleng. Ia tidak mau turun. Ia takut bertemu David. David tinggal d apartemen yang sama dengan Evan.
"Malik!"
"Om, aku takut. Dia pasti ada di sini juga! Jika nanti bertemu dia bagaimana?" Lika tampak takut dan jadi gemetaran.
"Turun!" Evan membuka pintu mobil.
Lika menggeleng dan tetap bersikeras, meski Evan menariknya keluar.
"Aku takut, om!" ucap Lika mendorong tubuh Evan dan menutup pintu mobil.
"Astaga!" Evan membuang nafas sambil mengusap wajahnya. Entah mimpi apa dia semalam, hingga bisa menikahi bocah.
Evan kembali membuka pintu mobil dan menarik paksa, hingga membuat wanita itu akhirnya keluar juga dari mobilnya.
"Ayo!" ajak Evan. Ia berjalan lebih dulu dan Lika mengikuti dari belakang sambil menggeret koper.
Lika menurunkan jaket hodienya, berusaha menutupi wajahnya.
Saat berada di lift, Lika berada di samping Evan. Ia menyembunyikan wajah tiap ada yang masuk ke lift.
Evan melirik Lika, sepertinya wanita itu benar-benar takut bertemu pria di lantai 35 itu.
Evan membuka pintu dan Lika langsung menyelonong masuk, menuju dapur dan menenggak segelas air putih.
Huft... Lika bernafas lega. Ia tidak bertemu David.
"Om, mari bicara!" ajak Lika dengan tatapan tegas.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Ada apa?" tanya Evan ketika mereka berdua berada di ruang tv.
"Hmm." Lika berdehem sejenak. "Ceraikan aku!"
Lika meminta Evan menceraikannya malam ini juga. Pernikahan ini bukanlah pernikahan yang diharapkannya.
"Aku ingin om menceraikanku malam ini juga. Dan kita akan sampaikan pada orang tua kita tentang perceraian saat 2 bulan mendatang." ucap Lika dengan yakin.
Jika para orang tua tahu mereka bercerai saat ini juga, pasti mereka akan marah. Apalagi ayahnya, pasti ayah akan mendiaminya seumur hidup.
Tapi jika perceraian dikatakan 2 bulan lagi, maka mereka pasti akan memaklumi.
"Dan selama 2 bulan itu, kita berpura-pura masih menikah." sambung Lika kembali. Menurutnya itu yang terbaik.
Evan diam mendadak ia dejavu.
Dulu ia menceraikan Aura di malam itu juga. Di malam pertama mereka. Dan sama, saat 2 bulan baru mengatakan tentang perceraian. Dan selama 2 bulan itu, mereka berpura-pura seolah masih menjadi suami istri.
Sekarang di pernikahan kedua, ia diperlakukan seperti ini. Si Malik meminta cerai.
"Om, cepat ceraikan aku!" desak Lika. Dari tadi pria tua itu diam saja.
"Argh!!!" ucap Evan dan berjalan masuk ke kamar.
"Om, ceraikan aku!"
.
.
.
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang
makanya jangan perang dunia trs, romantis dikit kek sebagai pasutri 😁