Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.
Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.
Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?
🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Insomnia melanda tiap hari nya. Namun, berbeda dengan hari ini. Bahkan setelah menelan satu pil obat tidur yang biasanya mempan, malam ini tidak ada pengaruhnya. Aku masih jungkir balik di tempat tidur, mondar-mandir tidak jelas. Menarik selimut, bangkit lagi. Menutup kedua telinga dengan bantal, bangkit lagi. Aku melihat jam dinding, ini sudah pukul 3 pagi dan aku dengan mata panda duduk di ruang makan, menghabiskan 1 liter air mineral.
BAB 12 ( Sebuah Awal )
Aku bangun dari tempat tidur dengan tubuh yang lelah. Aku melihat mukaku di kaca, menepuk kedua pipiku, menyadarkan diriku untuk segera pergi mandi.
“Ah,”
Tubuhku menggeliat di lantai. Kakiku enggan menopang tubuh kecilku yang beratnya hanya 49 kg.
“Aku jadi malas bekerja,” gerutuku yang masih berguling-guling di lantai.
Enggan bertemu Pak Ridwan salah satu hal yang membuatku ingin bolos kerja hari ini.
Bukbukbuk
Suara gedoran pintu dan teriakan ibuku yang menyuruhku segera berangkat kerja akhirnya membuatku memupuk semangat.
“Biarin ajalah, cuekin ajalah,” gumamku terus menerus, lalu menarik handuk dan masuk kedalam kamar mandi.
Dengan tenaga yang terisi 50 persen, aku terhuyung-huyung menuruni tangga menuju ruang makan.
“Pagi,” ucap seseorang, suara asing yang aku dengar pagi ini. Suara yang seharusnya tidak ada diruang makan. Mataku melotot, melihat kehadiran Pak Ridwan yang duduk di kursi makan sedang menyeruput kopi.
“Hah, ngapain disini!” gerutuku, mendekat ke arah Pak Ridwan. Ibuku datang, memukul pantatku dengan nampan dari belakang.
“Diam, duduk, sarapan dan berangkat kerja!” gertak ibuku. Aku mengernyit kesal ke arah Pak Ridwan yang sudah datang sepagi ini.
“Ayah, kenapa ijinkan orang lain duduk di ruang makan keluarga kita?” tanyaku pada Ayah tiriku yang sedari tadi membaca koran di samping Pak Ridwan.
“Mobilmu kan sudah dijual, baguskan ada yang mengantar dan menjemputmu.” jawab Ayahku, sepasang matanya masih tak lepas menatap berita di koran. Aku melihat Pak Ridwan dengan santai, menyarap nasi goreng buatan ibuku. Kedua adik kembarku keluar kamar, berbisik kepada ibuku menanyakan Pria asing yang ada ruang makan.
“Oh dia, calon kakak iparmu.” ibuku menjawab itu dengan lantang, seperti sebuah pengumuman.
Akhirnya kami ber enam sarapan di meja makan yang sama. Setelah kedua adik kembarku pergi ke sekolah, Ayah mengantar ibu ke rumah makan milik keluarga.
“Tolong jaga Niara ya Nak Ridwan,” ucap Ibuku sebelum berpamitan. Aku membuang muka, enggan melihat sikap kedua orang tuaku yang memojokkanku untuk bersama Pak Ridwan.
Setelah melihat motor Ayah dan Ibu pergi berlalu, aku langsung memukul punggung Pak Ridwan dengan tasku.
Aduhh..
Pak Ridwan mengeluh sakit, kemudian tanpa perkataan apapun masuk kedalam mobil. Aku mau tidak mau akhirnya duduk di sampingnya.
“Kenapa Bapak datang pagi-pagi?!” tanyaku ketus.
Pak Ridwan hanya tersenyum sambil terus menyetir. Mataku melirik ke semua sisi mobil, aku mencium wangi yang harum di dalam mobil tidak seperti kemarin. Aku juga melihat banyak mainan memenuhi kursi belakang.
Sepanjang perjalanan Pak Ridwan hanya diam tidak mengatakan apapun, hal itu membuatku merasa sangat canggung. Hanya ada suara radio di antara keheningan kami berdua.
Tiba di Pabrik, jantungku mulai berdetak tak beraturan. Keringat di keningku sampai aku sekarang berulang kali dengan tisu. Mobil mulai memasuki gerbang, Satpam yang menjaga di depan pintu menyapa Pak Ridwan. Pak Ridwan membual kaca jendela, hingga membuatku spontan langsung menutup wajahku dengan tas.
“Bu Niara,” ucap Pak Satpam, yang mengenalku. Aku yang ketahuan langsung menurunkan tas dari wajahku, tersenyum getir. Aku langsung menepuk betis Pak Ridwan dengan tasku, untuk segera bergegas dan menghentikan obrolannya dengan Satpam.
Kaca jendela mobil tertutup kembali. Pak Ridwan memarkirkan mobilnya. Aku bergegas melepas sabuk pengaman bersiap turun mendahului Pak Ridwan. Namun, Pria menjengkelkan itu masih mengunci pintu mobil.
“Kenapa sih ketakutan seperti itu?” tanya Pak Ridwan, mengusap keringat di keningku. Aku mengelak dan menghindar.
“Jangan mengajakku bicara saat di Pabrik nanti!” gertakku.
“Tidak mungkin! Kau bawahanku, malah menyuruhku melakukan hal bodoh itu,” balas Pak Ridwan. Aku menggaruk rambutku karena kesal.
“Ya sudah, jangan mendekatiku saat di Pabrik!” gertakku lagi.
Pak Ridwan hanya tersenyum lalu menekan tombol. Aku pun bergegas keluar dari mobil Pak Ridwan. Mataku berkeliling menatap sekitar. Sedikit lega karena masih sepi. Hanya beberapa orang saja yang baru datang. Aku lekas berlari meninggalkan Pak Ridwan.
Sampai di depan pintu Pabrik aku tersenyum lega.
“ID card-nya mana?” tanya satpam yang berjaga di depan pintu. Aku meraba-raba kantong celanaku dan menggeledah tasku. Karena di tempat kerjaku di wajibkan memakai ID-Card. Aku berputar-putar mencari ID-Card yang aku rasa sudah aku bawa. Bahkan selama perjalanan aku genggam terus.
“Ada apa, Ra?” tanya Vira yang datang dari belakang.
“ID-Card ku ketinggalan,” ucapku.
“Hah, tumben. Coba cari lagi!”
Vira ikut menggeledah tasku membantuku mencarinya.
“Ada apa, Ra?” tanya beberapa temanku, temanku lainnya mulai berdatangan untuk absen.
“Ini ketinggalan di mobil,” ucap Pak Ridwan, yang langsung mengalungkan tali ID-card di leherku. Aku terkejut dan langsung membalikkan badan.
Aaaaaaa..
Semua orang kompak terkejut dengan pemandangan aneh ini. Pak Ridwan mendahuluiku dan langsung masuk ke dalam. Teman-temanku menatap ke arahku dengan tatapan curiga.
“Kamu berangkat bersama Pak Ridwan?” tanya Vira berbisik.
hahahahha
aku mencairkan suasana dengan tertawa tipis.
“Ah, tadi kita bertemu di jalan,” jawabku. Aku langsung menekan tombol absen dan bergegas pergi dari kerumunan teman-temanku.
“Niara, tunggu!” teriak Vira. Aku mempercepat langkah kakiku untuk menghindari pertanyaan dari Vira.
Aku langsung mengunci ruang kerjaku dan mengatur nafas. Jantungku terus berdegup kencang, padahal saat aku berpacaran dengan Reino aku bersikap santai saat teman-temanku tahu. “Apa karena dia Pak Ridwan?” aku bertanya dalam hati.
Bel Pabrik berbunyi, aku mulai menata perasaanku dan bersikap profesional dengan pekerjaan. Aku keluar dari ruang kerja, menuruni tangga dan mulai mengecek ruang Produksi.
Mataku berkeliling, memastikan tidak bertemu dengan Pak Ridwan dari segala arah.
“Apa kau ada hubungan dekat dengan Pak Ridwan?”
Vira tiba-tiba datang dari belakang, menepuk pundakku. Pertanyaan itu sontak membuatku salah tingkah.
Aku diam, dan menggelengkan kepala.
“Astaga, aku kira dia mendekatimu. Karena sebelumnya setiap dia bertemu denganku di kantin, dia selalu menanyakan tentangmu.” ujar Vira, aku membalikkan badan, penasaran dengan ucapan Vira.
“Kenapa?” tanyaku lirih, aku pura-pura sibuk dengan buku yang aku bawa.
“Entahlah, bahkan sebelum istrinya meninggal dia juga sering bertanya tentangmu. Siapa pacarmu, apa yang kamu sukai, banyak deh,” “aku kira terlibat dalam hubungan perselingkuhan dengan Pak Ridwan. Namun, setelah mendengar kau berpacaran dengan Reino, dia tidak pernah bertanya lagi, baru kemarin saat kamu 3 hari nggak masuk, dia mulai cerewet bertanya tentangmu lagi,” “ah, astaga Pria aneh.” ucap Vira. Aku hanya diam dan masih berpura-pura tidak peduli dengan informasi itu.
mana main!!!!
tarik atuh!
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Kau yang lebih terluka.
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
btw bikin Reno mati atuh Thor
Thor...bawa reoni kesini!!
gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
ihh pengen cubit ginjal nya
thor cerita mu tak bisa d tebak.
kerenn bangeettt 👍👍👍