Finn kembali untuk membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya. Dengan bantuan ayah angkatnya, Finn meminta dijodohkan dengan putri dari pembunuh kedua orang tuanya, yaitu Selena.
Ditengah rencana perjodohan, seorang gadis bernama Giselle muncul dan mulai mengganggu hidup Finn.
"Jika aku boleh memilih, aku tidak ingin terlahir menjadi keturunan keluarga Milano. Aku ingin melihat dunia luar, Finn... Merasakan hidup layaknya manusia pada umumnya," ~ Giselle.
"Aku akan membawamu keluar dan melihat dunia. Jika aku memintamu untuk menikah denganku, apa kamu mau?" ~ Finn.
Cinta yang mulai tumbuh diantara keduanya akankah mampu meluluhkan dendam yang sudah mendarah daging?
100% fiksi, bagi yang tidak suka boleh langsung skip tanpa meninggalkan rating atau komentar jelek. Selamat membaca dan salam dunia perhaluan, Terimakasih 🙏 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : TDCDD
Finn sedikit terkejut, dia menjatuhkan sepatu ditangannya dan mendorong tubuh Giselle hingga ciuman mereka terlepas.
"Ambil sepatumu dan pergilah, mulai sekarang kita tidak ada urusan lagi!" tegas Finn.
Finn berjalan ke arah mobilnya dan membuka pintu mobil. Di kejauhan mobil Van berwarna hitam berhenti dan membuka kaca mobil belakangnya. Seseorang memakai masker dan topi hitam di kepalanya mengarahkan pistol ke arah mereka.
Finn menatap waspada, dia mengikuti arah pandang sosok pria itu yang tertuju pada gadis yang sedang berdiri dibelakangnya.
Dorrr...
Suara tembakan terdengar keras. Giselle terkejut saat tiba-tiba Finn berbalik dan menubruk tubuhnya hingga mereka jatuh ke aspal dengan posisi Finn berada di atas tubuhnya. Mereka yang ada disekitar jalan raya berteriak histeris saat mendengar suara tembakan.
Finn segera bangun dan mengeluarkan pistol miliknya yang dia sembunyikan di balik jaketnya. Belum sempat Finn menembak, mobil itu sudah keburu pergi meninggalkan tempat itu.
Finn menyimpan pistolnya kembali, dia berbalik dan melihat Giselle yang sudah tidak sadarkan diri. Finn menepuk-nepuk pipi Giselle untuk membangunkannya, namun gadis itu tak kunjung membuka mata. Finn tidak punya pilihan lain selain mengangkat tubuh Giselle ke mobilnya dan membawanya ke apartemen.
Sebelumnya Finn belum pernah berurusan dengan seorang wanita seperti ini, hingga dia menelfon Riyan dan memintanya untuk datang.
Finn memandangi wajah Giselle yang tengah terlelap itu, tiba-tiba dia teringat dengan kejadian penembakan tadi. Jika tadi dia tidak ada disana, gadis itu pasti sudah mati tertembak.
"Sebenarnya wanita seperti apa kamu? Apa kamu seorang wanita malam yang membutuhkan uang hingga harus berurusan dengan penjahat-penjahat tadi?" Finn terus memandangi wajah Giselle, matanya bahkan sampai tidak berkedip.
Dua puluh menit kemudian Riyan datang bersama seorang dokter. Dokter itu langsung memeriksa keadaan Giselle.
"Kemarin kamu menenteng high heels wanita, sekarang kamu membawa seorang wanita. Katakan, apa dia pingsan setelah kalian melakukan pelepasan?" Riyan menaik turunkan kedua alisnya untuk menggoda Finn.
"Tutup mulutmu," Finn memukulkan punggung tangannya ke dada Riyan, lalu dia menghampiri sang dokter yang baru saja selesai memeriksa.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Finn.
Dokter menurunkan stetoskop dari telinganya, "Tidak ada yang serius, dia hanya sedikit syok dan sepertinya dia belum makan, itu yang membuat tubuhnya lemas dan akhirnya dia pingsan."
Finn sedikit tidak percaya, sebelumnya mereka bertemu di restauran, untuk apa gadis itu datang ke restaurant kalau bukan untuk makan.
"Mari dokter saya antar sampai ke depan," Riyan dan dokter itu keluar dari kamar Finn.
Mata Giselle mulai terbuka secara perlahan, sosok yang pertama dia lihat adalah Finn. Pria itu yang sedang berdiri memandanginya dengan tatapan tajam. Giselle memegangi kepalanya yang terasa sedikit pusing dan mencoba untuk duduk.
"Apa aku sudah merepotkanmu?" tanya Giselle, dia merasa risih karena Finn terus menatapnya.
"Dimana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang,"
Giselle sedikit gelagapan, Finn tidak boleh tau dimana dia tinggal, "Aku masih sedikit pusing, bolehkah aku menginap disini dulu? Aku janji, pagi-pagi sekali aku akan pergi,"
Finn merasa keberatan, mana mungkin dia tinggal satu atap dengan seorang wanita,
"Jika kamu ingin menggoda laki-laki, kamu bisa mencarinya diluar sana. Aku tidak tertarik dengan wanita malam sepertimu." Finn masih mengira jika Giselle adalah seorang wanita malam, hingga dia merasa keberatan jika Giselle ingin tinggal walaupun hanya untuk beberapa jam saja.
Giselle ingin melayangkan protes, namun Riyan lebih dulu masuk kedalam kamar dimana sedang terjadi ketegangan itu. Riyan tersenyum manis dan melambaikan tangannya pada Giselle.
"Finn, aku pulang ya? Biar kalian bisa melanjutkan kuda-kudaannya," Riyan tidak ingin menjadi obat nyamuk disana. Dia meninggalkan ruangan apartemen Finn, sekarang hanya tinggal Finn dan Giselle berdua saja disana.
Keduanya masih sama-sama diam dan tak ada yang bersuara. Finn membuka laci nakas dan mengeluarkan bungkus rokok dari dalam sana. Sebenarnya Finn bukan perokok berat, dia hanya merokok saat-saat tertentu saja, saat dia membutuhkan sesuatu untuk melepaskan tekanan.
Giselle menatap Finn yang sedang duduk di sofa, lelaki itu mulai menyalakan rokoknya dan menghisapnya.
"Pergilah ke dapur, kamu akan mendapatkan makanan disana," ucap Finn setelah menghembuskan asap pertamanya.
Giselle memegangi perutnya yang terasa sangat lapar, mungkin sebaiknya dia mengisi perutnya dulu dengan makanan supaya otaknya bisa berfikir dengan jernih.
Finn menoleh ke arah pintu begitu Giselle keluar dari kamarnya, dia menghisap kembali rokoknya tanpa berniat untuk menyusul gadis itu keluar.
💙
💙
💙
Giselle tengah menikmati nasi goreng buatannya. Mungkin karena tadi Finn makan diluar hingga nasinya masih sisa banyak. Setiap jam enam pagi memang akan ada pelayan yang datang untuk memasakan makanan untuk Finn disana. Tuan Mark lah yang mempekerjakan pelayan itu.
Giselle menghabiskan nasi goreng itu sampai tak bersisa, sekarang dia merasakan perutnya sudah sangat kenyang sekali, otaknya mulai bisa bekerja dengan normal kembali.
"Yang tadi itu suara tembakan atau suara petasan ya?" gumam Giselle, dia baru teringat akan kejadian diluar tadi.
"Sebaiknya aku tanyakan saja pada Finn, tadi kan dia yang menubrukku sampai aku jatuh dan pingsan. Finn pasti tau tadi itu suara apa," Giselle merapikan piring bekas dia makan, mencucinya dan menaruhnya kembali di rak piring.
Untuk urusan dapur, Giselle memang lumayan jago. Bertahun-tahun hidup terasingkan tak membuatnya menjadi gadis manja, justru dia sering membantu Bi Nilam menyelesaikan pekerjaan rumah. Bi Nilam juga yang sudah mengajari Giselle memasak.
Selesai beberes, Giselle masuk kembali ke kamar Finn. Namun Giselle tidak menemukan ada Finn disana, mungkin Finn sedang mandi karena dia mendengar ada suara gemericik air dari dalam kamar mandi.
Sembari menunggu Finn, Giselle duduk-duduk santai di tepian ranjang. Dia mengamati setiap benda yang ada dikamar Finn. Tatapannya berhenti pada sebuah foto terbingkai yang ada diatas nakas, sepertinya itu adalah foto Finn saat usia remaja, karena disana Finn terlihat masih sangat muda sekali.
Pintu kamar mandi terbuka, Giselle melebarkan kedua matanya saat melihat Finn keluar hanya dengan menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya saja. Finn berjalan mendekat ke arah Giselle.
"Ka-kamu mau apa?"
💙
💙
💙
"Kami tidak berhasil, Tuan. Ada seseorang yang menolong gadis itu," ucap pria yang tadi ingin menembak Giselle, rupanya dia adalah suruhan seseorang.
Pria yang dipanggil Tuan itu mengangguk, "Tidak apa-apa, lagipula aku hanya ingin bermain-main saja,"
Pria itu menyalakan layar ponselnya dan menatap foto Giselle yang sedang duduk sendirian di halte.
"Tuan Andreas memang memiliki putri lain, tapi Finn hanya boleh menikah dengan Selena."
...✨✨✨...