Tak pernah terpikirkan bagi Owen jika dirinya akan menikah dengan selebgram bar-bar semacam Tessa. Bahkan di sini dialah yang memaksa Tessa agar mau menikahinya. Semua ia lakukan hanya agar Tessa membatalkan niatnya untuk menggugurkan kandungannya.
Setelah keduanya menikah, Tessa akhirnya melahirkan seorang putri yang mereka beri nama Ayasya. Kehadiran Ayasya, perlahan-lahan menghilangkan percekcokan yang awalnya sering terjadi di antara Tessa dan Owen. Kemudian menumbuhkan benih-benih cinta di antara keduanya.
Empat tahun telah berlalu, satu rahasia besar akhirnya terungkap. Seorang pria tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah biologis Ayasya.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Owen dan Tessa?
Apakah Ayasya akan lebih memilih pria yang mengaku sebagai ayah biologisnya dibanding Owen, ayah yang merawatnya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShasaVinta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Pindah
“Kumohon, pikirkan lagi keputusanmu, Tessa.” Terus saja Owen berusaha untuk mengubah pikiran istrinya. “Bukankah yang terpenting adalah kebahagiaan Ayasya.”
“Aku yakin kau yang paling tahu bagaimana rasanya mendamba kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua. Aku tahu kau pasti tak menginginkan Ayasya merasakan hal yang sama,” ungkap Owen.
Tessa terdiam, pria yang tengah menggenggam kedua tangannya semakin erat ini sungguh tahu cara menggoyahkan hati Tessa. Seketika runtuh sudah semua ego yang tadi dibangun Tessa.
“Benarkah hanya akan ada aku, kau, dan Ayasya?” tanya Tessa memastikan.
Owen mengangguk. “Ya, kita bertiga. Kita akan mulai bangun rumah kita sendiri,” ucap Owen semakin meyakinkan Tessa.
“Tapi aku mohon bantuanmu. Kumohon bersabarlah sebentar lagi. Beri aku waktu untuk menyiapkan semuanya di Kota.” Terdengar dengusan napas Tessa setelah mendengar kata sabar kembali terucap dari bibir Owen.
“Tes … untuk pindah ke Kota X tak semudah itu. Ingatlah, ada Ayasya yang harus kita utamakan keamanan, kebahagiaan, dan kenyamanannya,” ungkap Owen.
Dalam benak Owen kini sudah dipenuhi dengan banyak hal yang harus ia siapkan. Sejak kehadiran Ayasya, hal ini sudah sempat terpikirkan olehnya. Namun, menyadari jika memboyong anak dan istrinya untuk tinggal bersama di Kota, itu berarti dirinya harus memastikan keamanan dan kenyamanan keluarga kecilnya.
Sementara penghasilannya sebagai dokter di Kota X tidak lagi sama seperti dulu ia bekerja di Rumah Sakit Pelita Harapan. Itulah sebabnya mengapa selama ini Owen menabung sebagian penghasilannya untuk mewujudkan rencananya itu.
Meski dirasa tabungannya belum cukup, namun yang terjadi malam ini mengharuskan Owen untuk tidak menunda lagi rencananya. “Cukup katakan padaku, kamu mau ikut pindah denganku. Maka akan kuusahakan semua yang terbaik untuk keluarga kita,” pinta Owen.
Cukup lama Tessa bungkam sebelum akhirnya mengangguk. “Baiklah, Bang. Aku akan mencoba sekali lagi,” ucap Tessa.
“Kita, Tes. Bukan hanya kamu, tapi kita bertiga akan berusaha,” balas Owen. “Tapi, kumohon untuk sementara rahasiakan dulu rencana kita untuk pindah.”
“Selagi aku menyiapkan segala yang kita butuhkan di sana, bersabarlah. Cukup percaya aku sekali lagi.” Anggukan Tessa mengakhiri perdebatan sepasang suami istri itu. Setelah itu, keduanya beranjak untuk beristirahat.
Melihat Tessa yang terlelap di sisi lain tempat tidur, membuat Owen tersenyum miris. Dia pun sebenarnya bingung dengan rumah tangga yang ia jalani saat ini. Sejak awal, ada rasa bersalah dalam benak Owen, menjadikan Tessa sebagai cara untuk melupakan cintanya terhadap wanita lain. Ia bahkan berani membina rumah tangga yang dimulai tanpa cinta.
Namun mengapa kini, ia begitu takut untuk kehilangan semua yang telah ia miliki. Terutama kehilangan putri kecil yang sangat ia sayangi, Ayasya-nya.
...……...
Sejak Ayasya berusia satu tahun, tiap malam bayi menggemaskan itu tak lagi tidur di box bayinya. Tidurnya begitu lelap ketika berada di antara kedua orang tuanya. Malam itu, Owen tak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya menerawang mengenai apa-apa saja hal yang harus ia siapkan.
Tak lupa ia periksa jumlah tabungannya, “Semoga aku sanggup mencukupi segala kebutuhan mereka,” gumam Owen.
Akhir pekan telah berlalu, Owen harus kembali ke Kota X untuk bekerja. Sebelum berangkat, papa muda itu sempatkan untuk bermain bersama putrinya.
“Ayasya … anak cantik, ayah berangkat kerja dulu, ya …. Aya yang pinter, jangan rewel. Jangan lupa hibur Bunda, biar Bunda nggak sedih lagi, ya ….”
Ayasya yang sedang menikmati sarapannya di meja makan khusus untuk bayi, merespon ucapan ayahnya dengan gumaman. Kepalanya mengangguk-angguk dan ia akhiri dengan senyuman dan tawa yang membuat Owen semakin gemas.
Sudah menjadi kebiasaan, setiap Owen akan berangkat kerja, Tessa akan menggendong Ayasya dan mereka akan mengantar Owen hingga ke mobil. Owen sudah berada di balik kemudi, namun ia masih saja terus bercanda dengan putrinya dari jendela mobil yang terbuka.
“Aya, jangan kangen sama ayah, ya. Biar ayah saja yang kangen.” Owen masih saja menciumi punggung tangan putrinya membuat Aya tergelak.
“Ayah hati-hati, ya. Cepet pulang, main bareng Aya,” ucap Tessa menirukan cara bicara anak kecil. Gantian Owen yang tergelak. Bu Damira yang melihat interaksi ketiganya terheran-heran, sebab semalam dirinya tanpa sengaja mendengar suara tangisan Tessa.
“Si*lan! Kupikir mereka semalam bertengkar. Tapi, apa yang mereka perdebatkan semalam ya?” gumam Bu Damira sembari terus mengawasi gerak-gerik Tessa yang mulai mengajarkan Ayasya berjalan.
...…...
Mengikuti instruksi Owen, diam-diam Tessa mulai mengemasi barang-barang mereka. Tessa hanya bisa menghela napas saat menyadari rupanya tak sedikit barang-barang miliknya seperti tas dan sepatu mewah yang telah diambil oleh Qanita dengan alasan meminjam tapi tak pernah kembali.
“Sudahlah, aku juga sudah jarang memakainya,” gumam Tessa. Sedetik kemudian ia cekikikan saat melihat penampilannya kini. Sangat berbeda dengan dulu, saat ia masih menjadi Tessa Si Selebgram.
Jika dulu tak pernah sekali pun ia keluar rumah tanpa riasan, sekarang saat akan keluar rumah bersama Ayasya yang ia ingat hanyalah memakaikan Ayasya sunscreen khusus untuk bayi. Belum lagi tubuhnya kini sangat kurus, tak ada selera makan karena semua makanannya diharuskan hambar oleh ibu mertuanya. Berbeda dengan Tessa yang dulu selalu membanggakan dan mempertontonkan body goals miliknya. Dengan bentuk tubuhnya yang sekarang, tentu ia akan malu.
“Un … tha,” terdengar celotehan suara bayi yang menyadarkan Tessa dari lamunannya. “Eh … Ay, anak Bunda tadi bilang apa? Tadi kamu manggil Bunda, Ay?” pekik Tessa kegirangan menghampiri putrinya yang bermain di lantai tak jauh darinya.
“Un … tha,” celoteh Ayasya sekali lagi membuat sang ibunda kembali kegirangan. Momen berharga seperti ini tak akan dilewatkan oleh Tessa. Segera ia meraih ponselnya dan merekam momen-momen ketika Ayasya memanggilnya. Tessa sudah tak sabar ingin pamer pada suaminya dengan mengirim video yang telah ia rekam.
Hari berganti hari, akhir pekan pun tiba. Deru suara mobil yang terdengar asing, menarik perhatian seisi rumah. Bu Damira yang sedang bermain bersama Ayasya di ruang tamu adalah yang pertama kali keluar untuk melihat mobil siapa yang masuk ke garasinya.
Kening Bu Damira mengenyit manakala putra kebanggannya yang keluar dari mobil. “Ayasya … ayah pulang!” seru Owen.
Ayasya tergelak bahkan ia terus mengulurkan tangannya pada Owen tanda ia ingin digendong oleh ayahnya. Segera Owen mengambil alih putrinya dari gendongan Bu Damira. “Anak ayah wangi banget. Sudah mandi, ya? Bunda, mana?” tanya Owen pada Ayasya.
Bu Damira sontak panik saat Owen menanyakan istrinya. Pasalnya, Tessa sedang ia suruh menimba air dari sumur tetangga karena air tak mengalir. Padahal, mereka memiliki sumur sendiri, jadi tak perlu mengambil air dari rumah tetangga.
Belum sempat Bu Damira mencari alasan, yang ia takutkan terjadi. Tessa muncul dengan dua ember besar di masing-maing tangannya. Owen bisa melihat buliran peluh di kening dan wajah memerah istrinya.
“Apa lagi ini, Bu?! Ibu sudah keterlaluan,” ucap Owen sebelum ia bergegas menghampiri Tessa.
“Bang, tumben cepat pulangnya,” ucap Tessa. Sementara Owen bukannya menjawab, ia malah meminta Tessa untuk meletakkan ember-ember yang dibawanya.
“Sini, biarkan aku yang mengangkat ember air itu. Kamu gendong Ayasya, sejak tadi dia mencarimu,” suruh Owen yang segera dilakukan oleh Tessa.
Saat melewati garasi, Tessa tak melihat ada mobil suaminya. Yang ada mobil lain, yang kelasnya jauh berbeda dengan mobil suaminya. “Mobil Bang Owen, ke mana?” tanya Tessa.
“Kita bicarakan di dalam saja,” pinta Owen yang di angguki Tessa.
Setelah mereka berada di dalam kamar, Tessa menagih jawaban atas pertanyaannya tadi. “Yang di luar itu adalah mobil kita. Mobil yang dulu telah kujual karena terlalu boros bahan bakar,” ucap Owen beralasan
“Apa? Jual … Bang Owen menjualnya dengan alasan boros?” pekik Tessa. “Bohong!” imbuhnya.
“Aku belum selesai bicara, Tes,” ucap Owen. “Juga hasil penjualan mobil yang masih tersisa, bisa kita gunakan untuk membeli perabotan rumah,” lanjut Owen.
Tessa yang awalnya ingin marah, tiba-tiba saja merasa bersalah. Sepertinya Owen bersusah payah untuk menyiapkan segala keperluan mereka di Kota X. “Maaf, Bang. Aku menyusahkanmu lagi,” ucap Tessa lirih.
Tak tahu saja keduanya, jika di balik pintu ada Bu Damira yang sedang menguping. Sayangnya ia harus kecewa karena tak bisa mendengar apa pun, selain pekikan Tessa soal menjual. “Akh! Aku penasaran. Apa mungkin mereka sedang merencanakan sesuatu?” gumam Bu Damira.
...…....
Rencananya hari ini Tessa, Owen, dan Ayasya akan ke Kota X untuk berbelanja perbotan rumah. Ayasya sungguh pintar, ia sungguh tenang dalam gendongan ayahnya. “Pilihlah perbotan yang kamu rasa kita perlukan,” ucap Owen saat mereka memasuki toko.
Karena Ayasya yang tertidur di gendongan ayahnya, Tessa terpaksa melanjutkan kegiatan belanjanya sendiri sementara Owen menunggu di kursi yang tak jauh dari lokasi kasir. Cukup lama Owen menunggu hingga sosok Tessa muncul dengan dua trolli yang terisi penuh barang.
Segera ia menghampiri Tessa yang sudah berada di depan meja kasir. “Tes, kamu belanja sebanyak ini?” tanya Owen. Jujur saja ia mulai khawatir jika uang yang disiapkannya tak cukup.
Tessa mengangguk sebagai jawaban. “Tes, bisakah kita membeli sebagian dulu? Sisanya akan kita ambil besok,” usul Owen.
“Ada apa?” tanya Tessa. Lalu Owen pun membisikkan alasannya.
“Tak perlu khawatir, Bang,” ujar Tessa. “Aku memberitahu Papi dan Mami rencana kita. Juga aku meminta tambahan uang untuk kita gunakan membeli keperluan kita,” lanjutnya.
Sontak tubuh Owen menegang. Bayangan saat dirinya dengan percaya diri mengatakan jika akan bertanggung jawab atas Tessa dan bayinya, kembali terbayang. Dan apa yang dilakukan Tessa saat ini, benar-benar telah melukai harga diri Owen.
“Maaf ya, Mbak. Kami batal membeli semua barang ini,” ucap Owen tiba-tiba.
Owen, juga Ayasya yang masih berada dalam gendongannya, segera berjalan keluar lebih dulu dari toko dan segera masuk ke mobil. Tak lama Tessa ikut masuk ke mobil dengan wajah ditekuk.
Wanita itu tak terima dengan sikap Owen barusan. Perdebatan keduanya di dalam mobil semakin memanas tatkala Tessa teguh dengan pendapatnya. Menurutnya jika tak masalah dirinya meminta bantuan uang pada orang tuanya, selama mereka mampu.
Hingga tiba di rumah pun, keduanya masih saling mendiamkan. Kejadian ini membuat Bu Damira dan Qanita bahagia. Tessa yang merasa tak nyaman dengan situasi saat itu, segera menghubungi Sea sahabatnya. Ia menceritakan segalanya, dan setelah mendengar pendapat Sea akhirnya Tessa bisa mengerti dengan kesalahanya.
Maka ketika akhir pekan tiba dan Owen berada di rumah, Tessa segera mengajak suaminya bicara. “Bang, maafkan aku. Aku mengakui kesalahanku, seharusnya aku meminta izinmu dulu sebelum bertindak.”
“Aku sudah ingin mengembalikan uang itu pada Papi dan Mami. Juga telah memberitahu mereka alasannya, namun mereka menolak. Dan memintaku menyimpan uang itu untuk Aya,” ungkap Tessa.
Owen tersenyum menyambut permintaan maaf Tessa. “Sudahlah, yang terpenting jangan mengulanginya lagi.”
“Lagian, tak ada yang bisa mencegah nenek dan kakek memberikan uang pada cucunya,” imbuh Owen.
Keduanya saling melempar senyum, saat satu masalah lagi berhasil mereka selesaikan dengan baik. “Tes, kamu sudah selesai berkemas?” tanya Owen.
“Sudah, sesuai perintahmu.”
“Bagus, karena besok kita akan pindah,” ucap Owen.
Kedua netra Tessa membulat sempurna. “Benarkah, Bang? Kita akan pindah besok?” tanyanya memastikan.
“Iya, besok kita akan pindah ke rumah baru kita,” jawab Owen.
Tessa baru akan memekik kegirangan, namun pekikannya masih kalah cepat dengan teriakan wanita paruh baya yang muncul dari balik pintu.
“Pindah?” pekiknya. “Siapa yang akan pindah?” tanyanya menuntut jawaban segera.
...———————...
nawra wanita licik, ben..
wah alfio serius kamu suka ama qanita aunty dari putri mu, takdir cinta seseorang ga ada yang tau sih ya.
kak shasa setelah ini kasih bonchap kak pengen tau momen tessa melahirkan anak kedua nya, pengen tau raut bahagia dari owen, aya dan semua menyambut kelahiran adik nya aya...