Spin Off Tawanan Cinta Pria Dewasa.
Dua kali gagal dalam pernikahan, Justin Anderson menganggap semua wanita itu sama. Sebatas mainan dan hanya merepotkan, bahkan tidak ada wanita yang membuat dia betah.
Hingga, takdir justru mempertemukannya dengan seorang gadis cantik yang terjebak keadaan. Agny Tabina, gadis belia yang dipaksa terjun ke dunia malam akibat keserakahan pamannya.
"500 juta ... tawaran terakhir, berikan gadis itu padaku." - Justin Anderson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07 - Mati Rasa
Sempat menolak ketika Justin ajak tidur semalam, kini gadis itu begitu lelap dalam pelukan Justin. Pria itu tersenyum tipis kala melihat wajah teduh itu tampak tenang di sisinya, akan tetapi ada satu hal yang membuat dia meringis kemudian.
"Aaaawww, tanganku ...."
Pria itu perlahan memindahkan kepala Agny yang menjadikan lengannya sebagai bantal. Penyiksaan tanpa sengaja bahkan membuat tangan kiri Justin mati rasa. Tadi malam jelas-jelas Agny menolak, akan tetapi kenapa mereka terbangun dengan posisi yang seperti itu.
Justin begitu pelan melakukannya, khawatir sekali jika tidur wanita itu terganggu. Dia menghela napas lega kala berhasil memperbaiki tidur Agny tanpa membuat wanita itu terganggu. Beberapa menit dia pandangi, sembari menunggu tangannya yang kebas itu normal Justin tanpa sadar menarik sudut bibirnya.
"Cantik, tidak salah percaya dirinya tinggi sekali."
Pria itu memuji wanita menyebalkan yang beberapa waktu lalu mengatakan jika kecantikannya memang bawaan lahir bahkan dapat mengalahkan sinar bulan purnama, jika Justin ingat-ingat lagi dia bahkan tertawa sumbang karena memang lucu sekali.
Lamunan Justin terhenti kala ponselnya berdering berkali. Sudah pasti manusia paling merepotkan sedunia itu yang menghubunginya, setelah menikah dia yang justru dibuat repot, hal ini terkadang membuat Justin menyesal lahir ke dunia.
"Hm, hallo."
Sopan sekali bukan, padahal ini sudah jam sembilan. Seharusnya dia sudah di kantor untuk berperang dengan perkerjaannya, sementara dia masih berada di tempat tidur. Jelas saja jika dia diburu atasan sekaligus sahabatnya itu.
Dimana? Tidak biasanya kau terlambat?
Keyvan menghubunginya bukan pertama kali. Jika dilihat lagi, sudah ada lima panggilan sebelumnya. Mendengar suara Keyvan, dia segera turun dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya. Persis bak seorang adik yang dipaksa pulang padahal nyawanya belum terkumpul semua.
"Biasa, bisnis, Van."
Bisnis apanya?! Kau bermaksud memisahkan diri dariku atau bagaimana?
Telinga Justin dibuat sakit dengan pria cerewet kerap mengusik ketenangan hidupnya. Ya, pria itu memang biasa seenak jidat dan perintahnya juga tidak main-main. Tugas Justin bahkan menyimpang dan sangat jauh dari tanggung jawabnya direktur di perusahaan Keyvan.
"Bukan, sesekali aku telat tidak ada salahnya ... bisnis, Van, kau paham lah," ungkap Justin kemudian mulai mengenakan pakaiannya, dalam keadaan kotor dan dia tidak berniat untuk membersihkan diri sekarang karena pria itu anti memakai pakaian kotor setelah mandi..
Iya-iya!! Terserah kau saja ... kutunggu selesai makan siang harus ada di sini.
Justin mengangguk, padahal Keyvan tidak akan mengerti jawabannya sama sekali. Akan tetapi, Keyvan tidak mempermasalahkan hal itu bahkan dia memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban Justin yang benar lebih dulu.
"Ck, apa sebaiknya aku keluar saja dari perusahaan itu? Aku juga cukup kaya sebenarnya," ungkap Justin kemudian melemparkan ponselnya di atas tempat tidur.
"Ck, lupakan Justin ... ingat kau bekerja untuk Evan bukan karena uang melainkan melindungi pria tengil itu," gumam Justin mengacak rambutnya kemudian.
Selesai mengenakan pakaian lengkapnya, Justin juga memunguti pakaian Agny yang berceceran cukup jauh darinya. Celana wanita itu tidak dapat terselematkan lagi, terpaksa dia mencari gantinya lebih dulu sebelum meninggalkan Agny hari ini.
Justin belum berniat membangunkan Agny, dia berlalu keluar sebentar untuk mencari pakaian yang lebih layak. Terbiasa melakukan apapun sendiri tidak membuat Justin kesulitan jika hal-hal semacam ini terjadi. Apalagi, dia kerap dibuat terpaksa siaga ketika menjaga Zavia jelas menjadikan mental seorang Justin terbiasa cepat tanggap.
.
.
.
Sementara Justin pergi, Agny mulai terbangun dan membuka matanya perlahan. Hatinya berdenyut tak nyaman kala menyadari di tempat tidur hanya ada dirinya sendiri. Entah kenapa mendadak dia merasa tidak lagi ada harganya, seseorang telah mencampakkannya usai merenggut mahkotanya semalam.
Hampir saja Agny menangis, akan tetapi dia sedikit lebih tenang kala melihat jas hitam pria yang semaam menjadi temannya tidur masih ada di tepian ranjang, begitupun dengan pakaiannya.
Apalagi, ketika melihat ponsel Justin juga berada di sana. Semakin Agny yakin jika Justin benar-benar belum berlalu. Dia merasa sejenak lebih tenang, setidaknya Justin tidak meninggalkannya begitu saja ketika hari berganti. Walau sejujurnya dia juga sadar tidak ada hal yang membuat dia harus sedih Justin tinggal sendirian.
"Aaaww tubuhku sakit semua."
Agny mengeluhkan tubuhnya yang seakan kaku seakan usai melakukan kerja berat. Mungkin hal ini diakibatkan karena dia yang tidur menjelang pagi, risih sekali rasanya bangun kali ini. Agny beranjak untuk membersihkan dirinya segera, sebelum Justin kembali entah tepatnya.
"Ssshhh, memang dosa besar mempercayai mulut laki-laki ... terutama laki-laki yang sudah berumur seperti dia, bodohnya Agny percaya tidak akan sakit." Dia tengah mengutuk pria yang meyakinkan dirinya perihal rasa sakit, sempat mengatakan tidak akan sakit sama sekali nyatanya terasa hingga keesokan hari.
- To Be Continue -