"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"
"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."
Tak terima dianggap sebagai gadis manja, Kristal keluar dari rumahnya.
Bagaimana dia melalui kehidupannya tanpa fasilitas mewahnya selama ini?
Yang baca wajib komen!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nirwana Asri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan pura-pura bodoh
Kristal mengantar Ruli sampai ke restorannya. Gilang terkejut ketika melihat tangan Ruli terluka. "Tanganmu kenapa?" Tanya Gilang
Gilang dan Ruli adalah sepupu. Tapi tidak banyak yang tahu tentang hubungan mereka. Sejauh ini pegawai Ruli hanya tahu kalau Gilang adalah bawahannya.
"Cuma kecelakaan kecil," jawab Ruli.
"Lalu kenapa kamu bisa bareng sama Nara?" Tanya Gilang yang heran ketika keduanya masuk secara bersamaan.
"Dia yang nolongin aku," jawab Ruli dengan jujur.
"Maaf, Pak Gilang. Saya terlambat. Hari ini saya akan kerja lembur, Pak," kata Kristal yang merasa tak enak.
"Lembur? Sebaiknya tanya bos besar saja." Gilang tidak berani mengambil keputusan.
Ruli tidak menjawab. Dia menarik tangan Kristal lalu membawanya masuk ke dalam ruangannya. "Duduk!" Perintah Ruli dengan halus.
Setelah itu, Ruli mengambil obat di laci mejanya. "Obati dulu tanganmu!" Dia memberikan kotak obat pada Kristal.
"Terima kasih, Pak." Gadis itu menerima kotak obat yang diberikan oleh Ruli lalu mengambil obat luka dan plester untuk mengobati lukanya. Kristal meringis kesakitan.
Ruli memperhatikan gadis yang sedang duduk di hadapannya itu. "Siapa kamu sebenarnya?" Ruli tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang membuat jantung Kristal berdebar kencang.
Kristal mematung. Dia berpikir agar tidak menjawab pertanyaan dengan gegabah. "Maksud bapak apa?" Tanya Kristal pura-pura tidak mengerti maksud atasannya itu.
Ruli mengulas senyum tipis. "Bukankah nama asli kamu Kristal?"
Glek
Kristal susah payah menelan salivanya. "Kenapa laki-laki ini bisa tahu?" Batin Kristal yang sangat risau.
"Kristal? Siapa Kristal? Maksudnya bapak mau beli perhiasan?"
"Jangan pura-pura bodoh, nanti bodoh beneran," ledek Ruli. Dia tak lagi meneruskan pertanyaannya tapi dia akan mencari tahu lebih lanjut siapa gadis itu sebenarnya.
"Kalau begitu saya permisi, Pak," pamit Kristal yang keluar dari ruangan Ruli.
"Tunggu! Mulai besok kamu akan jadi sopir saya."
"Apa? Tapi pekerjaan saya di sini bagaimana, Pak?" Tanya Kristal bingung ketika Ruli memberi keputusan sepihak.
"Kamu akan tetap bekerja di sini tapi setiap pulang pergi kerja kamu yang antar saya."
"Tapi saya akan kesulitan pak soalnya saya tidak tahu rumah bapak," protes Kristal.
"Antar aku pulang ketika jam kerja kamu sudah selesai. Lalu kamu beresi barang-barang kamu. Pindah ke rumahku!"
Kristal mengepalkan tangannya. Dia tidak habis pikir dengan apa yang ada di dalam kepala atasannya itu. "Apa dia ingin mengerjai aku karena aku ini pegawai baru?"
Kristal menghela nafasnya berat. "Baik, Pak." Dia tidak bisa menolak. Nasibnya seolah ada di tangan Ruli karena dialah yang mempekerjakan dirinya.
Setelah itu, Gilang masuk ke dalam ruangan Ruli. "Kalian ngomongin apa aja?" Tanya Gilang curiga pada sepupunya itu.
"Kamu tidak perlu tahu," jawab Ruli dengan ketus.
Setelah jam kerja selesai Ruli meminta Gilang memanggil Nara. "Dia masih di jalan sedang mengantarkan pesanan pelanggan," jawab Ruli.
"Gilang mulai besok dia akan bekerja di dalam restoran saja. Kamu cari pegawai lain untuk menggantikan Nara." Gilang mengangguk paham.
Tak lama kemudian Ruli melihat Nara memarkirkan motornya. Nara duduk di kursi setelah itu. Gadis itu menoleh ketika seseorang menyodorkan sebotol air mineral untuknya. "Makasih, Pak."
Kristal menerima minuman itu dari Gilang. Dia meneguk air itu hingga tandas. "Kamu kuat juga ya," ucap Gilang ketika melihat air yang diberikan pada Nara habis.
"Saya kehausan, Pak. Di luar sangat panas. Kulit saya sampai terbakar," keluh Kristal pada Gilang sambil menunjukkan kulitnya yang kemerahan.
Gilang mengulas senyum. "Tenang saja, mulai besok kamu kembali bekerja sebagai pelayan. Pak Ruli meminta kamu digantikan oleh pegawai lainnya.
Kristal melonjak kegirangan. "Saya nggak salah dengar 'kan, Pak?" Tanya Kristal memastikan.
"Nggak salah." Kristal tersenyum senang.
"Kenapa nggak dari kemaren saja sih. Pak Ruli mah orangnya susah ditebak."
Gilang tersenyum. "Kamu baru mengenalnya jadi belum bisa memahami bagaimana sifat Pak Ruli."
"Ah, iya Pak." Kristal menunduk malu.
"Ayo kita pulang sekarang!" Ajak Ruli menyela pembicaraan mereka. Kristal mengikuti langkah Ruli.
Gilang heran ketika Kristal duduk di belakang kendali setir. "Apa dia bisa mengemudi?" Gumam Gilang.
"Kita ke mana, Pak?" Tanya Kristal.
"Lurus saja lalu kamu akan memasuki perumahan, aku tinggal di Blok B no. 15," ucap Ruli.
Kemudian Kristal menghentikan mobil yang dia kendarai tepat di depan alamat rumah yang disebutkan oleh laki-laki itu.
"Ingat! Besok kamu harus pindah ke sini. Saya tidak akan gaji kamu kalau sampai kamu mangkir," ancam Ruli.
"Baik, Pak," jawab Kristal dengan pasrah.
Lalu Ruli memberikan sejumlah uang untuk gadis itu. "Ambillah! Itu untuk ongkos pulang kamu. Naik taksi saja malam-malam begini tidak aman untuk perempuan seperti kamu jika jalan sendirian. Lagipula di sini tidak ada angkot yang lewat."
Kristal menatap Ruli penuh dengan tanda tanya. "Cowok ini baik juga." Sejenak Kristal merasa kagum pada laki-laki yang sedang berdiri di hadapannya itu.
Ruli menggoyangkan tangannya ketika Nara tak juga mengambil uang itu. Lalu dia menarik tangan gadis itu kemudian memaksa untuk menerima uang pemberiannya.
"Sudah sana pulang. Anak perawan jangan pulang malam kecuali kalau kamu bukan perawan," ledek Ruli.
"Nggak lucu," ucap Kristal dengan kesal.
Dia pun menghentikan taksi yang lewat lalu menaikinya. Kristal sampai di tempat kos Meilani pada pukul delapan malam.
"Lani, kamu sudah pulang?" Tanya Kristal yang baru turun dari taksi.
Meilani heran pada sahabatnya itu. Dia bilang dia tidak memiliki uang tapi nyatanya dia bisa membayar ongkos taksi.
"Kamu dari mana?" Tanya Meilani.
"Aku habis nganterin Pak Ruli ke rumahnya," jawab Kristal dengan jujur.
"Apa? Aku nggak salah dengar kan?" Meilani menajamkan telinganya.
"Nggak. Oh ya mulai besok aku mau pindah."
Meilani terlihat sedih ketika mendengar omongan sahabatnya itu. "Kamu mau kembali ke rumah kamu?" Tanya Meilani.
"Bukan, tapi aku mau pindah ke rumah Pak Ruli." Meilani hampir saja pingsan mendengar omongan yang menurutnya tidak masuk akal itu.
Tapi Kristal malah tertawa melihat ekspresi wajah Meilani. "Biasa aja kali. Aku disuruh jadi sopirnya Pak Ruli gara-gara tangannya terluka karena nolongin aku tadi pagi," terang Kristal.
"Oh, aku kira dia naksir kamu sampai kamu disuruh pindah ke rumahnya. Aku kira kamu mau dijadiin sugar baby," ledek Meilani.
"Sialan, aku bukan cewek gampangan kaya gitu kali. Dulu sih iya aku tuh gampang sekali jatuh cinta sampai aku dikadalin dan diporotin pun nggak berasa. Tapi sekarang aku bukan Kristal yang dulu. Ingat ya aku sekarang hidup dengan nama Nara bukan Kristal kamu jangan sampai keceplosan!" Kristal memberikan peringatan pada sahabatnya itu.
Meilani menggigit bibir bawahnya. "Tapi aku sudah pernah keceplosan sekali," ungkapnya.
"Apa? Pantas saja tadi Pak Ruli manggil aku dengan nama Kristal. Dasar biang kerok, sini aku gelitikin kamu ya."
Kristal mengejar Meilani untuk memberikan pelajaran.
...♥️♥️♥️...
Yang udah baca silakan tinggalkan jejak ya, poin kalian sangat berarti buat othor receh seperti ku ini
oh ya mampir ke novel temanku juga ya kita sesama author memang saling support 🙏