Hana sosok wanita biasa yang penuh kesedihan di hidupnya terjebak di situasi yang sulit. Ia tidak sengaja bertabrakan dengan Candra, laki-laki yang terkenal karena kekayaan dan parasnya yang tampan. Karena kejadian tersebut munculah skandal di antara mereka.
Untuk meredam skandal tersebut keduanya diharuskan untuk menikah. Namun yang terjadi setelahnya, bukanlah hal yang diharapkan oleh Hana.
Bermula dari Candra yang tidak bisa melupakan mantan tunangannya. Hingga akhirnya Candra bisa membuka hati untuk Hana. Namun mantan tunangannya kembali untuk merebut hati Candra lagi.
Akankah pernikahan tersebut akan terus terjalin dengan bahagia? Atau penuh dengan kepahitan?
Follow ig : @yoyotaa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 - Adik dan Kakak
Ternyata menjadi orang kaya tidak selamanya enak. Ada beberapa batasan yang harus dijaga oleh keluarga Abraham.
"Aku mau kok jadi temanmu," ucap Hana sambil tersenyum.
Sandra pun yang semula hanya memandang lurus ke depan, ia segera menoleh ke Hana. Entah mengapa ia sangat senang mendengar Hana yang mau berteman dengannya.
"Kak Hana, kau baik sekali. Belum pernah aku temui orang sepertimu. Semua yang mendekatiku, mendekat karena aku adalah putri pemilik perusahaan AH Group. Tapi aku harap Kak Hana tidak seperti itu."
"Aku bisa mengerti maksudmu. Tapi aku bukanlah orang yang seperti itu. Oh ya, aku harus kembali bekerja Sandra. Lain waktu kita bisa berbicara kembali."
Hana bangkit dari duduknya, ia pergi meninggalkan kantin dan mulai membersihkan lantai di area ruang rapat. Sementara Sandra, ia masih duduk sambil menaruh kedua tangannya di dagu.
"Aku menyukai sifatnya. Kak Hana sangat berbeda dengan mantan tunangan kakak yang tidak mau berbicara denganku kecuali ada kakak di sampingnya. Aku harap kakak akan cepat melupakan dia, dan bisa benar-benar mencintai Kak Hana."
Sandra meninggalkan kantin, ia segera menuju ke ruangan Candra. Ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Candra mendengar langkah kaki yang mengarah padanya.
"Beraninya masuk tanpa mengetuk pintu! Punya sopan santun tidak!" marah Candra tanpa melihat siapa yang ada di hadapannya.
"Pantas saja kau terkenal galak dan kejam. Kakak itu mudah sekali terintimidasi karena hal seperti ini. Perbaiki sifat mu yang suka marah-marah," saran Sandra yang langsung duduk di sofa.
"Sandra kau sedang apa kemari?" tanya Candra mengalihkan perbincangan yang semula.
"Main lah," jawab singkat Sandra.
"Hhh, perusahaan bukan arena bermain untuk mahasiswa. Seharusnya kau tahu itu. Lebih baik kau pulang sekarang," ucap Candra dengan nada yang lembut pada Sandra.
"Tidak mau." Hana menjawab ucapan Candra sambil menyandarkan kepalanya di ujung sofa kemudian menaikan kedua kakinya ke sofa.
Sandra memejamkan matanya. Lalu ia berkata lagi, "Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama kakak. Semenjak kakak memiliki pacar dan berakhir memiliki tunangan, aku selalu terabaikan. Tapi sekarang kan kakak sudah tidak punya tunangan lagi. Jadi, biarkan aku disini."
"Apa kau lupa? Sekarang pun aku sudah mempunyai calon istri."
"Aku tahu. Tapi Kak Hana terlihat berbeda dengan mantan tunangan kakak. Suatu saat pasti kakak bisa merasakannya juga."
"Kau banyak sekali bicara Sandra. Kau tidak tahu apapun tentang Hana. Jangan asal menyimpulkan."
"Aku tahu. Ia memiliki senyum yang indah. Sebelum bertemu kakak aku bertemu dulu dengannya. Aku juga mengobrol bersamanya."
"Sandra!" kesal Candra.
"Jangan marah-marah kak! Nanti hipertensi loh! Kakak itu jelek kalau sedang marah!" balas Sandra dengan kesal juga sambil membuka mata dan mengubah posisinya menjadi duduk.
"Sudahlah, terserah kau. Yang terpenting jangan sampai kau mengganggu waktu bekerjaku."
"Siap pak bos."
Sandra bangkit dari duduknya. Ia berjalan mengamati nuansa dekorasi ruangan Candra. Tidak ada yang berubah sejak 2 tahun yang lalu. Hanya saja Sandra menemukan foto Candra bersama mantan tunangannya terselip di belakang pigura foto keluarganya.
"Kakak masih mengingatnya? Orang yang sudah meninggalkan kakak?" tanya Sandra.
"Melupakan itu tidak semudah yang kau katakan. Rasa cintaku terlalu besar dibandingkan dengan rasa sakit yang dia berikan," jawab Candra dengan jujur.
"Kak sebentar lagi kakak akan menikah. Tidak bisakah kakak mencoba mencintai Hana?"
"Memangnya siapa dia? Dia hanya orang asing yang akan membuat hidupku berantakan. Aku tidak akan pernah mencintainya."
Jika Candra sudah berkata 'tidak suka' maka hal tersebut sangatlah mengganggu bagi Candra. Sandra merasa kasihan dengan Hana nantinya. Walaupun Sandra tahu, pernikahan ini hanya untuk citra baik Candra dan perusahaan karena skandal yang terjadi. Namun, Sandra benar-benar berharap Hana dan Candra akan saling jatuh cinta ke depannya.
"Aku sudah puas. Aku pergi kak." Sandra keluar dari ruangan Candra.
Candra tidak habis pikir dengan kelakuan Sandra. Namun sebenarnya Candra juga bisa memahami apa yang dirasakan Sandra. Seketika Candra merasa bersalah pada Sandra. Karena waktu yang mereka miliki dulu selalu terbagi dengan Candra yang selalu bersama mantan tunangannya. Berbeda dengan ketika mereka masih kecil, Candra selalu bersama Sandra, selalu menjaga Sandra. Luka kecil yang ada pada tubuh Sandra pun akan membuat Candra murka terhadap orang yang membuat Sandra menangis.
Apakah ini awal dari semuanya? Hubungan erat sepasang adik kakak akan terjalin seperti dahulu? Candra pun berharap begitu.
****
Abraham sibuk mencari kontak telepon orang yang ada di masa lalunya. Ia begitu penasaran dengan apa yang terjadi. Setelah menemukan salah satu kontak telepon di buku catatan kecil miliknya, Abraham langsung menghubungi kontak tersebut.
"Halo, selamat siang. Apa benar ini Adam Lorensia?" tanya Abraham ke si penerima telepon.
"Maaf, sepertinya kau salah sambung."
Si penerima telepon langsung mematikan panggilan secara sepihak.
"Adam ... dimana kau sekarang? Aku hanya ingin memastikan sesuatu."
Sudah hampir puluhan tahun, Abraham tidak pernah berhubungan dengan orang di masa lalunya. Hingga datanglah orang yang memicu dirinya untuk kembali menghubungi mereka.
****
Langit mulai terlihat kemerahan-merahan yang artinya senja telah datang. Waktu pun akan berganti menjadi malam. Hana duduk di halte menunggu bus datang. Beberapa menit kemudian, bus pun datang Hana menaiki bus tersebut. Hana duduk di kursi paling belakang.
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Hana langsung mengambil ponsel yang ia simpan di dalam tas selempangnya. Rupanya ia mendapatkan satu pesan dari nomor ponsel yang tidak diketahui oleh Hana.
[ Kak Hana besok ada waktu? Jika ada, bolehkah aku menginap di rumahmu? ]
Hanya membaca sekali pesan tersebut, Hana sudah bisa mengetahui siapa yang mengirimkannya pesan. Hana pun membalas pesan tersebut.
[ Ada, tapi rumahku berbeda dengan rumahmu. Apa itu tidak apa-apa? ]
Setelah membalas pesan tersebut, Hana memasukan ponselnya ke dalam tas selempangnya kembali.
Hana menyandarkan kepalanya ke kaca bus. Ia melihat banyak pohon, rumah, dan orang yang berjalan di trotoar dari bus. Seketika ia berpikir mengenai hidupnya. Apa yang sudah ia lihat dan lewati sebelumnya, bisakah ia melihat dan melewatinya lagi? Jawabannya adalah tidak. Hana harus mempersiapkan diri menempuh jalan yang berbeda.
"Aku hanya berharap jalan yang aku pilih, tidak memiliki banyak bebatuan tajam yang harus dilewati."
Terkadang sebuah harapan itu tidak sesuai dengan kenyataan. Namun tentu saja meski tidak sesuai, semuanya harus dilewati. Hana mengingat ungkapan dari kepasrahan seorang hamba ( Umar bin Khattab). Ia mengatakan demikian.
"Apa yang melewatkanku, tidak akan pernah menjadi takdirku. Dan apa yang ditakdirkan untukku, tidak akan pernah melewatkanku."
Kata-kata itu memiliki arti bahwa sebuah proses yang tidaklah mudah adalah penerimaan. Untuk itu, belajarlah ikhlas menerima segala sesuatu yang ditakdirkan dan jangan terus berandai-andai.