NovelToon NovelToon
Menantu Sampah Ternyata Billionere

Menantu Sampah Ternyata Billionere

Status: sedang berlangsung
Genre:Crazy Rich/Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / CEO
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: rikistory33

Gavin Adhitama (28 tahun) adalah menantu yang paling tidak berguna dan paling sering dihina di Kota Jakarta. Selama tiga tahun pernikahannya dengan Karina Surya (27 tahun), Gavin hidup di bawah bayang-bayang hinaan keluarga mertuanya, dipanggil 'pecundang', 'sampah masyarakat', dan 'parasit' yang hanya bisa membersihkan rumah dan mencuci mobil.

Gavin menanggung semua celaan itu dengan sabar. Ia hanya memakai ponsel butut, pakaian lusuh, dan tidak pernah menghasilkan uang sepeser pun. Namun, tak ada satu pun yang tahu bahwa Gavin yang terlihat kusam adalah Pewaris Tunggal dari Phoenix Group, sebuah konglomerat global bernilai triliunan rupiah.

Penyamarannya adalah wasiat kakeknya: ia harus hidup miskin dan menderita selama tiga tahun untuk menguji ketulusan dan kesabaran Karina, istrinya—satu-satunya orang yang (meski kecewa) masih menunjukkan sedikit kepedulian.

Tepat saat waktu penyamarannya habis, Keluarga Surya, yang terjerat utang besar dan berada di ambang kebangkrutan, menggan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Raja yang tidak akan pernah melupakan penghinaan

Pagi setelah acara amal, keluarga Surya, yang kini bersembunyi di rumah kecil mereka yang sederhana, sebab aset mewah mereka telah disita, dan sekarang berada dalam keadaan kasian.

Fajar, sang putra mahkota yang gagal, memecahkan vas bunga plastik yang merupakan satu-satunya dekorasi di ruang tamu.

"Ini tidak adil! Dia tidak bisa melakukan ini pada kita! Ayah, kau harus melakukan sesuatu! Kita adalah keluarga!" teriak Fajar pada Surya, yang duduk lesu dengan wajah keriput.

"Keluarga?" sela Desi, ibu Fajar, dengan mata sembab. "Dia membuat kita jadi pengemis! Aku bahkan tidak punya tas desainer untuk menutupi wajahku di depan umum! Surya Properti, perusahaanmu, sekarang resmi menjadi milik Phoenix Group seharga satu dolar! Dia mengambil segalanya, Surya!"

Surya menyalakan rokoknya dengan tangan gemetar. "Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Gavin itu kejam. Dia menggunakan hukum, bukan kekerasan. Pengacara kita bilang, dia punya semua bukti kita menggelapkan dana kecil-kecilan selama tiga tahun terakhir. Itu cukup baginya untuk melakukan akuisisi dengan harga sepihak."

Saat itulah telepon Desi berdering. Nomor tak dikenal.

"Halo? Siapa ini?" tanya Desi ketus.

Suara formal seorang sekretaris menjawab, "Selamat pagi. Anda berbicara dengan kantor pribadi Gavin Adhitama, Chairman Phoenix Group. Saya menelepon untuk memberikan informasi mengenai pekerjaan baru Tuan Fajar Surya dan Nyonya Desi."

Mata Desi membelalak. "Pekerjaan? Pekerjaan apa? Gavin akan memberi kita kompensasi?"

"Bukan kompensasi, Nyonya," jawab sekretaris itu datar. "Tuan Adhitama telah memberi Anda dan Tuan Fajar pekerjaan untuk membersihkan toilet di salah satu kantor cabang Phoenix Group di area pinggiran kota. Ini adalah bagian dari 'Pengembalian Sosial' sebagai balasan atas utang yang Anda ambil dari Surya Properti."

Desi terperanjat. "Membersihkan toilet?! Dia gila! Kami adalah pemilik perusahaan!"

"Surya Properti sekarang adalah unit di bawah Phoenix Group. Dan ini adalah perintah langsung dari atasan tertinggi Anda. Jika Anda menolak, Tuan Adhitama telah berjanji akan memastikan Anda tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan lain di sektor formal mana pun di Indonesia. Ini adalah kesempatan terakhir Anda untuk mendapatkan penghasilan. Jadwal kerja dimulai besok, pukul tujuh pagi. Seragam akan segera diantar hari ini."

Panggilan terputus, meninggalkan Desi dan Fajar terdiam, wajahnya pucat pasi. Surya hanya menggelengkan kepala. Gavin tidak hanya merampas uang mereka, dia merampas kehormatan mereka.

Sementara itu, di penthouse mewah, Karina sedang berjemur di bawah sinar matahari pagi sambil menikmati teh Earl Grey. Ia mencoba mencerna semua yang terjadi.

Gavin duduk di seberangnya, membaca laporan keuangan yang dicetak di atas kertas khusus, tidak di ponsel bututnya lagi.

"Kau terlihat sangat menikmati tehmu, Nyonya Adhitama," kata Gavin, matanya masih tertuju pada angka.

"Aku menikmati ketenangan ini," balas Karina. "Tapi aku juga berpikir tentang Maya Liong. Dia tidak akan menyerah, bukan? Wajahnya semalam... keliatan  dia sangat marah."

Gavin menutup laporannya dan mencondongkan tubuh ke depan. "Kau benar. Maya adalah masalah, tapi bukan ancaman terbesar. Keluarga Liong akan mencoba menggunakan segala cara untuk menjatuhkanku karena kekuasaan. Tapi aku punya senjata rahasia yang tidak mereka miliki."

"Apa itu?" tanya Karina.

"Kejutan." Gavin tersenyum misterius. "Mereka semua berpikir aku adalah pria yang rakus, gila kekuasaan. Mereka tidak pernah melihatku selama tiga tahun terakhir, melakukan pekerjaan kasar, dihina, hanya untuk menjalankan wasiat kakekku. Mereka tidak tahu betapa berharganya kejutan itu. Dan kau, Karina, adalah bagian terbesar dari kejutan itu."

Tiba-tiba, Gavin meraih tangan Karina. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu, apalagi Maya. Aku sudah menyiapkan pengawal pribadi untukmu dengan kode keamanan khusus. Jangan pernah tinggalkan penthouse ini tanpa pengawal."

Karina merasakan hatinya berdebar. Pengawal? Itu terasa seperti sebuah fiksi, bukan kehidupan nyata.

"Tapi... mengapa wasiat kakekmu begitu rumit? Mengapa kau harus menjadi 'pecundang' selama tiga tahun?" tanya Karina, pertanyaan yang selama ini mengganggunya.

Gavin menghela napas panjang. "Kakekku adalah pria yang cerdas. Dia tahu kekayaan bisa merusak karakter. Dia ingin pewarisnya membuktikan bahwa mereka dapat bertahan dari kemiskinan dan hinaan. Dia juga ingin melihat siapa yang benar-benar peduli pada Adhitama, dan siapa yang hanya mencintai kerana uangnya."

"Dan kau menemukan aku," bisik Karina.

Gavin mengangguk. "Kau adalah Karina yang menawariku bubur instan saat aku tidak punya uang untuk makan malam. Kau adalah Karina yang tidak kenal  lelah untuk menyemangatiku meski semua orang menghinaku. Kau membuktikan bahwa kau memiliki hati yang tulus."

Beberapa hari kemudian, Karina memutuskan untuk mengunjungi kantor Surya Properti. Tempat yang dulunya adalah nerakanya, kini adalah miliknya.

Ia datang tidak dengan gaun pesta, tetapi dengan setelan bisnis yang elegan, memancarkan aura seorang CEO. Gavin menemaninya.

Mereka disambut oleh Beny, tangan kanan Gavin, yang kini menjabat sebagai CEO sementara Surya Properti (yang sekarang berganti nama menjadi Phoenix Properti).

"Nyonya Adhitama, Tuan Adhitama, selamat datang," sapa Beny. "Semua berjalan sesuai rencana. Para staf lama yang loyal telah kami pertahankan. Yang bermasalah sudah kami keluarkan."

Karina berjalan melewati koridor yang terasa asing dan dingin. Ia berhenti di depan ruang kantor lamanya—ruangan sempit yang ia bagi dengan lima orang lainnya. Ia tersenyum getir.

"Di sinilah aku bekerja. Mereka selalu memastikan aku melakukan pekerjaan paling banyak, tapi mendapatkan bayaran paling kecil," kenang Karina.

Tiba-tiba, Karina melihat Fajar dan Desi. Mereka mengenakan seragam kebersihan berwarna oranye, mendorong troli dengan peralatan pel dan sikat. Mata mereka bertemu.

Wajah Desi memerah karena malu dan marah. Fajar mencoba menghindar, tetapi Gavin sudah berdiri di jalur mereka.

"Selamat siang, Desi, Fajar," sapa Gavin dengan suara tenang. "Bagaimana hari pertama pekerjaanmu? Apakah toilet-toilet itu sudah cukup bersih?"

Desi menggertakkan gigi. "Gavin, kau kejam! Kau melakukan ini karena kau dendam!"

"Tentu saja aku dendam," jawab Gavin tanpa emosi, melirik Fajar yang menundukkan kepala. "Kalian menghina dan meremehkan istriku selama tiga tahun. Kalian mengira kehormatanku adalah lelucon. Aku hanya memberimu pelajaran, di dunia ini, tidak ada yang namanya kehormatan gratis. Kau mendapatkan apa yang kau tabur."

Karina menatap mereka berdua, tanpa belas kasihan. Mereka pantas mendapatkannya. Tapi ia tidak ingin menjadi Desi yang baru.

"Gavin," Karina menyentuh lengan suaminya. "Cukup. Ayo kita pergi. Aku tidak ingin menghabiskan waktuku di sini lagi. Ada hal yang lebih penting yang harus kulakukan."

Karina memandang Desi dan Fajar sekali lagi. "Lakukan pekerjaanmu dengan baik. Jangan sampai ada yang komplain. Karena sekarang, kami adalah atasanmu."

Karina berbalik, dan Fajar, yang selama ini diam, tiba-tiba mengangkat kepalanya.

"Karina! Aku minta maaf! Kumohon, bicara dengan Gavin! Aku janji, aku akan bersujud padamu! Tolong, jangan biarkan aku berakhir seperti ini!" pinta Fajar, air mata menggenang.

Karina berhenti, tetapi tidak berbalik. "Maaf, Fajar. Saya tidak mendengar nama 'Karina' dari mulut Anda selama tiga tahun. Anda memanggil saya 'sampah'. Sekarang, panggil saya Nyonya Adhitama."

Fajar terdiam, wajahnya semakin pucat.

Karina dan Gavin melangkah pergi. Saat mereka mencapai pintu, Gavin berbisik di telinga Karina.

"Kau benar-benar berubah, istriku. Tapi tunggu. Ada satu urusan yang belum selesai," kata Gavin, mengeluarkan ponsel lamanya dan tersenyum licik.

Gavin menelepon. "Beny. Tahan mobil yang akan mengantar seragam kebersihan untuk Tuan Surya Senior. Berikan dia seragam yang sama, tapi kirim dia ke gudang di luar kota. Dia akan membersihkan toilet-toilet umum di sana. Biarkan dia merenungkan kesalahannya di tempat yang lebih sepi."

Karina hanya menggelengkan kepala, tidak mampu menyembunyikan senyumnya. Gavin Adhitama memang bukan pecundang, ia adalah Raja yang tidak akan pernah melupakan penghinaan.

Malam itu, mereka menghadiri makan malam bisnis lain, kali ini lebih eksklusif. Di tengah makan malam, ponsel Gavin bergetar.

Gavin melihatnya. Pesan dari Maya Liong.

Maya L.: Gavin, aku tahu kamu mendengarkanku. Aku bisa membantumu. Aku tahu kelemahan pesaing lamamu. Aku lebih cocok untuk berada di sisimu. Jauhi wanita itu. Dia hanya beban.

Gavin hanya tertawa kecil. Ia mengambil ponsel Karina, yang sudah dipasangi cincin kawin mewah sebagai gantinya.

Ia mengambil foto Karina, yang sedang tertawa dan bersandar dengan nyaman di bahunya, dengan latar belakang lampu kota dari lantai 50. Ia mengirimkan foto itu ke Maya dengan satu kalimat balasan:

Gavin .: Aku tidak butuh bantuanmu, Maya. Aku punya Ratu ku. Dan dia jauh lebih kuat dari apa pun yang pernah kau tawarkan.

1
Glastor Roy
update ya torrr ku
Rxyzbca
bagus banget
Rxyzbca
lanjut Thor nungguin nihh
ryou
thor sumpah bagus banget ini novel, beda sama yang lain pada berbelit2, ini mah sat set ga muter2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!