Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Dengan rasa penasaran dan kekhawatiran yang menghantuinya, Jumi meninggalkan Alice yang masih berdiri di depan kamar dan kembali ke dapur, sambil terus memikirkan perubahan yang terjadi pada Alice.
Dengan rasa ingin tahu yang besar, Alice memutuskan untuk mendekati kamar sebelah dan mencoba untuk mendengarkan lebih jelas.
Alice mendekat dengan hati-hati, mencoba untuk tidak membuat suara yang bisa mengganggu orang di dalam. Dia membuka pintu yang tidak tertutup dengan sempurna.
Alice menyenderkan tubuhnya ke pintu dengan santai, menaikkan sebelah alisnya ketika tahu siapa yang ada di dalam kamar sebelah. "Ck, ternyata si anak haram sama tunangan gadis ini," batin Alice, suaranya dipenuhi dengan rasa tidak percaya dan sedikit jijik.
"Aku akan bertanggung jawab, sayang," Bagas berkata dengan suara lembut, matanya memandang Marina dengan penuh kasih sayang.
"T...Tapi, aku belum siap, Gas," Marina menjawab dengan suara yang sedikit bergetar, wajahnya memerah karena rasa takut dan keraguan.
Bagas menghela napas, lalu mengubah posisinya menghadap Marina dan mengusap pipinya dengan lembut, sentuhan lembut yang membuat Marina merasa sedikit lebih tenang.
"Lalu, kamu maunya bagaimana?" Bagas bertanya, suaranya penuh dengan keyakinan. "Kalau kamu hamil, aku akan bertanggung jawab. Aku tidak akan meninggalkanmu, asal kamu benar-benar setia dan mau berjuang."
Marina diam, matanya menatap Bagas dengan pikiran yang kacau. Bukan janji tanggung jawab yang dia takutkan, tapi ada sesuatu yang lebih dalam yang menghantui pikirannya. "Aku tidak tahu, Bagas," Marina akhirnya berkata, suaranya lirih dan penuh keraguan.
Bagas mencoba meyakinkan Marina. "Kamu tenang saja, aku akan mengurus semuanya. Termasuk soal Alice, aku akan menanganinya."
Tapi Marina tetap diam, pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Apakah Bagas benar-benar mengerti apa yang dia hadapi? Atau apakah dia hanya melihatnya sebagai masalah yang bisa diselesaikan dengan mudah? Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui pikiran Marina, membuatnya semakin ragu.
Sementara itu, Alice yang mendengar itu mengumpat, "Pertunjukannya kurang menarik, payah," dengan nada sinis dan jijik, lalu pergi meninggalkan kamar Marina dengan langkah yang cepat dan percaya diri. Beruntung bukan Alice muda yang melihat pengkhianatan mereka, karena bisa saja dia hanya akan menangis dan bertindak bodoh.
Alice berjalan masuk ke dalam kamar, lalu menutup pintu. Di dalam kamar, dia meletakkan tasnya di atas tempat tidur, lalu memindai setiap sudut dan isi dalam kamarnya, matanya bergerak dengan cepat untuk mencari apa saja yang menarik perhatian. Dia melihat ke arah meja rias, lemari, dan tempat tidur, tapi tidak menemukan apa-apa yang menarik.
"Astaga, tidak ada barang berharga sama sekali, aku kira kilatan ingatan itu hanya sebuah gambaran semata, ternyata,,,ck ck ck,,,jauh dari ekspetasi ku," gumam Alice, suaranya dipenuhi dengan rasa kecewa yang kentara. Dia berharap menemukan sesuatu yang berharga atau bermakna, tapi ternyata kamarnya kosong dan tidak ada apa-apa yang spesial.
"Ternyata Lucy benar-benar mengendalikan Anton, kamar ini lebih tepatnya seperti kamar pembantu, malang sekali nasib gadis ini, kaya tapi ngenes," dia menambahkan, suaranya dipenuhi dengan rasa tidak puas terhadap perlakuan orang tua Alice.
Alice berjalan ke arah meja rias, dan memandangi dirinya sendiri di cermin. Dia memindai penampilannya dari atas ke bawah, memperhatikan kacamata tebal yang membingkai wajahnya, bedak yang tebal menutupi kulitnya, dan rambut yang diatur dengan gaya yang sederhana.
"Astaga apalagi ini?" dia berkata pada dirinya sendiri, suaranya dipenuhi dengan rasa terkejut.
"Kenapa aku baru sadar jika sejak tadi ada kacamata tebal ini? Tapi, sepertinya ini bukan kacamata minus! Dan apa ini, bedak setebal 5 centimeter mengeblok wajahku?" Alice tidak bisa tidak merasa bahwa penampilannya tidak sesuai dengan dirinya yang sebenarnya.
"Pantas saja jika Alice disebut culun dan banyak yang memanfaatkannya," dia menambahkan, suaranya dipenuhi dengan rasa tidak puas.
"Sepertinya pekerjaanku akan bertambah, aku harus merenovasi kamar ini dan juga mengubah penampilanku. Tapi, sebelum itu aku harus mencari ponsel Alice, karena aku butuh dana," gumamnya.
Alice memutuskan untuk merenovasi kamar dan juga penampilannya, namun sebelum itu dia harus menemukan ponsel Alice terlebih dahulu.
Alice mencari-cari ponsel di sekitarnya, tapi tidak menemukannya. Dia memeriksa meja, tempat tidur, dan bahkan lemari, tapi ponselnya tidak ada di mana-mana. "Di mana ponsel, Alice?" dia bertanya pada dirinya sendiri, suaranya dipenuhi dengan rasa frustrasi.
Setelah beberapa saat mencari, Alice memutuskan untuk memeriksa tempat-tempat yang lebih tidak mungkin. Dia mengangkat bantal sofa dan... voila! Ponselnya terselip di sana, terlihat seperti rongsokan dengan layar yang tergores dan casing yang sudah pudar. Tapi Alice tidak peduli, dia mengambil ponsel tersebut dan langsung mengunduh dan membuka aplikasi bank online.
Dengan jari-jari yang terbiasa mengetik, Alice memasukkan username dan password-nya untuk masuk ke akunnya.
Setelah berhasil masuk, Alice memeriksa saldo rekeningnya dan memastikan bahwa ada cukup uang untuk membiayai renovasi kamarnya. Saldo rekeningnya menunjukkan angka Rp 40.000.000.000, dengan rasa puas, Alice merasa bahwa saldo tersebut masih sangat aman untuk membiayai hidupnya sebagai Alice muda.
"Ah, masih banyak ternyata, ini cukup untuk hidupku di sini," gumam Alice, suaranya dipenuhi dengan rasa lega.
Uang ini adalah hasil kerja keras Alexander sebelum...keadaan berubah. Sebelum teman-temannya mengkhianatinya,
Alice memutuskan untuk membuat akun baru dan melakukan transfer uang ke rekeningnya yang lain dengan identitas barunya, sehingga dia bisa memisahkan keuangan lamanya dan memulai yang baru dengan lebih rapi dan terorganisir.
"Aku masih tidak terbiasa dengan tubuh ini, ah aku jadi teringat akan tubuhku sendiri. Kira-kira ada yang mengurusnya tidak ya? Ah masa bodoh lah, yang penting aku masih hidup dan pastinya drama akan semakin menghibur." Alice tidak bisa menahan rasa penasaran tentang apa yang terjadi pada tubuh aslinya, tapi dia lebih fokus pada situasi barunya yang penuh dengan ketidakpastian.
Alice tidak tahu saja kekacauan yang akan terjadi, dan sepertinya dia akan segera mengetahuinya dengan cara yang tidak terduga. Kehidupannya sebagai jiwa yang mendiami tubuh Alice penuh dengan kejutan, dan dia harus beradaptasi dengan cepat untuk bertahan.
Alice memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum memikirkan semuanya. Dia berjalan menuju kamar mandi dan mulai membersihkan wajahnya dari bedak tebal yang menumpuk. Dia kemudian memutuskan untuk mandi dan membersihkan diri secara menyeluruh.
Setelah selesai mandi, Alice merasa lebih nyaman. "Waktunya untuk berubah," dia berkata pada dirinya sendiri, suaranya penuh dengan rasa percaya diri.
Setelah membersihkan wajahnya dari bedak tebal, Alice dapat melihat wajah aslinya di cermin. Dan apa yang dia lihat? Wajah cantik alami yang selama ini tersembunyi di balik bedak tebal. Kulitnya yang bersih dan halus, mata yang besar dan indah, serta bibir yang lembut dan menarik.
Alice (Alexander dalam raga Alice) tidak percaya bahwa wajahnya sekarang begitu cantik alami.
"Wah, ini sempurna. Ternyata gadis ini memiliki wajah yang cantik sekali, hanya tinggal dipoles sedikit pasti semua orang akan terkagum-kagum, dan aku akan membuat mereka menyesal," gumamnya dalam hati, dengan nada yang dipenuhi rasa kagum dan dendam.
Alice tidak bisa tidak memuji keindahan wajah yang sekarang menjadi miliknya, dan dia merasa bahwa dirinya sekarang memang memiliki kecantikan yang alami dan mempesona, yang akan dia gunakan untuk membalas dendam.