Anindya Selira, panggil saja Anin. Mahasiswa fakultas kedokteran yang sedang menempuh gelar dokter Sp.Dv, lebih mudahnya spesialis kulit.
Dengan kemurahan hatinya dia menolong seorang pria yang mengalami luka karena dikejar oleh penjahat. Dengan terpaksa membawa pria itu pulang ke rumahnya. Pria itu adalah Raksa Wirajaya, pengusaha sukses yang memiliki pengaruh besar.
Perbuatan baiknya justru membuat Anin terlibat pernikahan paksa dengan Raksa, karena mereka berdua kepergok oleh warga komplek sekitar rumah Anin.
Bagaimana hubungan pernikahan mereka berdua?
Akankah mereka memiliki perasaan cinta satu sama lain?
Atau mereka mengakhiri pernikahannya?
Yuk baca kisah mereka. Ada 2 couple lain yang akan menambah keseruan cerita mereka!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cchocomoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertamuan Tiga Dokter
“Itu— ya aku juga nggak tau jika hal itu akan terjadi! Semua itu diluar kendaliku. Semua bisa berubah dari rencana kita,” elak Larisa. Karena apa yang menimpa Anin, diluar dari hal yang mereka rencanakan.
Sekitar satu atau dua tahun yang lalu, terjadi sesuatu hal yang sangat sulit untuk Anin lupakan. Karena pada saat itu, Anin sudah tidak mempunyai muka karena terlalu malu.
Semua itu terjadi karena saran dari Larisa. Tapi, itu diluar perkiraan Larisa jika Anin akan mengalaminya.
“Stop!! Jangan pernah bahas itu lagi! Sampai saat ini aku masih merasa sangat malu! Aku harap itu tidak terjadi lagi!” Anin masih merasa kesal jika mengingatnya.
Pada saat itu, Anin ingin menjebak temannya karena sudah membuat kesal dirinya. Tapi siapa sangka, itu berbalik pada dirinya sendiri. Apalagi hal itu terjadi di depan semua orang, dan di depan profesornya.
Anin sangat malu, beruntungnya ia tidak dihukum karena masalah yang dibuatnya. Terlebih lagi hal itu masuk ke base kampus, dan para dokter. Anin menjadi bahan pembicaraan, memang bukan hal yang negatif.
Semua orang mengomentari perilaku Anin yang sangat konyol, dengan ekspresi terkejutnya membuat fotonya tersebar luas.
Apa yang terjadi itu sampai pada Raksa. Hanya saja Raksa memilih untuk diam, seolah tidak terjadi sesuatu. Ia juga tidak bisa membela Anin ataupun menunjukan kepeduliannya, karena jika ia melakukannya, semua orang akan tau mengenai hubungan mereka.
Jika semua orang tau, sudah pasti mereka akan melakukan sandiwara, memperlihatkan jika hubungan mereka baik-baik saja di depan semua media.
Apalagi Raksa seorang pengusaha sukses, tentunya para media menyoroti kehidupannya, dan para musuhnya akan mengambil keuntungan.
“Tapi kamu yakin tidak ingin tau apa saranku kali ini? Aku hanya ingin yang terbaik untuk hubungan kalian. Jika kamu ingin mencari kebenaran, maka rubah lah sikapmu padanya. Yakinkan dia, dan cobalah bujuk dia dengan perlahan. Bersikaplah lembut, dan mungkin suamimu akan memberitahumu,” usul Larisa.
“Lar, aku sudah bersikap lembut padanya. Tapi apa? Dia tetap saja tidak memberitahuku. Bukan aku yang mengabaikan dia, tapi dia yang mengabaikanku—”
“Itu artinya kamu harus mendesaknya, dengan sedikit rayuan atau apapun caranya. Karena jika dia terdesak, mau nggak mau dia akan memberitahumu,” kata Larisa yang memotong pembicaraan Anin.
“Maksudnya?”
“Iya, kamu harus mendekatinya. Dia tidak ingin kamu menyentuhnya, jadi kamu harus melakukan kontak fisik dengannya. Karena hanya dengan cara ini dia akan merasa terdesak,” jelas Larisa.
Anin melotot mendengar apa yang dikatakan oleh Larisa. Sarannya itu sangat tidak mungkin bisa ia lakukan.
Bukannya mendapat jawabannya, yang ada Raksa akan mengambil tindakan tegas. Dan mungkin akan langsung menyetujui perceraiannya.
“Itu tidak mungkin! Yang bener aja dong La-Ri-Sa!!” kata Anin dengan penekanan.
“Woah! Takut banget loh!” Larisa memperlihatkan ekspresi takutnya. Lalu, ekspresinya berubah, “Tapi aku serius, tidak ada yang salah dengan itu. Lagipula kamu juga akan bercerai, kalaupun dia marah, itu juga menguntungkan mu.”
Anin terdiam, yang dikatakan Larisa benar. Ia ingin berpisah dengan Raksa, dan ini ide yang tepat untuk dilakukan.
Namun, entah kenapa Anin tidak bisa melakukannya. Dalam hatinya yang paling dalam, Anin tidak bisa melakukannya. Ada sesuatu yang menahan dirinya.
“Kenapa? Kok diem? Bukankah ini ide yang bagus? Atau, kamu memang mencintainya? Jadi, sangat sulit bagimu untuk melakukannya?” tuding Larisa.
Anin kembali terdiam, meremas kuat celananya. “Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi. Masalah ini biarkan aku sendiri yang menyelesaikannya. Kamu tidak perlu ikut campur terlalu jauh, karena itu tidak akan baik.”
Larisa tau benar jika saat ini Anin berusaha untuk menghindari pertanyaannya. Itu bukan masalah besar, Larisa memang sengaja mengusulkan ide itu karena tau benar jika Anin dan Raksa memiliki perasaan satu sama lain, jika tidak mereka berdua bisa sesabar itu selama bertahun-tahun.
“Baiklah, aku tidak akan bahas itu lagi. Tapi yang jelas, pikirkan dengan baik-baik sebelum mengambil keputusan, apalagi untuk masa depan kamu sendiri, Anin.” Anin hanya bisa melihat Larisa yang menatapnya dengan serius.
Tidak ada respon pasti dari Anin ia hanya diam menunduk. Rasa takut yang tiba-tiba muncul dalam hati, membuatnya merasa sangat gelisah.
“Oke, lupakan aja. Lalu sekarang apa kamu akan pulang?” tanya Larisa.
“Entahlah, mungkin aku akan pulang saat suamimu datang.” Larisa mengangguk paham. Ia juga tidak bisa menahan Anin untuk terus bersama dengannya.
“Baiklah, nanti Meira juga datang kesini buat nemenin aku disini. Anin, selesaikan masalahmu dengan kepala dingin. Sebuah keputusan akan lebih baik jika diambil oleh kedua pihak, bukan salah satunya.” Larisa kembali menasehati sahabatnya. Ia tidak ingin sahabatnya mengambil keputusan yang akhirnya akan disesalinya.
“Aku mengerti, terima kasih karena sudah menasehatiku.” Ucapan Anin membuat Larisa tersenyum lega, meskipun ada sedikit keraguan.
“Sayang!!!”
Anin dan Larisa terjingat kaget karena seseorang menerobos masuk ke ruangannya dengan nada yang keras.
“Eh?” Orang itu langsung mematung setelah mendapat tatapan tajam dari Larisa. Begitu tajamnya seolah bola matanya ingin keluar.
Anin mengernyit heran melihat laki-laki yang berdiri kikuk karena merasa malu. Ia melirik ke arah Larisa yang memberikan tatapan tajam pada lelaki yang baru saja tiba.
“Dia suamimu?” tunjuk Anin yang melihat Larisa.
Larisa mengangguk malas setelah melihat wajah Bima. Anin langsung beranjak untuk mempersilahkan Bima untuk duduk.
“Maaf, silahkan. Istri anda sedang menunggumu, saya akan pulang sekarang agar tidak mengganggu waktu kalian.” Anin merasa sangat canggung.
“Anin!” Suara Larisa menghentikan langkah Anin yang hendak melangkah keluar.
Anin berbalik, menatap Larisa yang melihat lurus ke arahnya. “Kenapa?” tanya Anin.
“Tunggulah beberapa waktu lagi, apakah bisa?” pinta Larisa dengan wajah yang memohon.
Anin ragu, ia melihat ke arah Bima yang juga menatapnya. “Aku—”
“Tidak apa, istriku yang memintanya. Tinggalah beberapa saat, saya akan duduk di sofa,” ucap Bima dengan senyum tipisnya yang berusaha menghilangkan suasana canggungnya.
“Oh iya, kamu teman dekat Larisa?” Anin mengangguk. “Itu artinya kamu seorang dokter? Larisa pernah bilang jika teman dekatnya seorang dokter.”
Anin tersenyum, “Benar. Saya seorang dokter spesialis kulit.”
Bima mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Anin. “Senang bertemu denganmu secara langsung, saya selalu mendengar cerita mengenaimu dari istri saya.”
Meskipun ragu, Anin membalas uluran tangan Bima. “Saya juga senang bisa bertemu dengan dokter Bima. Dokter yang sudah berhasil menangani banyak kasus.”
“Itu sudah menjadi tugas saya, begitu juga dengan dokter—”
“Anin,” sela Anin. Bima mengangguk paham.
“Dokter Anin. Kita bertiga sama-sama seorang dokter, sudah seharusnya itu menjadi kewajiban kita untuk membantu mereka yang membutuhkan tenaga kita.”
“Benar.”
Larisa hanya diam tidak mengatakan apapun, ia masih kesal dengan Bima.
“Oh iya, apa dokter Anin sudah memiliki kekasih? Jika belum teman saya masih banyak yang masih sendiri,” ucap Bima yang mencoba akrab dengan Anin.
suamiku jg ada tapi ga nular tapi juga ga sembun sampe sekarang aneh segala obat udah hasil ya sama ,