Trauma masa lalu mengenai seorang pria membuat gadis yang awalnya lemah lembut berubah menjadi liar dan susah diatur. Moza menjadi gadis yang hidup dengan pergaulan bebas, apalagi setelah ibunya meninggal.
Adakah pria yang bisa mengobati trauma yang dialami Moza?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 Rencana Sang Pelakor
Una bingung, akhirnya dia pun memutuskan untuk membawa Moza ke apartemennya. Una merasa kasihan kepada Moza yang seperti sedang kebingungan. Hingga tidak lama kemudian, mereka pun sampai di apartemen mewah milik Una.
"Pak, tolong bawa anak ini ke kamar saya!" perintah Una kepada sekuriti.
"Baik, Mbak."
Sekuriti pun menggendong Moza menuju kamar milik Una. Moza ditidurkan di kasur milik Una.
***
Keesokan harinya.....
Moza mulai menggerakan tubuhnya. Moza memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Dia mengerjapkan matanya, lalu duduk di atas kasur sembari memegang kepalanya.
"Astaga, kenapa kepalaku pusing sekali," gumam Moza.
Ceklek....
Pintu kamar itu terbuka dan Una membawakan minuman jahe hangat untuk Moza supaya rasa mabuknya hilang. "Ternyata kamu sudah bangun, minumlah supaya rasa mabukmu hilang," seru Una.
Seketika Moza membuka matanya, dia langsung kaget. Dia celingukan ke sana ke mari memperhatikan kamar yang besar itu. Moza melihat bajunya yang sudah berbeda dengan baju yang dia pakai tadi malam.
"Kenapa baju aku berubah?" tanya Moza kaget.
Tubuh Moza bergetar hebat, Una bisa lihat jika Moza ketakutan. "Tenang, aku bukan orang jahat kok. Tadi malam kamu mabuk parah, lalu aku bawa kamu pulang ke alamat yang tercantum di KTP tapi ternyata rumah itu sudah dijual. Aku bingung harus bawa kamu ke mana, akhirnya aku pun memutuskan bawa kamu ke apartemen aku saja. Maaf, aku ganti baju kamu karena tadi malam kamu muntah-muntah," jelas Una.
Moza terdiam. Una pun menghampiri Moza, lalu memberikan minuman jahe hangat itu. "Minumlah, supaya badan kamu segar lagi," ucap Una.
Perlahan Moza pun mengambil minuman itu dan meminumnya dengan perasaan yang masih sedikit takut. "Sebenarnya kamu kenapa masuk ke bar? aku tahu itu pertama kalinya 'kan kamu masuk ke dalam bar?" tanya Una.
Moza mengangguk lemah. "Kalau kamu tidak pernah minum, jangan coba-coba mencicipinya. Lebih baik kamu jangan minum, sayang dengan tubuh kamu yang sehat," ucap Una.
"Aku diajak teman, Kak," lirih Moza.
"Teman-teman kamu itu kurang ajar, ninggalin kamu begitu saja. Untung aku lihat kamu, kalau tidak mungkin sekarang gak tahu nasib kamu bagaimana? mana di sana banyak pria mabuk," seru Una.
"Terima kasih Kak, sudah nolongin aku," ucap Moza dengan masih menunduk.
"Rumah kamu di mana? memangnya orang tua kamu tidak khawatir semalaman kamu tidak pulang?" tanya Una.
Moza terdiam, air mata Moza akhirnya menetes membuat Una kaget. Perlahan Una duduk di depan Moza, lalu menggenggam tangan Moza dengan lembut. "Kenapa kamu nangis?" tanya Una lembut.
"Aku tinggal sendirian Kak, gak bakalan ada yang nyariin dan khawatiriin aku," sahut Moza.
"Orang tua kamu sudah meninggal?" tanya Una penasaran.
"Papa aku pergi dengan wanita lain, dan Mama aku bunuh diri karena stres ditinggalin Papa," sahut Moza dengan bibir bergetar.
Una kaget, dia pun menarik tubuh Moza lalu memeluknya. Una membiarkan Moza menangis, mengeluarkan semua kesedihannya supaya plong. Cukup lama Una memeluk Moza, hingga Moza pun melepaskan pelukannya.
"Aku hanya ingin menghilangkan stres aja Kak, aku ingin sehari saja lupa akan semua ujian hidup aku," ucap Moza.
"Nama kamu Moza 'kan? dengarkan aku, datang ke bar lalu minum-minum tidak akan membuat kamu tenang, justru kamu akan ketagihan lalu hidup kamu akan hancur," nasihat Una.
"Aku sudah tidak peduli Kak, hidup aku memang sudah hancur dan aku sudah tidak mikirin diri aku sendiri. Tidak ada sandaran hidup, tidak ada semangat hidup, sebenarnya aku sudah capek dan aku ingin sekali mengakhiri hidup aku tapi sebelum aku mati, aku ingin menunjukan kepada Papa jika aku bisa sukses tanpa bantuan dari dia," ucap Moza dengan deraian air matanya.
"Jangan begitu, kamu masih muda dan hidup kamu masih panjang. Memangnya dengan kamu bunuh diri, semuanya akan berakhir bahagia? lebih baik sekarang kamu jalani hidup dan buktikan kepada orang-orang yang sudah menyakitimu bahwa kamu bisa sukses dan jika kamu sukses, semua orang akan menghormati kamu karena di dunia ini yang berkuasa itu uang, bahkan jika nanti kamu sudah kaya raya dan banyak uang, aku yakin tidak akan ada lagi orang yang berani meremehkan kamu termasuk Papa kamu sendiri," ucap Una.
Moza terdiam mendengarkan ucapan Una. Bahkan Moza mulai berpikir, apa yang diucapkan Una itu benar. Setelah berbincang-bincang, Una pun memutuskan untuk mengantarkan Moza pulang ke kontrakannya.
Sementara itu, di sebuah rumah mewah dan megah. Seorang wanita dan seorang gadis seusia Moza sedang berbincang-bincang di ruangan tamu. Mereka adalah Diah dan Eva yang merupakan istri baru dan anak tiri Rahman.
"Ma, bukanya anaknya Papa masih hidup? seharusnya Mama singkirkan anak itu karena lambat laun anak itu akan menyusahkan kita dan aku yakin, dia akan datang minta duit sama Papa," ucap Eva memprovokasi Mamanya.
"Tidak, Mama bukan orang gila. Kalau Mama nyingkirin si Moza, meskipun Mama harus nyuruh orang pasti lama-kelamaan akan ketahuan juga dan Mama gak mau di penjara," sahut Mama Diah.
"Terus, Mama mau membiarkan dia datang ke sini dan minta uang terus sama Papa? Eva gak rela ya, uang Papa diberikan buat dia," kesal Eva.
"Mama juga sama gak rela, pokoknya Mama gak bakalan biarin Papa kamu memberikan uang sepeserpun kepada anak kurang ajar itu," sahut Mama Diah.
"Terus, apa yang akan Mama lakukan?" tanya Eva.
"Mama sudah tahu di mana dia ngontrak, dan Mama juga tahu dia kuliah di mana. Setiap hari orang suruhan Mama mengamati kegiatan Moza setiap hari dan tadi malam sepertinya si Moza masuk ke sebuah bar dan mabuk-mabukan. Mama sudah dapat videonya, dan Mama tahu apa yang akan Mama lakukan. Mama tidak akan membuat dia mati, tapi Mama akan membuat dia stres kaya Ibunya biar dia bunuh diri sendiri jadi tidak akan ada yang menyalahkan Mama," sahut Mama Dia dengan senyumannya.
"Mama pintar banget," puji Eva.
"Iya, dong," sahut Mama Diah merasa bangga kepada dirinya sendiri.
Sementara itu di tempat lain, mobil Una sampai di depan kontrakan Moza. "Kak, sekali lagi terima kasih sudah nolongin aku," ucap Moza.
"Sama-sama. Ingat, kamu harus tetap semangat jangan gampang menyerah. Kuliah yang baik, jangan banyak mikirin hal-hal yang tidak penting," ucap Una.
"Iya, Kak."
Moza pun keluar dari dalam mobil Una dan langsung masuk ke dalam kontarakannya. Hari itu Moza tidak kuliah dan tidak kerja juga karena kepalanya masih terasa pusing sedikit. Moza pun memutuskan untuk istirahat supaya kondisinya kembali fit seperti sedia kala.
