Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Bahagia mereka bukan bahagia ku
Keluarga Yasa, keluarga Sena dan Surya bahagia mendengar kabar yang membahagiakan itu.
Seluruh perhatian keluarga tertuju kepada Ayu yang sedang berbadan dua. Inggrid bahkan mengirimkan seorang pembantu rumah tangga untuk membantu pekerjaan Ayu di rumah.
Inggrid bahkan mengirimkan banyak bahan makanan sehat untuk dikonsumsi oleh Ayu.
"Yu, mau makan apa?" tanya Surya begitu masuk ke kamarnya bersama Ayu.
Ayu menggeleng pelan, rasanya apapun yang masuk ke. mulutnya semuanya terasa hambar dan pahit.
Andaipun makanan itu berhasil melalui tenggorokannya pasti hasil akhirnya bakalan dimuntahkan lagi setelah menyentuh ususnya.
"Makan sedikit, Ay, kamu nggak kasihan sama anak kita," bujuk Surya dengan lembut.
Ayu menatap Surya galak lalu kembali melengos menatap ke lain arah.
Surya menghela nafas panjang sambil memperhatikan Ayu yang terlihat lebih lemah dan tirus dari biasanya.
"Ay, please jangan kayak gini, atau mau minum jus? Mas bikinin ya?" bujuk Surya tak mengenal lelah.
Ayu tetap diam lalu Surya keluar dari kamar itu dan menyiapkan jus alpokat untuk Ayu.
Saat Surya sedang menghaluskan alpukat itu, suara dering ponsel yang ia letakkan di dekat mesin blender itu berbunyi.
Nama Puspa ada di layar itu. "Iya, Yang?" tanya Surya lembut.
"Mas, Mas masih berapa lama di rumah Ayu? Minggu ini adalah jatah Mas menginap di rumahku!" Kalimat yang dilontarkan Puspa itu terkesan biasa tapi Surya tahu Puspa sedang menekan rasa kecewanya karena Surya memilih tinggal di rumah Ayu.
"Sayang, Mas harap kamu mengerti, Ayu sedang hamil sekarang dan dia dalam kondisi lemah, Mas nggak tega buat ninggalin dia sendirian sama pembantu!" ucap Surya lembut.
"Tapi komitmen awal kita itu Mas di sana seminggu dan di sini seminggu, ini sudah delapan hari dan Mas masih bertahan di rumah itu! Mas sengaja ya bikin aku sedih dan kecewa?"
"Mas ngerti, Yang, tapi ini kondisinya lagi urgent banget, Ayu lemes dan susah untuk makan, Mas khawatir sama anak Mas yang ada di dalam perut sana!" ucap Surya lembut.
"Ash, itu mah emang dianya aja yang pura-pura mau dimanja dan mau memonopoli Mas!" omel Puspa lagi.
"Bukan begitu, Sayang! Kemarin dokter juga kasih saran agar Mas bisa menjaga Ayu dan janinnya, karena ibu hamil itu moodnya sedang turun naik karena perubahan hormonnya."
"Bilang aja Mas sekarang lebih sayang ke Ayu karena dia yang bisa kasih anak ke Mas!"
Tut... tut... Dan sambungan telepon itu terputus. Surya mengacak rambutnya kasar dan dia memaki keadaan yang menyulitkannya seperti itu.
Surya membawa gelas berisi jus alpukat itu ke dalam kamar Ayu.
"Ayu, ini diminum dulu, Mas yang siapin buat kamu!" Surya mendekat dan melihat mata Ayu berkilat melihat jus yang ada di tangan suaminya itu.
Surya membantu Ayu duduk lalu menyodorkan sedotan ke mulut Ayu.
"Sayang, dihabisin ya Nak, kasihan Ibu kalau semua makan yang masuk kamu muntahin lagi!" Surya mengelus perut tipis itu dengan lembut dan ajaibnya Ayu bisa menghabiskan satu gelas jus itu tanpa sisa.
Surya tersenyum lebar, rasanya apa yang dialami Ayu persis seperti buku tentang kehamilan yang sempat Surya pelajari tadi.
Bahwa terkadang ibu hamil memang butuh perhatian berlebih dari pasangannya. Apalagi dalam kasus hubungan Ayu dan Surya yang menikah karena terpaksa membuat janin itu ingin diperhatikan lebih oleh sang Papa.
"Kamu pengen makan apa, Ay?" tanya Surya setelah Ayu kembali berbaring dan tak memuntahkan isi perutnya.
"Aku kepengen makan kedondong mateng!" jawab Ayu dengan mata berbinar.
"Ya udah Mas cariin dulu ya, kamu nggak papa kan Mas tinggal sebentar sama pembantu?" tanya Surya lembut.
Ayu menggeleng pelan. "Ya udah kalau gitu Mas pergi dulu. Adek, Papa pergi dulu ya, Nak, jangan bikin Ibu sakit ya Sayang, Adek sama Ibu harus kuat dan sehat!" Surya mengelus perut tipis itu dengan sayang lalu mendaratkan ciuman ke kening Ayu sebelum meninggalkan Ayu.
Sebelum Surya benar-benar meninggalkan rumahnya, Surya berpamitan kepada ART-nya sambil meninggalkan instruksi untuk ART-nya tersebut.
Surya melajukan mobilnya ke rumahnya bersama Puspa. Surya tahu di rumahnya ada pohon kedondong yang sebagian buahnya sudah ada yang matang.
"Pak, tolong ambilkan beberapa kedondong yang matang ya!" perintah Surya kepada tukang kebunnya.
Setelah mengucapkan hal itu Surya pun masuk ke dalam rumahnya untuk mencari Puspa.
"Yang, Sayang!" panggil Surya.
Puspa keluar dari dalam kamarnya dan menyongsong sang suami. "Mas, Mas pulau ke rumahku!" Puspa menubruk tubuh kekar suaminya dan memeluknya erat.
Surya tersenyum hangat dan membalas pelukan itu dengan segenap hatinya.
"Sebentar aku bikinin kopi dulu ya!" Puspa bersiap ke dapur tapi tangan Surya menahannya lembut.
"Aku nggak bisa lama-lama, aku pulang karena Ayu kepengen kedondong!" ucap Surya hati-hati.
Puspa menatap Surya dengan sorot marah dan kecewa, bagaimana mungkin Surya pulang ke rumah hanya untuk memetikkan buah kedondong seperti yang Ayu mau.
"Sekarang di hati Mas cuman ada Ayu, Ayu dan Ayu! Namaku udah tergeser dari hati Mas!" teriak Puspa dengan kecewa.
"Bukan begitu, Sayang. Kamu tetap yang terutama di hati Mas, tapi tolong ngertiin kondisi Ayu sekarang!" Surya menggenggam tangan Puspa dengan lembut.
"Mas bohong, sejak Mas punya Ayu dan calon anak Mas, Mas mulai melupakan aku! Aku memang perempuan nggak berguna karena aku nggak bisa kasih Mas keturunan!" Isak tangis yang menyayat hati itu akhirnya tercurah juga.
Surya meraup tubuh Puspa ke dalam pelukannya lalu mengangkat tubuh itu ke dalam kamar mereka.
Surya melahap bibir tipis yang sedang meracau dengan kalimat memelas dan menyalahkan diri sendiri itu.
Surya langsung melucuti semua pakaian yang melekat di tubuh keduanya dan melakukan penyatuan.
Puspa menangis sambil memeluk tubuh suaminya dengan erat seakan Puspa tak ingin melepaskan pria yang sangat dicintainya itu.
Puspa tahu bahwa kabar bahagia tentang kehamilan madunya itu membuat hatinya hancur luluh lantak dan tak berbentuk lagi.
Dia yang sudah mendampingi Surya selama lebih dari lima tahun itu akhirnya harus menerima kenyataan karena perempuan yang menjadi madunya itu justru telah hamil ketika usia pernikahan mereka baru menginjak dua bulan.
Ternyata kebahagiaan yang mereka rasakan saat itu bukanlah kebahagiaan yang dirasakan oleh Puspa.
Surya menenggelamkan dirinya dalam pesona istri pertamanya itu sampai dia melupakan kondisi Ayu yang butuh perhatian lebih darinya.
Saat Surya sedang mereguk madu pernikahannya dengan Puspa, Ayu ditemukan tergeletak dan tak sadarkan diri oleh pembantu rumah tangganya.