Aini mengira kedatangan keluarga Julian hendak melamarnya. namun ternyata, mereka malah melamar Sakira, adik satu ayah yang baru ia ketahui kemudian hari. padahal sebelumnya, Julian berjanji akan menikahinya. ternyata itu hanya tipuan untuk memanfaatkan kebaikan Aini.
Tidak sampai disitu, ayahnya malah memaksa untuk menjodohkan Aini dengan duda yang sering kawin cerai.
karena kecewa, Aini malah pergi bersenang-senang bersama temannya dan menghabiskan malam dengan lelaki asing. bahkan sampai hamil.
Lantas, bagaimana nasib Aini. apakah lelaki itu mau bertanggung jawab atau dia malah menerima pinangan dari pria yang hendak dijodohkan dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Herka Rizwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Aini mencoba mengingat semuanya. Tapi dia malah merasakan kepalanya justru semakin berat.
"Maaf, Pak Arjun. Saya benar-benar tidak ingat sama sekali. Apakah kita memang pernah saling kenal dulunya?" tanya Aini.
"Dulu, kamu pernah dibully kan. Dan ada seorang lelaki, yang merupakan kakak kelas kamu, diam-diam menyukai kamu. Dia lah yang sudah menyelamatkan kamu dan membawa kamu ke rumah sakit."
"Kata Dokter, saya sempat sakit beberapa hari. Mengalami trauma hingga kehilangan memori tentang kejadian itu. Hanya yang saya tahu, saat itu ada Julian berada di dekat saya."
"Julian, si siswa sombong itu. Mana mungkin dia bakal nolong kamu."
"Iya, Anda benar. Kami baru putus dan ternyata selama ini saya salah besar. Mengira dia adalah penyelamat saya waktu itu."
"Jadi, kamu sudah tahu siapa penyelamat kamu sebenarnya?"
Kepala Aini menggeleng. "Sekarang sudah tidak penting lagi, siapa sebenarnya orang yang sudah menyelamatkan saya. Hati saya sudah hancur mendapati kenyataan, kalau Julian hanya memanfaatkan saya saja. Selama beberapa tahun ini, saya tak ubahnya pembantu gratisan baginya."
Arjun menatap Aini, mencoba untuk mengusap wajah gadis itu.
Ting...
Denting ponsel membuyarkan lamunan Aini. Saat ia membaca pesan yang baru saja masuk itu, matanya seolah kosong.
"Pak Arjun, maafkan atas sikap saya tadi. Tapi, saya harap kalau kejadian yang menimpa kita malam itu, supaya bisa dilupakan saja. Saya janji, tidak akan menuntut Pak Arjun. Karena saya sadar, kalau itu murni salah saya."
"Tapi, saya tidak bisa melupakannya begitu saja."
"Kenapa?" Aini mengernyit.
"Karena kamu sudah mengambil malam pertama saya, Aini."
"Saya juga begitu, Pak. Malam itu adalah untuk pertama kalinya saya memberikan kesucian saya sama Bapak."
"Kalau begitu, gimana kalau kita pacaran. Kebetulan, saya membutuhkan calon istri buat diperkenalkan pada keluarga saya."
"Maaf, saya gak tertarik. Saya sadar kalau kita memiliki perbedaan yang begitu jauh."
"Semuanya harus di coba, Ai. Kalau kamu berubah pikiran, kamu hubungi nomor saya. Kapanpun kamu mau, saya akan langsung menemui kamu."
Arjun mengeluarkan kartu nama. Dan memberikannya pada Aini. Awalnya gadis itu tak berminat untuk mengambilnya. Tapi, Arjun memaksa.
"Baiklah kalau begitu. Tapi, Bapak tidak boleh terlalu banyak berharap. Karena sebetulnya, saya tidak minat lagi memiliki hubungan dengan pria lain."
Melihat Aini yang sudah pergi, Arjun menghela napas. Kenapa dia masih bertahan untuk mendapatkan gadis, yang merupakan cinta pertamanya ini.
"Aku akan buktikan padamu, Aini. Kalau aku tidak akan pernah mengkhianati kamu. Hanya kamu saja, satu-satunya cinta di hatiku," ujarnya pasti.
***
Fena merasa lega, melihat sahabatnya itu baik-baik saja. Meski masah ada sedikit kabut di wajah cantiknya itu.
"Ai, gimana kata Pak Arjun. Kamu gak jadi dipecat, kan?" tanya Fena memegang pundak Aini.
"Gak jadi."
"Ah, syukurlah kalau begitu. Tapi, kenapa kamu masih murung?"
"Ibu tiriku mengirim pesan, kalau sore ini aku mesti kencan sama Pak Danang. Karena Ayahku baru selesai dioperasi dan itu semuanya menggunakan uang Pak Danang."
"Ya Tuhan, Ai. Tega banget sih keluarga kamu. Kenapa kamu gak kabur aja?"
"Barang peninggalan Ibuku masih ada di rumah mereka. Dan kalau aku tak menurut, maka semuanya akan dijual. Selama ini, ibuku sudah bekerja keras, Fen. Aku tak rela, kalau semuanya akan hilang sia-sia."
"Jadi, kamu bakal menikah sama si tua bangka itu?"
"Entahlah! Aku tak yakin. Kalau dia tau, sebenarnya aku tak seperti yang ia kira."
"Kalian bakal ketemu di mana?"
"Restoran mawar."
Diam-diam, asisten Arjun mendengarkan pembicaraan keduanya. Dia segera melaporkan hal itu pada atasannya.
"Apa, Aini dipaksa kencan sama ibu tirinya?" Arjun menggebrak meja.
"Iya, Bos. Ayahnya baru selesai operasi dan membutuhkan uang banyak. Jadi, Nona Aini dijadikan jaminan dari keluarganya."
"Dasar keluarga gila. Menawarkan putri kandung untuk mendapatkan uang. Ayah Aini memang tak punya perasaan."
"Jadi, apa yang harus kita lakukan, Bos?"
"Hm, aku tak boleh tinggal diam. Aini hanya boleh jadi milikku!" tekad Arjun. "Kali ini, aku tak boleh kehilangan Aini lagi."
"Tapi, Bu Ambar sudah mengatur perjodohan anda dengan keponakannya."
"Masa bodoh! Aku hanya mau Aini!"
"Hm, saya juga setuju dengan pilihan Anda, Bos. Nona Aini itu cantik. Sedangkan keponakan Bu Ambar itu suka foya-foya dan belanja. Selain itu, dia juga sangat sombong sekali."
"Ya beda dengan Aini-ku. Dia cantik dan lembut. Ayo kita ke Restoran Mawar. Aku tak mau kalau sampai dia bertemu dengan pria itu!"
***
Sebelum pukul 5 sore, Aini sudah duduk di meja yang sudah dipesan oleh Siska sebelumnya. Dia benar-benar tak kuasa untuk menolak.
"Halo, Aini. Kamu apa kabar, sayang?" sapa seorang pria berkepala plontos.
"Pak Danang?" wajah Aini terlihat penuh ketakutan.
"Iya, sayang. Saya sangat senang sekali, karena kamu sudi bertemu dengan saya."
Baru saja datang, sikap Pak Danang mulai kurang ajar. Begitu berani memegang dagu Aini, yang lebih pantas menjadi putrinya.
"Pak Danang, jangan begini. Apakah anda sudah tidak punya urat malu lagi?" ucap Aini risih.
"Kamu calon istri saya. Barata dan Siska sudah setuju dengan pernikahan kita."
"Tapi saya tak menyukai Bapak. Tolong kasihani saya, Pak."
"Kasihan? Hahaha, asal kamu tahu ya. Saya sudah keluar uang banyak buat keluarga kamu itu. Jadi, saya tak akan pernah melepaskan kamu begitu saja."
"Saya akan mengganti dengan cara mencicil. Tapi saya mohon, tolong lepaskan saya."
"Kamu makin berani ya. Benar kata Siska, ternyata kamu memang bandel. Sepertinya, kamu perlu dikasih pelajaran!"
Tanpa sungkan meski ada beberapa orang sedang berada di restoran itu, Danang menarik tangan Aini. Beberapa orang bersimpati dan hendak menolong Aini. Tapi, Danang membawa beberapa anak buahnya yang memiliki tubuh besar. Hingga tak ada satupun yang berani membantu Aini.
Di saat hampir dibawa masuk ke mobil, tiba-tiba ada yang memukul wajah Danang. Pria tua bangka itu terkejut. Secara refleks melepaskan tangan Aini.
"Kurang ajar! siapa yang sudah berani memukul wajahku? Hei kalian kenapa diam saja. Ayo lawan dia..."
Hal yang tak disangka adalah, kalau semua pengawalnya tadi sudah roboh. Bahkan ada yang sudah tergeletak pingsan.
"Sialan! Siapa kau, jangan pernah campuri urusan ku!" teriak Danang tidak terima.
"Aku berhak ikut campur. Aini adalah kekasihku. Berani sekali kamu menyentuhnya!"
"Jangan bicara seenaknya anak muda! Justru Aini adalah calon istriku. Orang tuanya sudah memberikan Aini untuk aku nikahi!"
"Aku gak mau! Kalau mau menikah, kamu nikah aja sama ibu tiriku!" teriak Aini marah.
"Tuh, anda dengar sendiri kan apa kata Aini. Seharusnya kau bercermin, masih pantaskah kau menikah dengan gadis secantik Aini. Sekarang, aku akan memberikan hukuman padamu. Kalian, patahkan tangan pria hidung belang ini. Supaya dia sadar diri, siapa sebenarnya yang lebih pantas dengan Aini!" titah Arjun pada pengawalnya.
"Baik, Bos!"
"Dasar gila! Lepaskan aku!"
Danang mencoba meronta tapi sayangnya sia-sia. Bahkan dia harus berteriak kesakitan, saat kedua tangannya sudah patah.
Bersambung...