 
                            Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
   Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
  Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih? 
  ikuti terus kisahnya! 😉😉
  Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Mereka bertiga masuk rumah, Galih beristirahat sejenak sebelum berangkat kerja. Mita yang lebih tahu kebiasaan Galih saat di Jakarta, ia menyiapkan pakaian dan sarapan untuk Galih.
Sementara Arumni mengikuti Galih ke kamarnya, "apa kamu akan langsung berangkat kerja, mas? apa tidak capek?"
"Tidak Arumni, aku akan tidur selama tiga puluh menit, mandi dan sarapan lalu berangkat, biasanya seperti itu setelah aku pulang dari Wonosobo."
Tak ingin membuat sang suami merasa terganggu, Arumni pun keluar dari kamar. ia menemui Mita yang tengah masak di dapur.
"Mbak Arumni, istirahat saja bersama mas Galih mbak, mbak Arumni pasti capek kan, setelah perjalanan semalam?" kata Mita dengan ramah.
Tidak bisa dipungkiri, wanita berkulit putih itu memang sangat baik dan ramah, pantas saja Galih tetap menikahinya meskipun semua berawal dari kesalahpahaman.
"Apa kamu masak untuk mas Galih setiap hari?" tanya Arumni.
"Tidak setiap hari sih mbak, biasanya mas Galih membeli makanan yang sudah matang agar aku tidak perlu repot. Tapi karena mas Galih baru sampai pasti mas Galih capek, jadi aku pikir akan masak saja."
"Ya sudah, biar aku bantu. Usia kandungan mu sudah masuk berapa bulan? " cetus Arumni.
"Sudah hampir delapan bulan, mbak."
Arumni menganguk, "Berarti kamu lahiran satu bulan lagi ya?"
Mita tertunduk lesu, pertanyaan Arumni seolah mengingatkan dirinya akan bercerai dengan Galih. Sebenarnya Mita sudah sangat nyaman, menjalani kehidupan bersama Galih selama kurang dari satu tahun, membuat Mita menjadi wanita beruntung. Sebagai seorang suami, Galih nyaris sempurna, Galih begitu meratukan Mita hingga Mita seolah tidak rela jika harus berpisah darinya, terlebih anaknya nanti pasti akan mencari Galih saat dia mulai paham.
"Kenapa diam?" Arumni mengulang pertanyaan setelah menunggu beberapa menit tak ada sautan dari Mita.
Mita mengulas senyum, "ngak mbak, aku cuma lagi mikir tentang perceraian ku dengan mas Galih, sebenarnya aku tidak masalah, karena pernikahan kita memang tidak dilandasi saling cinta, kami hanya melakukan kewajiban kami saja, mbak. Tapi aku lagi kepikiran tentang anak ku, aku ngak tahu bagaimana orang akan berpikir tentang aku dan anakku, saat aku kembali ke kampung nanti."
Hening!
Arumni pun tidak bisa membayangkan hal itu. Sebagai seorang wanita, ia paham yang dirasakan Mita.
Mita menatap jam dinding. "Mas Galih sudah waktunya mandi, mbak. Coba mbak Arumni lihat, takutnya mas Galih tidur kebablasan."
"Kamu saja, Mita. Biar aku tunggu di sini." ucapnya.
Entah mengapa Mita tidak menolak perkataan Arumni, "baik, mbak! " ucapnya sambil berjalan ke kamar.
Baru dua jam Arumni di sana, dadanya sudah mulai merasa sesak dengan situasi itu. Rasanya ingin berlari, namun tak tahu harus ke mana.
Arumni menatap nanar pintu kamar Galih, baru beberapa menit Mita masuk kamar, ia sudah tersulut api cemburu, ingin memberontak namun ia sadar bahwa Mita memiliki hak yang sama pada Galih.
5 menit.
10 menit.
15 menit sudah Mita tidak kunjung keluar dari kamar, hatinya mulai gelisah, seketika membuat Arumni terlonjak dari duduknya. Tak tahan, ia pun berniat untuk masuk ke kamar itu. Namun langkahnya terhenti saat Galih keluar dari kamar, selang beberapa saat Mita pun keluar dengan membawa pakaian kotor milik Galih.
Napasnya seolah memburu, matanya kemerahan, Arumni memalingkan wajahnya.
"Arumni, temani aku sarapan, ya!" ucap Galih.
Belum sempat Arumni menjawab, Mita sudah menyela. "iya, mbak. Temani mas Galih ya! aku akan membawa pakaian kotor ke laundry."
Arumni menghela napas, bibirnya terkantup rapat, ia menganguk pelan, ingin bicara namun suaranya seolah tertahan di tenggorokan.
Mita tersenyum sambil mengumpulkan semua pakaian kotor, lalu membawanya ke laundry.
Mita memang wanita yang mandiri dan tidak aleman, semua pekerjaan ia kerjakan dengan sekuat tenaga. Dalam kondisi perut buncitnya, Mita terlihat kewalahan mengangkat keranjang pakaian kotor.
"Aowh!" kakinya tiba-tiba terasa nyeri, membuatnya kehilangan keseimbangan, ia pun jatuh ke lantai.
"Mita!" teriak Galih sambil berlari meninggalkan sarapannya.
Arumni berdiri dengan mata melotot. Jika ini tentang tangung jawab Galih, sudah sepatutnya Galih bertindak saat melihat Mita tengah kesusahan. Namun Arumni tidak bisa mengabaikan rasa cemburunya.
"Aku tidak papa, mas." ucapnya sambil berusaha berdiri.
"Tidak papa bagaimana? kamu terlalu memaksakan diri, Mita!" kata Galih sambil membantu Mita berdiri.
Arumni meninggalkan ruangan tanpa pamit, ia pergi ke kamar Galih, memeluk bantal sambil menangis. Sementara Galih lebih memilih membatu Mita, dengan mengantar semua pakaian kotor ke laundry.
"Mita, kamu pulang sendiri, ya? aku sudah sangat terlambat." kata Galih saat sampai di tempat laundry.
"Iya, mas. kamu hati-hati, ya?"
"oh ya, tolong beritahu Arumni kalau aku terburu-buru jadi tidak pamit padanya."
"baik, mas!"
Galih pergi ke kantornya, sementara Mita kembali ke rumah.
* *
Sesampainya di rumah, Mita mencari Arumni ke sudut ruangan, namun Arumni tak nampak di sana, hanya kamar Galih yang tertutup yang belum Mita periksa.
"Mbak, mbak Arumni!" pangil Mita sambil mengetuk pintu.
Arumni membuka pintu dengan wajah kusut dan mata sedikit sembab. "Maaf Mita, aku mau beristirahat dulu, ya!" ucapnya sambil menutup pintu.
Namun Mita mendorong pintu yang akan ditutup Arumni, "Tunggu, mbak!" seru Mita.
Demi menghargai Mita, Arumni terpaksa membuka kembali pintunya.
"Mbah Arumni menangis?" tanya Mita. "Aku tahu, pasti karena aku ya, mbak?" ucapnya sambil menunduk.
"Ngak kok, Mita. Jangan berpikir seperti itu, ya?"
"Tapi benar karena aku kan mbak?" Mita jadi merasa bersalah. "Aku cuma mau menyampaikan, tadi katanya mas Galih sedang terburu-buru karena terlambat, jadi tidak sempat pamit pada mbak Arumni."
"Iya, aku mengerti. Maaf ya, Mita, aku mau beristirahat dulu, kita bicaranya nanti saja!"
Arumni segera menutup pintu, ia menangis tergugu di sudut ruangan, hingga rasa kantuk membawanya ke alam mimpi, berharap saat bangun nanti semua hanya mimpi.
Arumni kembali menelan rasa pahitnya kenyataan, kala pukul dua siang ia terbangun. Arumni berniat akan mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah akibat perjalanan semalam. Namun kamar mandi Galih kembali mengingatkan Arumni akan lukanya, kala ia melihat semua peralatan mandi milik wanita, yang tidak lain adalah Mita.
"Jadi, ternyata Mita tidur di kamar ini juga?" bisiknya dalam hati.
Arumni jadi terus terbayang, bagaimana suaminya menghabiskan waktu bersama Mita. Demi memastikan, Arumni pun membuka pintu lemari pakaian yang berada di kamar itu, dan ternyata benar, pakaian Mita dan Galih tersusun rapi di lemari yang sama.
Mengetahui semua itu, Arumni segera keluar dari kamar Galih. Ia menangis sambil membawa tas yang berisikan pakaiannya dari kampung.
Mita yang tengah duduk santai di depan televisi, seketika langsung berdiri menatap Arumni. "Ada apa mbak?"
"Maafkan aku, Mita. Aku tidak tahu kamar itu milik kamu dan mas Galih, aku akan ke kamar yang lain saja."
...****************...
Semoga Arumi menemukan kebahagiaan dgn pria lain.
Komandan sdh nunggu janda mu tu Arumi.
karna alasan galih sdh menikah diam diam, kan beres
malah seperti nya kau lebih berat dgn Si Mita daripada dengan Arumi