Wilona Anastasia adalah seorang gadis yang dibesarkan di desa. namun Wilona memiliki otak yang sangat jenius. ia memenangkan beberapa olimpiade dan mendapatkan medali emas sedari SMP. dia berniat untuk menjadi seorang dokter yang sukses agar bisa memberikan pengobatan secara gratis di desa tempat ia tinggal. Lastri adalah orang tua Wilona lebih tepatnya adalah orang tua angkat karena Lastri mengadopsi Wilona setelah Putri satu-satunya meninggal karena sakit. namun suatu hari ada satu keluarga yang mengatakan jika mereka sudah dari kecil kehilangan keponakan mereka, yang mana kakak Wijaya tinggal cukup lama di desa itu hingga meninggal. dan ternyata yang mereka cari adalah Wilona..
Wilona pun dibawa ke kota namun ternyata Wilona hanya dimanfaatkan agar keluarga tersebut dapat menguasai harta peninggalan sang kakek Wilona yang diwariskan hanya kepada Wilona...
mampukah Wilona menemukan kebahagiaan dan mampukah ia mempertahankan kekayaan sang kakek dari keluarga kandungnya sendiri...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17
Pagi itu, suasana kediaman Kusuma terasa lebih sunyi dari biasanya.
Wilona duduk di meja makan besar yang terbuat dari marmer, sambil menatap ke luar jendela. Matahari baru naik, tapi hawa tegang di rumah itu udah kayak kabut pekat yang nggak mau pergi.
Tania turun dari tangga, wajahnya masih bengkak habis nangis semalaman. Sinta mengikuti dari belakang, dengan ekspresi lelah tapi tetap anggun.
“Wilona,” panggil Sinta datar.
“Ya,Tan?”
“Saya harap kamu tahu apa yang kamu lakukan di sekolah kemarin udah bikin malu keluarga ini.”
“Aku gak ngerti, maksud Tante apa?”
“Jangan pura-pura polos. Video Tania yang viral itu, kamu pasti ada hubungannya kan.”
Wilona menatap Sinta dengan wajah tenang, nyaris tanpa emosi.
“Aku gak punya waktu ngurusin gosip, Tan. Aku sibuk belajar buat ujian.”
“Mulut kamu makin kurang ajar, Wilona.”
“Aku cuma ngomong jujur.”
Tania yang dari tadi diam langsung menjawab dengan nada tinggi.
“Mama, liat kan? Dia ngomongnya selalu se enak nya. Dari awal dia masuk rumah ini, gak pernah sekalipun dia sopan sama kita!”
Wilona menatap Tania pelan.
“Lo tahu gak, Tan... sopan santun itu gak ada artinya kalau isinya bohong semua.”
Sinta membanting sendok ke meja. “Cukup! Saya gak mau denger kalian berdebat pagi-pagi begini!”
Suasana langsung hening. Cuma suara jam dinding yang berdetak lambat.
Wilona narik napas pelan, lalu berdiri.
“Aku ke sekolah dulu.”
“Ingat,” kata Sinta, nada suaranya dingin. “Jangan bikin masalah lagi.”
Wilona hanya tersenyum tipis. “Tenang aja, Tan, Aku gak bakal bikin masalah kalau nggak ada dalangnya."
Tania menganggap sendok di tangannya dengan erat ketika mendengar perkataan Wilona yang seolah-olah menyindirnya.
Sementara itu Galen sudah menunggu di depan gerbang dengan motornya. Helm cadangan dipegang di tangan kirinya, dan senyum tipis muncul waktu meliat Wilona keluar kediaman Wijaya.
“Kamu mau nebeng?” tanya Galen datar.
“Aku pikir kamu nggak mau ngajak aku pergi bareng lagi”
“Memangnya kenapa?.”
"Emang kamu mau kita terus jadi bahan gosip di sekolah?."
"Mau-mau aja."
Wilona tertawa kecil. “Kamu aneh, Galen.”
“Aku gak aneh, Aku hanya realistis aja. Ayo buruan naik, nanti kita telat.”
Wilona naik ke motor, dan mereka berdua melaju pelan menyusuri jalan sekolah yang masih sepi. Angin pagi menyapu rambut Wilona, dan untuk sesaat, dia ngerasa... tenang.
Padahal di kepalanya, rencana baru udah mulai terbentuk.
Di sekolah.
Mutia datang dengan wajah panik.
“Wil! Base sekolah rame lagi! Katanya lo yang bikin email anonim nyebar soal dana OSIS!”
Wilona tampak santai sambil meletakan tas nya.
“Gue? Lagi-lagi gue?”
“Ya iyalah! Semua bukti ngarah ke akun lo!”
“Berarti mereka nuduh gue lagi.”
“Terus lo mau ngapain?”
“Balas, dong.”
Wilona mengambil laptop yang ada di dalam tasnya kemudian membukanya sembari tersenyum miring, jari-jarinya langsung menari di keyboard dengan kecepatan tinggi. Dalam hitungan detik, layar penuh kode. Mutia cuma bisa bengong. tak percaya ternyata sahabat barunya sangat ahli dalam IT.
“Lo ngapain?”
“Masuk ke sistem email sekolah. Gue mau tau siapa yang ngirim.”
“Lo bisa?”
“Gue bisa banyak hal yang orang gak bakal percaya.Tapi ini rahasia, hanya lo yang tau.”
Beberapa menit kemudian, Wilona berhenti. Senyumnya makin lebar.
“Dapet.”
“Siapa?”
“Alamat IP-nya milik admin OSIS... tapi IP itu dikirim dari server kantor Kusuma Group.”
Mutia melongo. “Maksud lo... keluarga lo sendiri?”
Wilona menatap layar dengan pandangan tajam.
“Sinta dan Wijaya mulai main api. Oke, sekarang gue bakar balik.”
Sementara itu di kantor Kusuma Group, Wijaya sedang rapat bersama beberapa direktur.
Di tengah presentasi, salah satu staf IT mendadak masuk dengan wajah panik.
“Pak... sistem keuangan perusahaan mendadak down.”
“Apa maksudnya down?” bentak Wijaya.
“Semua server utama ter lock. Ada server asing yang masuk dan mengubah semua password internal. Kami gak bisa akses data transaksi.”
“APA?!”
Ruang rapat langsung gaduh. Sinta yang duduk di samping Wijaya memegang tangan suaminya.
“Kamu yakin ini bukan ulah kompetitor?”
“Gak mungkin. Ini dari dalam sistem kita sendiri.”
“Dari dalam?” Wijaya menatap tajam staf IT itu.
“Iya, Pak... peretasnya sepertinya tau struktur server kita dengan sangat detail. Bahkan tau pola enkripsi yang cuma beberapa orang yang tahu.”
Wijaya langsung berdiri, mukanya merah padam menahan amarah.
“Cari pelakunya sekarang juga!”
“Kami sudah melacak, Pak... tapi identitasnya... sulit ditebak. Satu-satunya petunjuk... dia pakai username "Lynx.”
Felix terdiam, " Lynx" gumam nya pelan,"pokoknya saya nggak mau tahu kalian harus bisa menemukan siapa dalang di balik semua ini, percuma saya menggaji kalian mahal-mahal jika kalian tidak berguna disaat seperti ini."
"Baik tuan..."
Sementara itu Wilona duduk di kamar sambil membuka laptopnya. Cahaya layar menerangi wajahnya. Di depannya, grafik keuangan perusahaan Kusuma Group menari-nari dalam bentuk data mentah.
“Gue gak mau ngambil apa pun. Gue cuma mau mereka ngerasain rasa panik yang sama seperti yang mereka kasih ke gue,” bisiknya.
Dia mengetik cepat, lalu mengunci kembali sistem dengan kode enkripsi baru, kode yang hanya dia yang tahu.
Dan tak lama kemudian... pintu kamarnya diketuk keras.
“Wilona! Buka pintunya sekarang!”
Suara Wijaya terdengar dari luar, penuh amarah.
Wilona menutup laptopnya, mengatur napas, lalu membuka pintu.
“Ada apa, Paman?”
“Kamu mau main-main dengan perusahaan keluarga?”
“Main-main? Aku gak ngerti, Paman.”
“Jangan bohong! Kami tahu kamu dalangnya!”
“Buktinya apa paman. Emang nya paman Ada buktinya?”
Wijaya terdiam, rahangnya mengeras.
“Kamu pikir kamu bisa ngelawan saya?”
Wilona menatapnya tenang. “Aku benar-benar nggak ngerti maksud Paman apa.”
Sinta masuk ke kamar, wajahnya merah karena marah.
“Wilona! Saya sabar selama ini, tapi kalau kamu berani menghancurkan perusahaan keluarga maka..”
“Aku gak menghancurkan apa pun, Tan. Aku cuma belajar aja kok dari tadi.”
“Kamu ini anak kurang ajar!”
Wilona menatap Sinta datar.
“Kurang ajar?Aku rasa aku gak ngelakuin apa-apa. Karena selama ini, yang ibu aku ajarkan ke aku cuma satu hal yaitu kalau mau dihormati, jangan buang harga diri kita.”
Sinta terdiam untuk pertama kalinya dia gak bisa men jawab.
Wilona melangkah pelan menuju jendela, membuka tirai dan menatap langit sore.
“Aku tahu, paman sama tante gak pernah anggap aku bagian dari keluarga ini. Tapi jangan salah, aku juga gak mau jadi bagian dari kalian. Aku cuma di sini buat satu alasan...”
“Alasan apa?” suara Wijaya serak.
Wilona berbalik, tatapannya tajam.
“Wasiat Kakek. Dan aku gak bakal pergi sampai aku dapetin semuanya.”
Deg