Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Bertemu Mama Mertua
Di dalam sel Ronan tengah merasakan perutnya yang keroncongan, sejak kemarin dia memang sengaja mogok makan. Dia ingin keluar sejenak dari penjara, meski itu hanya ke rumah sakit.
"Mereka benar-benar tidak ada yang peduli padaku," ucap Ronan sambil meringis menahan gejolak yang mulai terasa di perutnya. Mengingat tak ada satu pun anggota keluarga yang datang untuk menjenguk. Karena bahkan—istri yang dia cintai pun kini malah menggugat cerai, rasa penyesalan mulai hinggap.
"Aku berharap kamu masih mau memaafkanku, Bel."
Namun, harapan hanya tinggal harapan. Belcia bahkan sudah tak sudi untuk melihat wajahnya, mengingat kelakuan Ronan yang sangat menjijikan.
Hingga pagi kembali menyapa. Belcia berniat untuk memenui Nyonya Bliss—orang yang sebentar lagi akan jadi mantan ibu mertuanya. Namun, tidak serta merta dia datang, dia ingin sedikit memberikan pelajaran.
Pukul 10 lewat Nyonya Bliss telah sampai di cafe yang dia sebutkan. Namun, ternyata sang menantu belum datang, padahal biasanya Belcia akan selalu tepat waktu dan datang sebelum dirinya.
"Apakah dia belum datang?" tanya Nyonya Bliss pada salah satu pelayan. Karena dia telah memesan meja sebelumnya.
"Belum, Nyonya," jawab pelayan tersebut. Padahal jelas bahwa Belcia setuju untuk bertemu dengannya.
"Mungkin dia masih di perjalanan."
Wanita itu menghela napas kecil dan terpaksa menunggu. Dia duduk dengan elegan sambil memperbaiki tatanan rambutnya. Kemudian membuka ponsel, ternyata ada satu pesan lagi dari Belcia.
[Maaf, Ma, jalanan macet.]
Meski merasa cukup kesal, tapi Nyonya Bliss tak bisa berbuat apa-apa. Tanpa membalas dia melempar ponselnya ke atas meja dan mengalihkan tatapan pada lingkungan sekitar. Hingga setengah jam berlalu, Belcia masih belum juga datang, dia pun mulai mendengus.
"Cih, seberapa macetnya jalanan sih! Kenapa dia belum sampai juga?" cerocos Nyonya Bliss sambil melihat ke arah luar. Banyak mobil lalu lalang, tapi tak ada yang menunjukkan batang hidung Belcia.
"Kalau bukan karena uang, aku tidak akan seperti ini. Ronan benar-benar merepotkanku."
Akhirnya dia kembali duduk dengan tenang dan melipat kedua tangannya di depan dada. Namun, rasa sabarnya makin terkikis, dia sudah jengah saat para pengunjung cafe mulai berdatangan untuk makan siang. Diliriknya jam di pergelangan tangan, sudah pukul 12 siang, lewat dua jam dari waktu mereka janjian.
"Cih, dia mempermainkanku?!" sentak Nyonya Bliss dengan mata menyalak tajam. Dia kembali menyambar ponsel, untuk kesekian kalinya dia menanyakan di mana posisi Belcia. Namun, baru saja ingin melakukan panggilan, tiba-tiba sosok wanita duduk di depannya dengan gerakan tergesa.
"Maaf membuat Mama menunggu. Perjalananku dari rumah Papa benar-benar memakan waktu," ujar Belcia dengan wajah pura-pura bersalah. Padahal dia memang sengaja ingin mengerjai Nyonya Bliss, dan ingin tahu seberapa sabar wanita itu.
Nyonya Bliss ingin mengomel, tapi dia berusaha menahannya supaya rencana hari ini tidak rusak. Namun, andai tadi Belcia belum datang juga, mungkin dia sudah ingin pergi.
"It's oke, Mama masih bisa mentolerirnya kali ini," balas Nyonya Bliss sambil memperhatikan penampilan Belcia dari atas sampai bawah. Masih seperti ketika hamil, wanita itu mengenakan dress longgar dengan kancing di bagian depan.
"Silahkan pesan apa yang kamu inginkan, Mama ingin mentraktirmu sebelum kamu resmi jadi mantan menantu," lanjut wanita paruh baya itu. Belcia langsung melengkungkan bibirnya.
"Apa saja?" tanyanya dan Nyonya Bliss langsung mengangguk. Dengan senang hati Belcia memanggil pelayan dan meminta dibungkuskan berbagai macam makanan dan minuman yang membuat Nyonya Bliss ternganga.
"Kamu tidak salah? Sebanyak itu?" tanyanya dengan mata terbelalak lebar.
"Mama bilang semua yang aku inginkan kan?"
"Iya tapi—"
"Dibungkus ya, Mbak!" perintah Belcia sebelum si pelayan pergi, dan membuat Nyonya Bliss semakin terheran-heran.
"Aku akan membawanya pulang," jelas Belcia pada wanita di depannya. Wajah Nyonya Bliss sudah pucat bahkan sebelum mengatakan maksud dan tujuannya. Namun, supaya harga dirinya tidak terinjak, dia pun kembali bersikap elegan.
"Apa kabarmu setelah kecelakaan itu? Mama terlalu sibuk, jadi tidak sempat menjengukmu di rumah sakit, atau ikut memakamkan anakmu," tanya Nyonya Bliss sambil menyeruput minuman yang ketiga kalinya dia pesan.
Belcia tersenyum sebelum menjawab.
"Seperti yang Mama lihat, kehidupanku selalu baik—bahkan setelah dikhianati putramu. Karena semua itu tidak ada apa-apanya, karena yang membuatku paling terluka adalah kehilangan belahan jiwaku—sebelum aku mendengar dia memanggilku mama," papar Belcia dengan rasa sakit yang masih saja menggerogotinya. Ludahnya tercekat.
"Santailah seperti biasanya, Ma, karena semua tentangku dan cucumu itu tidak penting kan?" lanjutnya sambil menatap Nyonya Bliss dengan lekat.
Wanita paruh baya itu menelan salivanya dengan berat.
"Bukan begitu—"
"Katakan saja apa yang sebenarnya menjadi tujuan Mama ingin bertemu denganku. Tidak perlu berpura-pura peduli atau yang lainnya. Karena kurang lebih, Mama sama seperti Ronan yang selalu acuh tak acuh," potong Belcia sebelum ibu mertuanya memberikan alasan. Seketika Nyonya Bliss gelagapan, dia melirik ke sana kemari untuk mencari kata-kata yang pas sebagai sanggahan. Namun, di otaknya hanya berputar kata uang dan uang.
"Kamu sudah yakin bercerai dengan Ronan?" satu pertanyaan itu akhirnya terlontar. Belcia langsung mengangguk mantap.
"Sangat yakin. Aku yakin sebentar lagi akan ada panggilan sidang," jawab Belcia.
Nyonya Bliss menarik napas dan membuangnya secara perlahan. Dia melihat tekad Belcia yang sudah sangat bulat, itu artinya dia memang memiliki celah untuk membahas harta gono-gini putranya. Karena dia sudah membicarakan hal ini dengan sang suami.
"Kalau begitu kamu sudah siapkan tentang harta gono-gini yang harus dibagi?"
"Tentu saja, aku akan membaginya secara adil," jawab Belcia. Seketika terlihat senyum samar dari balik bibir Nyonya Bliss yang membuat Belcia berdecih dalam hati.
'Serakus itu kalian!'
"Kalau begitu kirimkan semuanya ke rekening Papa, karena Papa yang mengelola keuangan Ronan selama dia di penjara," kata Nyonya Bliss memberikan perintah.
Namun, Belcia langsung menolak dengan tegas.
"Tidak! Aku sudah bilang pada Ronan akan mengirim ke rekeningnya langsung setelah ketuk palu. Dia tidak bicara apa-apa lagi setelah itu," ujar Belcia yang membuat Nyonya Bliss sedikit menggeram.
"Dia pasti sedang shock, Belcia. Jadi ikuti saja apa kata Mama, kita sudah membicarakan hal ini," balas Nyonya Bliss berusaha membujuk. Namun, yang Belcia rasakan semua itu hanya akal-akalan saja. Tapi biarlah, toh Ronan sudah bukan siapa-siapanya.
"Baiklah, aku akan mengirimkannya ke rekening Papa. Tapi pastikan proses perceraian kami berjalan lancar!" tandas Belcia yang tak ingin berlama-lama. Dia tidak tahu sejak tadi ada yang menguping pembicaraan mereka.
Berniat makan siang di luar, tapi dia malah mendengar sesuatu yang membuat perspektifnya semakin berubah terhadap Belcia.
"Terima kasih makanannya, Ma, sampai jumpa," ucap Belcia sebelum pergi menenteng banyak makanan yang dia pesan. Hari ini dia tidak keluar uang.
Cie cie om dudah, di balik rasa perdulimu sama belcia. pasti ada rasa yang lain kan om? kiw kiw ehek ehek 😆 kalau suka cepat ungkapin om, sebelum di tikung Marteen wkwkwk