Malam temaram, cahaya siluet datang menyambar. Detak jantung berlarian ke segala arah. Menimpali ubin yang kaku di tanah.
Di sana, seorang anak kecil berdiri seperti ingin buang air. Tapi saat wajah mendekat, Sesosok hitam berhamburan, melayang-layang menatap seorang wanita berbaju zirah, mengayunkan pedang yang mengkilat. Namun ia menebas kekosongan.
Apakah dimensi yang ia huni adalah dunia lain? nantikan terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asyiah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimensi Lain
Krekkk ....
Bunyi pintu berderit. Suara-suara bising. Hentakan kaki terasa begitu riuh. Ada sesuatu yang ramai tapi tidak bermuara.
Stella membuka matanya. Dia mengernyit. Cahaya masuk melalui jendela tua. Sekali lagi dia mengernyit. Badannya sakit semua. Tangannya kebas akibat terlalu lama berbaring.
"Kau sudah bangun? "
Sebuah suara yang muncul dari balik pintu bercat putih itu.
Refleks Stella menoleh, samar-samar dia melihat pakaian yang serba putih mendekatinya. Seorang suster muda, berusia sekitar 20 tahunan. Menyuntikkan obat ke dalam infus. Infus yang tersisa setengah cairan.
Stella menatap sekitar. Ruangan serba putih, bau obat-obatan menguar. Perutnya seketika menjerit.
"Aku mau muntah " Stella menunjuk mulutnya dengan pucat pasi.
"Baiklah, aku akan mengantarmu ke kamar mandi. " Ucap suster. Dia memapah Stella dengan penuh kelembutan.
***
Stella duduk di atas tempat tidur, matanya tak ingin mengantuk. Dia masih ingat obrolan bersama suster tadi.
Stella sudah seminggu tidak sadarkan diri. Wajar saja apabila tubuhnya sakit dan pegal. Stella diduga kecelakaan di dalam mobil. Mobil yang ia bawa sendiri dari rumah menuju suatu tempat. Mobilnya menabrak tiang pembatas. Rem nya blong.
Stella juga tidak sadarkan diri sejak saat itu. Tim medis berusaha semaksimal mungkin merawat Stella. Syukurlah kondisi Stella baik-baik saja hingga detik ini.
Suster mengatakan, bahwa kedua orangtua Stella sedang pergi ke luar negeri. Sehingga yang mengurus administrasi adalah Bibinya.
Setiap hari Bibi datang dengan membawakan sarapan pagi kesukaan Stella yaitu nasi goreng, namun mata itu tak kunjung terbuka.
Stella merasa lupa sesuatu. Dia sangat asing dengan dunia ini. Bagaimana mungkin dia bisa seperti ini. Siapa mereka. Apa yang sedang aku lakukan. Stella frustasi.
Stella menarik selimut, mencoba menutup bola hitam pekat itu. Mencoba berdamai dengan suasana. Tampak asing, tapi sangat dekat. Dia terus kepikiran. Mencoba menerka sesuatu.
Hari yang mulai sore, menampakkan kilauan senjanya. Stella bisa melihat matahari langsung di rumah sakit ini. Hatinya sedikit terhibur, setidaknya saat ini dia belum mati, masih bisa menikmati keindahan alam.
"Aku harus memikirkan sesuatu, atau aku akan berakhir seperti ini! " Dia menelusuri setiap sisi ruangan kamar nya.
Hanya ada televisi, kasur yang dia tempati, nakas yang berisi air botol mineral dan beberapa roti di dalamnya. Selang infus terpasang, kembali terisi full.
"Ku rasa sudah diganti saat aku tertidur. " Pikirnya.
Hari sudah gelap. Stella kembali menguap untuk kesekian kali. Dia tertidur.
Cklekk ....
Pintu terbuka setengah, lalu tertutup kembali. Bibi datang setelah seharian membersihkan rumah yang dia dan Stella huni. Tanpa Stella, dia tidak memiliki cinta lagi. Hanya Stella.
Bibi mematikan televisi, sedikit menurunkan suhu ruangan dan menyelimuti tubuh Stella.
"Anak yang malang. " Ucapnya tanpa bergeming. Dia sangat menyayangi Stella, lebih sayang dari dirinya sendiri. Dia tak ingin Stella terluka.
Bibi mengecup pelan telapak tangan Stella yang masih sedikit pucat. Butuh waktu baginya untuk menerima kenyataan bahwa satu minggu lamanya keponakan kesayangan nya harus koma.
Saat ditelfon pihak rumah sakit, hati nya langsung menghangat, senyum nya langsung terbit. Namun ada beberapa urusan yang harus dia selesaikan, salah satunya membersihkan rumah dan membawa beberapa pakaian miliknya dan milik Stella. Bibi berencana menginap.
"Bibi akan menemanimu, Sayang. Tidur yang nyenyak. " Bibi mematikan lampu dan bersiap tidur di tempat tidur yang disediakan untuk keluarga pasien.
Stella bermimpi. Dia melewati lorong waktu, dimensi lain sebab buku diary itu. Apakah mungkin ini petaka baginya?
Rasanya Stella baru saja bangun dari tidur panjang, tapi rasanya ada serpihan yang hilang. Ada memori lama yang belum sempat dia ingat. Dia hanya ingat terseret gelombang dan telinga setengah terkunci oleh suara-suara yang membuatnya berdenging.
Dunia yang dulu dia huni. Stella mampu melihatnya. Dia melihat dunia itu, namun angin yang menguliti memori nya menghantam rasa percaya nya. Dia terseret ke dunia lain.
"Tidakkk .... " Teriaknya.
Bibi terbangun dan beringsut. Dia menghidupkan lampu.
"Ada apa Stella? " Bibi mengelus pipi dan dahi Stella yang sudah berkeringat.
"Aku ada di mana? Aku ingin kembali. Aku tidak seharusnya di sini? " Sejenak Stella menghirup nafas dalam-dalam.
'Wajah ini tampak familiar. Siapakah dia? '
Stella sedikit menghindar. Dia tau dia tidak bisa memberitahu apapun dan pada siapapun. Dia tidak mempercayai siapapun, tapi dia lupa ada memori indah yang dia lupakan dan misi yang harus dia selesaikan.
To be Continued