Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 06
AMARAH DAN KESEDIHAN YANG MENYATU
Pria bernama Gerard tadi segera menyuruh anak buahnya untuk mencari wanita yang dia maksud tadi, sementara Dom masih berdiri mengamati mereka hingga sorot matanya yang tajam mengarah ke sisi kiri. Tentu, dia sekilas melihat sosok wanita yang mengintip dengan wajah cemas.
“Dia melihatku? Kenapa pria itu sampai di sini?” gumam Nisa yang mulai panik sendiri saat melihat keberadaan pria bernama Gerard tadi.
Sungguh! Dia tidak mengharapkan semua ini. Sudah sekian lama dan sekian kalinya dia berpindah tempat saat tahu bahwa Gerard Sanz si bandar narkoba itu terus mengejarnya. Ya! Nisa memiliki cerita tersendiri sehingga membawanya menjadi wanita yang berhijrah di jalan Allah. Namun siapa sangka bahwa dia masih tidak bisa terlepas dari masa lalunya.
Saat tengah bersembunyi, Nisa melangkah mundur secara perlahan, hingga dari belakang sebuah tangan membungkam mulutnya dan membawanya pergi dari sana. “Mmmppp!!!” tentu saja dia panik.
“Tuan! Tidak ada siapa-siapa di tempat ini selain para pria.” Ucap anak buah Gerard yang kini membuat pria itu menatap marah hingga mencengkram kasar kaos anak buahnya tadi.
“Cari jalang sialan itu, aku yakin dia ada di sini. Cip itu menunjukkan nya. CEPAT!” kesal Gerard hingga dia mulai sadar akan ketidakadaan sosok pria bernama Dom Toricelli tadi.
Gerard menoleh ke kanan dan kiri sampai memutar tubuhnya untuk mencari keberadaan pria itu. Bahkan Mike juga tidak ada di sana. “FUCKER!!!” umpatnya marah saat dia menyadari bahwa mereka kabur.
Bagaimana pun juga Gerard harus berhati-hati saat menghadapi ataupun berurusan dengan Toricelli. Jika tidak, dia yang akan musnah. “Jadi kau ikut pria itu, Nisa. Kau tidak akan bisa kabur karena aku selalu menemukan mu.” Ucap Gerard dengan tatapan marah sekaligus kesalnya.
.
.
.
Selang beberapa jam berlalu saat Nisa merasakan pusing di kepalanya. Wanita itu mulai membuka kelopak matanya saat hal terakhir yang dia ingat adalah— pukulan ringan di lehernya yang Dom berikan kepadanya sampai pingsan. “Ssshhh— ” desis Nisa mulai terbangun dari tidurnya.
Wanita itu langsung teringat akan waktu sholat. Tentu, Nisa terbangun gelagapan. “Astagfirullah... Hahhh... ” Wanita itu menghela napas panjang saat dia tak tahu berada di mana sekarang.
Dengan cepat, Nisa menuju ke arah pintu, membuka pintu berwarna putih tadi yang rupanya tidak dikunci. “Alhamdulillah... ” Gumamnya berulang kali mengucapakan kalimat yang sama hingga dia benar-benar melangkah keluar kamar tersebut dan melihat lorong yang sepi.
Sebuah lorong rumah mewah yang sepi. Tentu, Nisa tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu dan terus melangkah maju sampai tepat di pintu. “Kau tidak akan bisa kabur. Itu bukan pintunya.” Ucap suara pria yang sangat dia kenal sejak semalam.
Nisa tertegun, dia masih mengenakan pakaian yang sama. Rambut panjangnya yang mulai berantakan masih dalam ikatan rambut. Nisa berbalik dan melihat pria dengan kemeja hitam dan dua lengan dilingkis.
Dengan menatap penuh sisa-sisa keberanian, Nisa melirik ke arah kitab berwarna hitam yang ada di tangan pria itu. “Kau mau apa?” tanya Nisa yang terkejut saat melihat Al Qur'an nya ada di tangan Dom.
Pria itu duduk di sofa singel, mata silver nya masih menyorot ke Nisa. “What's your name? (Siapa nama mu)?” tanya Dom dengan nada santai.
Kini mereka berada di ruangan seperti ruang perapian. Terlihat ada kotak perapian di samping arah Dom duduk, dengan jarak yang lumayan jauh.
“Namaku Nisa! Dan aku seorang yatim piatu, aku kecil dan besar di rumah panti di Indonesia dan aku tinggal di Amerika selama 3 tahun, setelah itu aku memutuskan untuk berkunjung kembali ke negaraku sampai kau menahan ku di sini!” jelas Nisa dari nada rendah ke tinggi sampai napasnya ngos-ngosan.
Wanita itu terlihat sangat lelah, namun Dom tidak peduli. Pria itu masih menatap tegas. “Siapa Gerard Sanz? Kau mengenalnya?” tanya Dom yang kali ini sorot matanya nampak berkilat tajam.
Mendengar pertanyaan seperti itu, tentu saja Nisa langsung terbungkam. Dom memperhatikan bagaimana mimik wajah Nisa yang terlihat tegang akan pertanyaan simple barusan.
“I don't know (aku tidak tahu).” Jawab singkat Nisa yang masih menatap Dom agar tidak dicurigai.
Tak mendapatkan jawabannya, Dom meraih Al Qur'an yang tadinya tergeletak di atas meja di depannya dia duduk. “Ini milikmu?” tanya Dom bersuara berat dan dingin. Perasaan Nisa sudah tak enak akan hal itu.
“I-iya!” jawabnya pelan, sampai tanpa pikir panjang, Dom melemparkan kitab tersebut ke arah perapian hingga terbakar di sana.
Terkejut? Tentu saja Nisa terkejut melihat kitab sucinya dibakar. “NO....” Teriaknya yang langsung berlari ke arah perapian dan mencoba meraih Al Qur'an tadi, namun tak bisa karena api terlalu besar. Dan Dom? Tentu saja pria itu masih angkuh.
Sambil menangis dan merasa berdosa, Nisa berdiri dan menatap ke arah Dom dari samping. “APA MASALAH MU?? APA KAU TIDAK TAHU YANG NAMANYA TOLERANSI??? SIAPA KAU? MENAHAN KU SEBAGAI TAHANAN, DAN BERBUAT SEMANA-MANA. SUDAH KU BILANG, AKU TIDAK AKAN MENGATAKAN APAPUN KEPADA SIAPAPUN! AKU TIDAK PEDULI TENTANG DIRIMU ATAUPUN PEKERJAAN KOTORMU.” Sentak Nisa sangat kesal hingga ucapannya tadi memancing Dom yang tadinya duduk, kini dia berdiri dan menghampirinya dengan tatapan marah.
Tentu, tidak ada siapapun yang berani berkata dengan nada tinggi kepadanya, bahkan ayah tirinya sekalipun. Tapi Nisa? Nisa tak segan memancing amarah Dom Toricelli.
Tanpa menghindar dari langkah pria angkuh tadi, Nisa masih menatap marah hingga sedikit mendongak karena tinggi badan yang berbeda.
“Akan aku kotori kesucian mu sampai kau akan tunduk denganku.”
“Aku tidak akan pernah tunduk kepada siapapun kecuali Allah!” balas Nisa menyeringai kecil hingga Dom yang tak bisa menahan amarahnya, pria itu kembali mencengkram leher Nisa dan memojokkan nya ke dinding.
Krakk!! Pria itu dengan kasar merobek lengan kiri pakaian Nisa hingga terlihat lengannya yang mulus nan putih. Wanita langsung panik dan mencoba meronta. “Hentikan! JANGAN MENYENTUH KU!!!” sentak Nisa mencoba melepaskan tangan Dom dari lehernya.
“Bagaiman cara Tuhanmu menolong mu sekarang?” tantang Dom benar-benar hilang akal hingga wajahnya mulai mendekati wajah Nisa. Dilihatnya lekat wajah Nisa yang memejamkan mata saat cengkraman di lehernya semakin kuat.
Kernyitan di kening Dom menunjukan betapa marahnya pria itu hingga tak bisa mengendalikan dirinya. Namun melihat wajah kesakitan wanita di depannya saat ini membuatnya teringat akan ibu kandungnya sendiri. (“Dom... Ka-kau akan membunuhku, ibumu!”) Deg!
Pria itu melepaskannya hingga Nisa terbatuk-batuk dan pria tampan bermata silver tadi berpaling sejenak saat suara ibunya mengiang di kepalanya.
Tak berselang lama, Dom kembali menoleh ke Nisa yang masih menggosok lehernya yang panas.
“Jangan berpikir kau bisa kabur dari sini, karena aku sudah memilihmu.” Ucap Dom begitu saja lalu pergi. Kepergiannya seketika diganti dengan 4 pelayan wanita yang langsung memegangi Nisa dan membawanya ke kamar.
“LEPASKAN AKU!!! KAU TIDAK BISA MELAKUKAN INI, KAU MEMAKSAKU, KAU MENCULIK KU!!! LET ME GO!! (BIARKAN AKU PERGI)!!”
Sungguh nasib yang malang sekali melihat keadaan Nisa sekarang lebih parah dari sebelumnya. Atau sebaliknya? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.