Merebut kekasih saudara tirinya, dan mengandung anaknya. Bercerita tentang gadis cantik yang dijuluki sebagai mawar hitam di sekolah. Dia selalu membawa mawar hitam ditangannya setiap ia akan memutuskan hubungan dengan kekasihnya. Dia memiliki sikap yang buruk, sehingga hampir tidak ada yang benar-benar menjadi temannya. Dia tidak pernah mendapatkan cinta yang tulus, sehingga ia mungkin tidak percaya cinta. Sampai saat dimana ia melihat sesuatu yang terlihat hangat di depan matanya. Saat ia melihat seorang murid laki-laki yang bukan miliknya tengah bersikap manis kepada pacarnya. Disaat itu juga, Valencia menginginkannya. Rasa ingin memiliki itu semakin lama berubah menjadi obsesi. Sampai mereka menjalani hubungan yang panjang dengan banyak masalah diluar dugaan mereka. Bagaimana jadinya jika mereka sampai menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ashelyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 ( Nama panggilan Baru)
Jam menunjukan pukul 9 malam, seorang lelaki melepas seluruh pakaiannya. Dia menyalakan sower untuk membiarkan guyuran air membasahi seluruh tubuhnya. Di malam yang dingin, ia membiarkan tubuhnya dibasahi dengan air yang sangat dingin.
Pikirannya kacau, di balik wajah dan sikap tenangnya selama ini, ada kekacauan di dalam pikirannya. Kehidupan tenang yang sudah ia lewati selama ini, mendadak di hancurkan oleh seseorang yang datang tiba-tiba padanya.
Kehidupan damai dan memiliki segalanya. Bahkan ia sudah memiliki rencana-rencana hidup untuk kedepannya dengan kekasihnya, Lisa. Dia sudah menata dengan rapi rencana hidupnya di masa depan. Tidak ada yang membuatnya kawatir, tapi setelah ia bertemu dengan seorang wanita yang sama sekali bukan tipenya, dan dia sangat menggangu pikirannya.
“Felix! Kau tidak boleh terus memikirkanya!” Ucapnya sembari mengacak rambutnya yang basah.
Valencia, entah kenapa nama itu selalu berputar di otaknya. Felix sudah memikirkan wanita itu sejak hari itu, sejak Valencia mengajaknya pergi ke gang cinta. Seberapa keras ia mencoba untuk bersikap seolah tidak ada yang terjadi, tapi jauh di dalam hatinya ia sudah terganggu dan terus memikirkan wanita itu.
Bahkan Felix merasa bersalah kepada kekasihnya, karena dia telah memikirkan wanita lain. Apalagi saat Valencia melepaskan outer yang ia kenakan di depannya. Untuk seperkian detik ia membeku, sebelum akhirnya ia memalingkan wajahnya melihat kearah lain.
Felix memegang telinganya, ia masih mengingat saat itu. Bagaimana telinganya memerah saat melihat Valencia, ia tidak tau ada apa pada dirinya sendiri. Ia berpikir bahwa mungkin, itu hanyalah sebuah respon normal lelaki saat melihat wanita yang cantik.
“Fokus Felix! Jangan biarkan wanita itu menghancurkan kehidupanmu yang damai” ucapnya sembari mematikan air yang membasahi tubuhnya.
Felix meraih handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Ia juga memakai handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Ia menatap dirinya sendiri di cermin, ia tampak berbeda jika tidak memakai kacamata.
“Kacamata ini telah melindungiku selama dua tahun ini. Dengan terlihat biasa-biasa saja, membuat hidupku lebih tenang. Karena aku tidak terlibat dengan sesuatu yang merepotkan” ucapnya sembari memakai kembali kacamatanya.
Felix berjalan menuju koper besarnya, untuk mengambil pakaian yang akan ia pakai untuk tidur malam ini. Tapi sebuah ketukan pintu berhasil mengejutkannya. Sontak ia segera memakai pakaiannya dengan cepat.
‘Tok
‘Tok
‘Tok
Suara ketukan pintu semakin terdengar keras, tanpa berpikir panjang, Felix segera melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamar hotelnya. Felix terdiam membeku saat melihat siap orang yang telah mengetuk pintunya.
‘Valencia.
“Ada perlu apa?” Ucap Felix.
Valencia diam, dia membuka hoodie yang ia pakai menutupi sebagian wajahnya. Dia mendongakkan wajahnya untuk menatap Felix yang mengajaknya berbicara.
“Apa yang terjadi!” Ucap Felix dengan panik.
Felix melihat wajah Valencia yang terluka, terlihat seperti bekas dipukuli oleh seseorang. Bahkan sudut bibir dan hidungnya berdarah, tanpa sadar Felix menyentuh wajah Valencia dengan kedua tangannya.
“Katakan padaku siapa yang melakukan ini padamu?” Ucap Felix.
“Bisakah aku masuk kedalam? Aku takut” ucap Valencia dengan nada bergetar ketakutan.
Felix segera menarik tangan Valencia untuk masuk kedalam kamarnya, ia menutup kembali pintu dan menguncinya. Dia menuntun Valencia untuk duduk di sofa yang berada di dekat balkon.
Felix memberikan segelas air putih kepada Valencia, ia melihat lebih jelas luka-luka yang ada diwajahnya. Saat itu juga ia merasa bersimpati kepadanya.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” Ucap Felix dengan nada yang lemah lembut.
“Aku pergi ke bar, aku bertemu dengan segerombolan pria. Disana mereka menarik pakaianku, dan saat aku melawan, mereka justru memukuliku dan mengambil uangku” ucap Valencia.
“Jadi kejadian ini murni karena kejahatan?” Ucap Felix, dan berhasil membuat Valencia menatap kearahnya.
“Tentu saja, aku sungguh ketakutan” ucap Valencia menundukan kepalanya.
Felix melihat sisi lain dari wanita yang dijuluki sebagai mawar hitam di sekolah. Ia terbiasa melihat Valencia dengan sikap buruknya, ia juga terbiasa mendengar gosip buruk tentangnya. Dan saat ini, ia hanya melihat seorang wanita yang terlihat begitu menyedihkan.
“Bukan maksudku untuk sengaja datang. Aku hanya tidak tau lagi kepada siapa aku harus mengatakan tentang ini, aku tidak memiliki seseorang yang bisa aku datangi”
“Aku langsung berpikir bahwa aku harus mendatangimu. Walaupun aku tau kau sangat membenciku, tapi aku tidak ada pilihan lain. Lagipula kau juga ketua kelas, kurasa keputusanku datang kesini adalah keputusan tepat” ucap Valencia yang masih menundukan kepalanya.
Felix hanya diam, ia melihat kaki Valencia yang tidak memakai alas kaki. Dia juga melihat beberapa luka lecet disana, dan banyak tanah yang membekas di lantai kamarnya.
“Apa kau berlari ketakutan sampai kesini?” Ucap Felix, dan dibalas anggukan oleh Valencia.
“Apa mereka mengejarmu sampai kesini?” Tanya Felix lagi, dan Valencia mengangguk.
“Kurasa kau harus membersihkan kakimu” ucap Felix dan mengambil handuk bersih yang berada di laci.
Felix memberikan handuk itu kepada Valencia yang masih terdiam. Dia berjongkok untuk melihat lebih jelas wajah Valencia, dan mata mereka bertemu saling bertatapan satu sama lain.
Felix segera memalingkan wajahnya, dia berdehem untuk menyamarkan ekspresi wajahnya yang terlihat salah tingkah. Felix menjauh dari Valencia, ia merasa bahwa ia harus membatasi diri dan jangan terlalu dekat dengannya.
“Aku akan memakai toiletnya sekarang” ucap Valencia, dan Felix mengangguk.
Valencia membersihkan kakinya yang kotor, ia meringis kesakitan saat rasa perih akibat luka dikakinya terkena cipratan air. Dia benar-benar telah berusaha keras untuk sekedar menemui Felix malam ini.
Valencia menatap wajahnya di cermin, dia melihat seluruh luka diwajahnya. Ia masih mengingat bagaimana Leya sengaja memukulinya, temannya itu seperti menganggap pukulannya sebagai pukulan balas dendam karena sikap buruknya selama ini.
“Ini salahku karena meminta Leya yang memukuli wajahku seenaknya” ucap Valencia.
Ya. Semua luka diwajahnya adalah perbuatan yang disengaja, tidak ada segerombolan lelaki yang melecehkannya atau memukulinya. Semua ini hanyalah rencananya. Dan tidak ada satu orang pun yang mengejarnya sampai ke kamar Ini. Justru Valencia berjalan dengan sukarela menuju ke kamar ini.
“Felix, seandainya kau tau semua usahaku hanya demi lebih dekat denganmu” ucap Valencia.
Valencia mendadak tersenyum lebar di depan cermin. Ia merapikan rambutnya ke belakang telinganya. Ia juga melepaskan hoodie yang di pakainya. Dan tersisa lah sebuah dress pendek dengan lengan tali yang terbuka dibagian punggungnya.
Valencia membuka pintu toiletnya, kaki lecet nya ia langkahkan untuk mendekat ke tempat dimana Felix berada. Pria muda itu terlihat sedang sibuk dengan kotak obat, ia mungkin akan mengobatinya malam ini.
“Duduklah! Aku akan me-“
Ucapannya berhenti saat melihat penampilan Valencia, lagi-lagi dia terpaku melihat pakaian terbuka yang di kenakan wanita muda itu. Ia segera menggelengkan kepalanya untuk menyadarkan fokusnya kembali.
“Duduklah, aku akan mengobati lukamu” ucap Felix.
Valencia tidak mengatakan apapun, ia hanya duduk di samping Felix.
“Kurasa kita terlalu dekat, kau bisa sedikit menjauh dariku” ucap Felix.
Valencia menjauh sedikit, kemudian ia menatap mata Felix dengan tanpa rasa canggung sedikitpun. Ia membiarkan pria itu mengobati luka diwajahnya, bahkan sentuhan tangan itu sama sekali tidak membuat Valencia meringis kesakitan.
“Terimakasih” ucap Valencia setelah Felix selesai mengobatinya.
“Jangan sungkan, ini sudah tugasku untuk menolong sesama manusia” ucapnya sembari meletakan kotak obat itu diatas nakas.
Valencia bangkit dari duduknya, dengan senyum tipis diwajahnya, dia mulai mengikat rambutnya dengan gerakan lambat di depan Felix. Kemudian ia berbalik untuk memperlihatkan punggungnya yang terbuka karena model dress yang ia pakai.
“Kurasa aku harus pergi sekarang” ucap Valencia sembari meraih hoodienya.
“Tunggu Cia!” Ucap Felix, dan berhasil membuat Valencia menghentikan langkahnya.
“C-Cia? Kau memanggilku Cia?” Ucap Valencia dengan senyuman diwajahnya.
“Kurasa Cia lebih mudah disebut” ucapnya.
“Baiklah, panggil aku Cia mulai sekarang” ucap Valencia.
“Kau harus memakai hoodiemu sebelum kau pergi” ucap Felix.
“Kenapa?” Ucap Cia.
“Karena pakaianmu terlalu terbuka” ucap Felix.
“Baiklah” ucap Cia dan memakai hoodienya kembali.
“Selamat malam Felix” ucap Cia dan pergi begitu saja menutup pintunya.
Felix langsung terjatuh di lantai kamarnya, entah kenapa kakinya mendadak terasa lemas saat berhadapan dengan Valencia. Bahkan rasa panas mendadak ia rasakan di dalam ruangan ber AC, ia segera membuka pintu balkon kamarnya dan menghirup udara dingin sebanyak-banyaknya.
...----------------...