NovelToon NovelToon
Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Ternyata, Aku Salah Satunya Di Hatimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:20.5k
Nilai: 5
Nama Author: X-Lee

Di balik kebahagiaan yang ku rasakan bersamanya, tersembunyi kenyataan pahit yang tak pernah ku duga. Aku merasa istimewa, namun ternyata hanya salah satu dari sekian banyak di hatinya. Cinta yang ku kira tulus, nyatanya hanyalah bagian dari kebohongan yang menyakitkan.


Cinta yang seharusnya menguatkan, justru menjadi luka yang menganga. Eva, perempuan dengan hati selembut embun, dikhianati oleh pria yang dulu ia sebut rumah.

"Cinta seperti apa yang membuatku merasa sendirian setiap malam? Yang membuatku meragukan harga diriku sendiri? Cintamu .... cintamu telah membunuhku perlahan-lahan, hingga akhirnya aku mati rasa." gumam Eva Alexia


Bagaimana takdir cinta Eva Alexia selanjutnya? Apakah dia akan tetap mempertahankan pernikahan nya atau mengakhiri semuanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon X-Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Pertengkaran Di Pagi Hari

Eva terbangun dari tidurnya. Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis di jendela kamar, menciptakan bayangan samar di dinding. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada sisi ranjang yang kosong. Dingin. Sepi. Tak ada siapa pun di sana. Tak ada jejak kehangatan. Tak ada Mas Ardian.

Dadanya sesak, seolah ada beban tak kasat mata yang menindihnya. Hanya desahan kecil yang keluar dari bibirnya, tipis dan lirih, seperti sisa napas yang tertahan sejak semalam. Sudah berapa kali? Sudah berapa malam dia tidur sendiri, bertanya-tanya dalam hening yang menusuk?

Dengan gerakan lamban, Eva bangkit dari ranjang. Setiap langkahnya berat, seakan lantai kamar pun ikut merasakan kesedihan yang menggumpal di hatinya. Ia melangkah menuju kamar mandi. Lampu dinyalakan, dan cermin besar di hadapannya menampilkan pantulan dirinya—wanita dengan rambut kusut, mata sembab, dan tatapan kosong yang kehilangan cahaya.

Lama ia menatap wajah itu. Wajah yang dulu selalu dipuji oleh Ardian, yang katanya membuatnya jatuh cinta sejak pandangan pertama. Kini, wajah itu hanya dihampiri tanya dan keraguan.

Air mata menggenang di pelupuk matanya saat ia berkata pelan, hampir seperti bisikan untuk dirinya sendiri,

"Apakah aku sudah tidak menarik lagi di mata Mas Ardian?" Suaranya bergetar.

"Apa karena... karena aku belum mampu memberikan dia keturunan?" Suara itu makin lirih, nyaris tercekat.

"Apakah dia mulai bosan padaku? Atau... ada perempuan lain yang kini mengisi hatinya?"

Satu tetes air mata jatuh ke wastafel, disusul oleh tetesan lainnya. Ia tidak tahu lagi mana yang lebih menyakitkan—ketidakhadiran Ardian secara fisik, atau ketidakhadiran hatinya yang perlahan menghilang tanpa jejak.

Eva mengusap air matanya perlahan, seolah tak ingin tangis itu meninggalkan jejak. Ia mencoba tersenyum di depan cermin, senyuman pahit yang bahkan dirinya sendiri tak percaya. Ia mengambil handuk, membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap bisa membekukan rasa yang menghanguskan hatinya sejak tadi malam. Tapi sia-sia. Rasa itu tetap ada. Perihnya tak mau pergi.

Usai membersihkan diri, Eva mengenakan daster rumah berwarna lembut—pemberian Ardian di ulang tahun pernikahan mereka yang kedua. Daster itu masih menyimpan aroma kenangan, tapi kini hanya menyisakan kehampaan. Ia melangkah ke dapur, membuat secangkir teh hangat, lalu duduk di meja makan yang terlampau besar untuk satu orang.

Meja itu dulunya tempat mereka bercanda, saling menyuapi, saling bertukar cerita tentang hari yang panjang. Tapi sekarang, hanya suara denting sendok yang menemani. Hening yang menggigit.

Ponselnya tergeletak di meja. Eva memandangi layar yang tak juga menyala. Tak ada pesan. Tak ada panggilan. Tidak ada kabar dari Ardian sejak kemarin siang. Perlahan ia mengambil ponsel itu dan membuka percakapan terakhir mereka. Satu chat terakhir yang dikirim Eva malam tadi: "Mas, kamu pulang nggak malam ini?"

Masih centang dua. Belum dibaca.

Perutnya mual. Tapi bukan karena lapar. Melainkan karena rasa cemas dan pikiran buruk yang terus menghantui. Ia mencoba menepisnya, tapi otaknya terlalu keras kepala untuk percaya pada alasan "sibuk kerja" yang entah keberapa kali diulang Ardian.

Tiba-tiba, Eva berdiri. Ia membuka lemari, menarik kotak sepatu dari bawah tumpukan pakaian. Di dalamnya, ada tumpukan foto-foto pernikahan mereka, surat-surat cinta, dan test pack yang selalu menunjukkan satu garis. Matanya berkaca-kaca saat menyentuh benda-benda itu.

"Aku sudah mencoba, Mas..." bisiknya lirih, hampir tak terdengar. "Aku sudah berusaha sekuat yang aku bisa."

Dan saat itulah, sebuah suara pelan terdengar dari arah pintu depan. Bunyi kunci diputar. Pintu terbuka perlahan. Eva terpaku, tubuhnya menegang. Jantungnya berdegup kencang.

Langkah kaki masuk ke dalam rumah. Suara yang sangat dikenalnya.

Ardian pulang.

Langkah kaki itu semakin mendekat, terdengar berat dan pelan, seakan tahu bahwa ada badai yang menunggunya di dalam rumah. Eva berdiri di ruang tamu, menatap pintu dengan dada yang bergemuruh seperti genderang perang. Ia menggenggam ujung dasternya erat-erat, berusaha menahan getaran di tangan dan air mata yang sudah nyaris tumpah.

Ardian muncul di ambang pintu. Tubuhnya tampak lelah, wajahnya kusut, rambutnya berantakan. Padahal, ini masih pagi. Ardian terlihat seperti kurang tidur. Ia tertegun melihat Eva berdiri di sana. Untuk beberapa detik, tak ada yang berkata apa pun. Hanya mata yang saling menatap, menyimpan begitu banyak kata yang tertahan.

“Kamu pulang juga,” ucap Eva pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

Ardian menunduk, seperti tak sanggup menatap mata istrinya. “Maaf… semalam lembur. Aku capek banget. Aku mau istirahat."

Eva tertawa kecil, pahit. “Lembur?” katanya dengan suara serak. “Masih bisa kamu bilang itu dengan wajah seperti itu?” Matanya mulai berkaca-kaca. “Berhari-hari kamu pulang larut, kadang nggak pulang sama sekali… dan aku terus menunggu, terus percaya kamu cuma capek kerja.”

“Eva…” Ardian maju selangkah.

“Jangan panggil namaku seperti itu,” potong Eva, suaranya mulai meninggi. “Apa aku nggak cukup, Mas? Apa aku sudah berubah sampai kamu nggak mau lagi pulang ke rumah ini? Atau karena aku belum bisa kasih kamu anak?!”

Tubuh Eva gemetar, air matanya mulai jatuh satu-satu. Ardian terdiam, wajahnya tegang. Ia membuka mulut, lalu menutupnya kembali, seolah tak tahu harus berkata apa.

"Bukan seperti itu, aku ..."

“Jujur sama aku, Mas. Aku cuma mau tahu… masih ada aku nggak, di hatimu? Masih ada rumah ini buat kamu, atau sudah ada tempat lain yang lebih nyaman?”

"Eva, bisakah nanti saja kita membahas hal ini? Aku sangat lelah dan mengantuk."

"Aku ingin bicara sekarang, jangan menunda nya lagi, Mas."

Ardian memejamkan matanya. Tangannya mengepal. Ia tampak berperang dengan dirinya sendiri. “Eva, kamu akan selalu ada di hatiku. Kamu lah satu-satunya tempat ternyaman ku untuk pulang."

Eva terhuyung mendengar itu. “ Lalu, kenapa kamu membiarkan aku sendirian. Aku... aku tiap malam tidur sambil meremas bantal, berharap kamu masuk kamar dan bilang semua akan baik-baik saja.”

Ia menangis sekarang, tak bisa menahannya lagi. “Aku nggak butuh kamu jadi sempurna, Mas. Aku cuma butuh kamu tetap ada. Genggam tanganku. Yakinkan aku bahwa kita masih bisa hadapi ini bareng.”

Ardian akhirnya melangkah maju, ingin memeluk Eva. Namun, Eva dengan tegas menolak pelukan itu.

"Jangan pikir, dengan memelukku lagi, kamu bisa seenaknya meluluhkan perasaan ku, Mas. Aku sudah cukup lelah dengan semua ini."

"Apa maksud mu?"

"Aku ingin kita bercerai."

"Tidak! Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah menceraikan kamu!" seru Ardian

"Untuk apa kita masih bersama, kalau status ku seperti ini. Aku gadis bukan, janda bukan, perawan juga bukan." ucap Eva dengan tertawa miris, dia merasa hidupnya konyol sekali.

"Eva..."

"Diam! Aku belum selesai bicara." potong Eva dengan nada sarkasme, lalu dia melanjutkan. "Sebenarnya, apa alasan kamu seperti ini? Kamu punya banyak harta, kekayaan mu tidak akan pernah habis tujuh turunan. Tapi, kamu masih saja sibuk bekerja. Dan kamu sangat jarang meluangkan waktu mu bersamaku tiga tahun terakhir ini. Kalau kamu sudah bosan padaku, kamu bilang saja, Mas. Aku siap kok berpisah dengan kamu."

"Berulang kali aku katakan, aku tidak ingin berpisah dengan kamu!" ucap Ardian dengan nada kesal, dia sangat lelah setelah bergadang semalaman di rumah istri sirinya. Kini, pulang ke rumah berharap ketenangan, justru istrinya mengajak dia bertengkar dan ingin berpisah. Emosi nya benar-benar di uji kali ini.

***

1
Mundri Astuti
bongkar sekalian Adrian....biar tau kebenarannya...
tapi kamu juga salah si Adrian ...
Mardathun Lie: otw bongkar semuanya
total 1 replies
Nur Nuy
lanjut lah ungkapin semuanya eneg sama jalang sama adenya Adrian ga ada yg bener
Nur Nuy: semangat author😍
Mardathun Lie: oke siap
total 2 replies
Diyah Pamungkas Sari
lagiii donk...penisirin ini
Mardathun Lie: tungguin yaa hehe
total 1 replies
Nur Nuy
so sweet persahabatan ini
Nur Nuy: hehehe author
Mardathun Lie: kita juga bisa jadi sahabat KK 😁😂
total 2 replies
Nur Nuy
hahahaha mampus jalang, mampus mantan mertua eva tau kenyataan mantu jalang lu ga bener wkwkwkkw
Mardathun Lie: enaknya di apain yaa tuh mantu 😅🤣/Facepalm/
total 1 replies
Mundri Astuti
enak kan Adrian diselingkuhi ....pro...prok...
itu yg dirasakan Eva saat ia tau kamu selingkuh
Mardathun Lie: tersiksa lahir batin yaa /Joyful//Facepalm/
total 1 replies
Mundri Astuti
next thor
Mardathun Lie: wokeeee
total 1 replies
Nur Nuy
kasih tau tuh jalang bayar pembunuh bayaran, biar mertua nya kaget wkwkkwwk
Mardathun Lie: ide yg bagus 🤣
total 1 replies
Nur Nuy
lah ngapa jadi perkosa bukannya siksa kurung, tololl anak itu juga bukan anaklu biarin aja sih dia dipenjara
Mardathun Lie: 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
Mundri Astuti
next thor
Mardathun Lie: okeeee
total 1 replies
Mundri Astuti
nah harus sebanding ntu balesannya, dah nyelakain Eva, mestinya penjara
Mardathun Lie: di siksa Ardian dulu yaa, baru di penjara 😁😂
total 1 replies
Nur Nuy
haha kebusukannya jalang dikasi tau Adrian mampus lu jalang, udah bukan anak Adrian itu jangan jangan sama adenya Adrian dia punya anak wkwkwkwk tunggu jeruji besi nunggu lu pelakor
Mardathun Lie: lu semangat banget kalau pelakor kena siksa yaa kak 🤣🤣🤣🤣/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Nur Nuy
jangan baik banget eva jadi orang, cukup lu sampein depan keluarga Adrian kalau pelakor yang sengaja celakain lu, dan tara anaknya lisna bukan anak Adrian mampuskan
Nur Nuy: hahahaha
Mardathun Lie: yaudah deh, gpp. lanjutkan 🤣🤣🤣 senggol bacok yaa
total 4 replies
Mundri Astuti
perlu dipertimbangkan tuh va idenya Julia, hayyoo arsenn sok lahhh..gas keun...
Mardathun Lie: wih 😁😁/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Mundri Astuti
kapan terbongkarnya yak
Mardathun Lie: sabar yaa 🤩
total 1 replies
Mundri Astuti
adriann kamu tanyeee.../Frown/
Mardathun Lie: /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
total 1 replies
Mundri Astuti
yg nyelakain Eva ngga dilanjutkan ke jalur hukum
Mardathun Lie: Belum, satu persatu yaa konfliknya /Facepalm/
total 1 replies
Nur Nuy
semoga arsen jodoh eva☺☺☺kalian terlalu manis, ih kapan pelakor ketahuan ini up dikit banget y
Mardathun Lie: Itu banyak lho, 1410 kata sangat sedikit yaa /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/🤣🤣🤣
total 1 replies
Ibrahim Ibrahim
dalam penulisan kata katanya bagus
saya suka
Mardathun Lie: Makasih 🤩🤩🤩
total 1 replies
Ibrahim Ibrahim
aku suka penulisan nya 👍
Mardathun Lie: Makasih ❤️🤩🤩🤩
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!