Setelah diselingkuhi, Brisia membuat rencana nekat. Ia merencanakan balas dendam yaitu menjodohkan ibunya yang seorang janda, dengan ayah mantan pacarnya. Dengan kesadaran penuh, ia ingin menjadi saudara tiri untuk mengacaukan hidup Arron.
Semuanya berjalan mulus sampai Zion, kakak kandung Arron muncul dan membuat gadis itu jatuh cinta.
Di antara dendam dan hasrat yang tak seharusnya tumbuh, Brisia terjebak dalam cinta terlarang saat menjalankan misi balas dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ken Novia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengunjungi makam
Cukup lama Navan membolak-balikan Disa, sampai gadis itu kelelahan. Kalau dibanding Arron mah kalah jauh, ternyata Navan lebih pro daripada Arron yang masih pemula.
"Jangan dikeluarin didalem Van!" Larang Disa, tentu saja nggak mau sampai hamil.
"No, enakan didalem Dis." Ucapnya sambil mencekal tangan Disa supaya tidak melawan.
Navan ambruk setelah mengeluarkan kecebongnya didalam sana.
"Van Lo brengsek!" Umpatnya kesal.
Navan cuma mencium keningnya Disa lalu berbisik, "Kalau Lo hamil, bilang aja itu anaknya Arron. Gampang kan Dis? Malah Lo jadi bisa milikin dia."
"Tapi Van..."
"Sssttt, gue kasih Elo jalan, jangan tanggung-tanggung kalau mau rebut pacar orang!"
Disa diam, ada benarnya juga omongan Navan. Yang penting Arron jangan sampai tau kalau dia main sama cowok lain.
Tapi ia juga nggak mau hamil usia remaja, masih pengin ngerasain kebebasan.
"Van, bangun gue capek!"
"Gue suka cara main Elo Dis, kapan-kapan lagi ya?" Tanyanya tengil.
"Vaan..."
"Lo tinggal nurut aja Dis, kalau gue udah bosen gue pasti lepasin Elo dengan sukarela."
"Brengsek!"
"Ssst... Kita sama-sama brengsek Disa, jangan protes oke!"
Disa rasanya kesal, bagaimana bisa dia sial banget ketemu orang modelan Navan. Cowok itu bukan yang cakep tapi nggak jelek juga, kaya apa satu sih sedang aja gitu. Cuma badannya emang keker, nggak heran kalau jago main.
Sekalipun Disa benci, tapi dia menikmati permainan Navan. Soal wajah bisa diabaikan, tinggal tutup aja pakai bantal eh.
Disa membersihkan diri lalu makan makanan yang tadi dibeliin sama Navan, untungnya ngga dibikin kelaparan kaya dirumah Arron.
"Pulangnya mau dianterin?" Tanya Navan setelah keluar dari kamar mandi dengan wajah segar.
"Ngga usah." Jawabnya ketus.
Navan mengambil dompet lalu memberikan uang seratus ribu ke Disa.
"Buat naik taxi!"
Disa terima saja uang itu, lumayan masih sisa buat beli jajan.
Mereka berdua makan bersama, nggak ngobrol karna emang nggak akrab.
"Van, janji dulu Lo nggak bakal bongkar semuanya!"
"Asal Lo nurut sama gue semuanya bakal aman Dis!"
"Beneran?"
"Sekalipun gue brengsek, tapi omongan gue bisa Lo pegang. Gue bukan Arron yang tukang ngibul."
Disa cuma mengangguk, moga aja emang bener apa yang dikatakan Navan.
"Gue pulang ya Van!" Pamit Disa setelah selesai makan.
"Iya hati-hati. Kalo gue butuh Elo lagi Lo harus siap."
Disa tak menggubris, ia keluar dari kost nya Navan dan berjalan ke gang depan sambil nyari taxi online lewat aplikasi.
Hari-hari berlalu, ujian sudah semakin dekat. Brisia bertekad ingin mendapatkan nilai bagus biar bisa masuk universitas yang diinginkan.
Arron juga sering belajar bareng Brisia, soal Disa tentu saja masih minta jatah sembunyi-sembunyi.
Lain dengan Disa, cewek itu malah sibuk gantian ngelayanin Arron sama Navan. Dua cowok itu benar-benar membuatnya lelah.
"Brie besok aku nggak bisa belajar bareng dirumah kamu. Nggak papa kan?"
"Nggak papa Ar, besok aku mau istirahat aja soalnya dua hari lagi ujian. Biar badan fit."
"Iya kamu mending istirahat aja, kamu ngga ke warung kan?"
"Enggak, sama mama nggak boleh, nanti aja nunggu selesai ujian katanya. Kamu mau kemana Ar?"
"Aku juga dirumah aja, tapi paginya mau nemenin papa ke makam."
"Kapan-kapan aku diajak ke makamnya mama kamu ya Ar!"
"Iya Sayang, habis ujian ya?"
Brisia mengangguk sambil tersenyum, ia kan juga kepengin jengukin mamanya Arron.
Esoknya, Brisia beneran nggak kemana-mana, cuma dirumah aja merilekskan pikiran.
Arron juga beneran ke makam sama papanya. Mumpung papanya lagi libur.
Di area pemakaman, papa Handi membawa dua bucket bunga. Tentu saja yang satu untuk mamanya Zion. Arron bawa kelopak bunga dua kantong.
Anak dan bapak itu berjongkok membersihkan rumput lalu menaburi bunga. Satu bucket bunga diletakkan di dekat nisan.
Disana tertulis Meta Aryani, nama mamanya Arron.
"Maafkan aku yang baru sempat datang Me, aku begitu sibuk bekerja. Dua hari lagi Arron mau ujian, makanya aku sengaja ajak dia kesini. Do'ain Arron dari sana ya Me, biar ujiannya lanca." Ucap papa Handi sambil memegang batu nisan.
"Ar, papa mau ke makamnya mamanya Zion dulu kamu tunggu disini aja ya!"
"Iya Pa."
Papa Handi bangun, ia membawa bucket dan kantong kelopak bunga yang satunya. Sementara Arron duduk sambil memandangi makam mamanya.
"Ma, aku kangen banget sama Mama. Pengin peluk mama, aku udah besar Ma, sayangnya mama udah nggak disini."
"Ma, aku punya pacar cantik namanya Brisia, dia baik Ma. Katanya pengin jenguk mama kesini. Kalau udah selesai ujian aku ajak dia ya Ma, aku kenalin ke mama."
Arron berbicara sendiri, menceritakan apa yang ingin ia ceritakan pada mamanya. Termasuk soal papanya yang terlalu sibuk.
Papa Handi sampai didepan makam berkeramik hitam dengan nisan bertuliskan Maya Santica.
"Aku datang May." Ucap papa Handi sambil mengelus batu nisan, lalu tangannya bergerak mencabut rumput.
Rumputnya nggak terlalu banyak, malah keliatan terawat, didekat batu nisan, ada bunga krisan yang sudah kering. Mungkin bunga dari Zion saat anak itu pulang.
"Maafkan aku May, aku gagal jadi suami yang baik untuk kamu, gagal untuk jadi ayah yang baik untuk Zion."
Papa Handi meneteskan air matanya, setiap datang ke makam istri pertamanya, tangisnya selalu pecah.
"Aku kangen Zion May, anak itu entah kapan aku melihat wajahnya. Ia begitu dingin padaku, aku sadar semua itu karna aku. Aku ingin memperbaiki hubungan dengan Zion, do'akan biar anak itu mau tinggal bersamaku lagi May."
"Maafkan aku yang tidak tau diri ini, aku sudah begitu menyakiti kamu. Tolong maafkan aku."
Papa Handi berdo'a, berharap mendiang istrinya memaafkan kesalahannya. Kalau mengingat kematian mama Zion yang tragis, hati papa Handi terasa begitu nyeri.
Rasa bersalahnya sering menghantui, apalagi setelah mamanya Arron juga meninggal. Ia serasa mendapatkan karma didunia.
Arron menghampiri papanya karna tak kunjung kembali, dibelakang sana ia melihat sendiri papanya sedang menangis di depan makam mamanya Zion. Sementara dimakam mamanya, papa Handi tak pernah menangis.
"Kalau kak Zion pulang dan tinggal lagi dirumah itu? Apa papa masih peduli sama aku?"
Arron tentu sadar, semenjak kakaknya pergi jauh. Sikap papa Handi juga ikut berubah.
Arron memilih berbalik dan menunggu diparkiran, tak ingin mengganggu papanya.
Arron duduk didalam mobil, satu pesan Disa masuk ke nomernya.
Disa: Ar, sebelum ujian nggak kepengin sama gue? Biar makin semangat ujiannya.
Arron: Boleh, nanti gue jemput, nggak bisa dirumah, papa lagi libur.
Disa: Tapi gue minta uang jajan!
Arron: Berapa?
Disa: Terserah Elo Ar.
Arron langsung mentransfer uang satu juta ke rekeningnya Disa.
Arron: Cukup?
Disa: Cukup banget Arron sayang.
Arron: Ya udah mandi sana dandan yang cantik!
Arron menyimpan ponselnya karna papanya terlihat berjalan ke arah mobil.
Di kostnya, Disa siap-siap mau mandi. Bibirnya tersenyum sumringah karna mau ketemuan sama Arron, biarpun cowok itu kadang ngeselin tapi kan Disa cinta mati.
Namun senyumnya luntur kala membaca pesan dari Navan.
Navan: Nanti dateng ke kost, gue mau minta jatah sebelum ujian.
Disa: Gue ada acara.
Navan: (mengirimkan video nanas pas di kostnya Navan)
Lo nggak mau kan gue kirim ke grup angkatan? Biar Lo nggak bisa ikut ujian. Gue mah aman Dis, nggak keliatan mukanya.
aron mah sesetia itu
kan kalo lagi sama kamu ingat disa
kalo lagi sama disa ingat kamu
😸😸😸