NovelToon NovelToon
Detektif Jola Joli

Detektif Jola Joli

Status: tamat
Genre:Misteri / Horor / Tamat
Popularitas:757
Nilai: 5
Nama Author: NonaNyala

Di balik ketenangan Desa Warengi Jati, sebuah tragedi mengoyak rasa aman warganya. Malam itu, seorang penduduk ditemukan tewas dengan cara yang tak masuk akal. Desas-desus beredar, rahasia lama kembali menyeruak, dan bayangan gelap mulai menghantui setiap sudut desa.

Bayu, pemuda dengan rasa ingin tahu yang tak pernah padam, terjebak dalam pusaran misteri ini. Bersama Kevin sahabat setianya yang sering meremehkan bahaya dan seorang indigo yang bisa merasakan hal-hal yang tak kasatmata, mereka mencoba menyingkap kebenaran. Namun semakin dalam mereka menggali, semakin jelas bahwa Warengi Jati menyimpan sesuatu yang ingin dikubur selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaNyala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesaksian dari Dunia Arwah (2)

Di episode sebelumnya Kevin sempat kerasukan makhluk yang selalu menginginkan tumbal, akankah tumbal itu menjadi lebih banyak? Berapa banyakkah warga yang harus mati?...

....

Happy Reading..🕵‍♂️📸

......**-----------------**...

...

 Keesokan harinya, Kevin dan Bayu, ditemani dua polisi, menuju rumah kosong yang disebut-sebut. Lokasinya agak jauh, melewati jalan setapak penuh rumput liar. Rumah itu sudah lama terbengkalai, atapnya miring, dinding kayu lapuk.

  Begitu pintu didorong, bau anyir darah langsung menyergap. Lantai tanahnya penuh bercak merah yang sudah menghitam. Di salah satu sudut, ada kain panjang penuh noda, mirip dengan yang dipakai menjerat Bu Minah.

  Namun yang paling membuat bulu kuduk berdiri adalah simbol aneh yang tergores di dinding: lingkaran dengan coretan-coretan menyerupai tubuh manusia terpotong.

  Kevin berdiri kaku. “Gua… gua pernah lihat simbol ini. Di dalam penglihatan ketika Bu Minah menunjuk Herman. Ada di belakang mereka, di udara.”

  Salah satu polisi berbisik, “Ini… kayak tanda ritual.”

  Tiba-tiba, suara ketukan keras terdengar dari lantai kayu atas rumah.

  Duk… duk… duk…

   Semua menoleh ke atas. Bayu mengangkat senter, sinarnya menembus lubang-lubang papan.

  “Siapa di sana?!” teriak polisi.

  Tak ada jawaban. Hanya ketukan yang makin keras.

  Kevin menahan napas. Perlahan, sosok muncul dari tangga yang setengah roboh. Bukan manusia utuh melainkan arwah. Lehernya sobek, darah menetes terus, wajahnya penuh luka sayatan. Itu Zikri.

  Di belakangnya, muncul Nabila, perutnya masih robek, darah mengucur, matanya kosong.

 Kevin menjerit pelan, tubuhnya gemetar.

 Nabila mengangkat tangannya, menunjuk ke simbol di dinding. Lalu mulutnya bergerak, kali ini keluar suara serak.

  “Dalang… bukan Alex…”

 Bayu menelan ludah. “Kalau bukan Alex… siapa?”

 Arwah Zikri maju, menatap Kevin tepat di mata. Suaranya menggema, seakan berasal dari dalam dinding.

  “Orang… dekatmu…”

 Kevin terdiam. Bayu menoleh cepat. “Dekatmu? Maksudnya siapa, Pin?!”

 Namun sebelum arwah itu sempat melanjutkan, keduanya hancur jadi kabut darah dan menghilang. Simbol di dinding memancar samar, lalu redup kembali.

 Polisi kaget, wajah mereka pucat pasi. Salah satunya buru-buru menutup buku catatan. “Kita… kita harus lapor ke atasan.”

 Bayu menatap Kevin. Wajah sahabatnya itu penuh ketakutan. “Pin… kalau benar ‘orang dekatmu’… berarti kita sedang diawasi. Siapa pun itu, dia ada di sekitar kita sekarang.”

 Kevin merasakan hawa dingin merayap di tengkuknya. Tatapan arwah Nabila dan Zikri masih melekat di pikirannya.

 Dan untuk pertama kalinya, Kevin benar-benar takut bukan hanya pada hantu, tapi pada manusia yang masih hidup.

 Malam itu, desa Warengi Jati kembali diliputi teror. Warga tak berani keluar rumah, suara gonggongan anjing bersahut-sahutan dari kejauhan. Di balai desa, Pak RT menerima laporan polisi dan memutuskan satu hal semua warga akan dikumpulkan lagi besok, untuk mencari tahu siapa sebenarnya dalang di balik semua ini.

 Namun Kevin tahu, sebelum itu, arwah-arwah akan datang lagi.

 Ia duduk di ranjangnya, memandang jendela yang terbuka. Angin malam masuk, membawa bisikan lirih.

  “Ungkapkan… kebenaran…”

 Kevin menutup telinganya. Air mata jatuh tanpa ia sadari.

  “Kenapa aku… kenapa harus aku yang melihat ini semua…”

  Dari bayangan jendela, samar-samar muncul sosok perempuan hamil dengan wajah hancur. Nabila berdiri di sana, menatapnya tanpa berkedip.

  Balai desa memang sudah lengang, tapi rumor belum berhenti berputar. Malam itu, hampir tiap rumah di Warengi Jati jadi sarang bisik-bisik. Para ibu mengunci pintu lebih rapat, bapak-bapak duduk gelisah dengan parang di dekat jendela, anak-anak dilarang keluar meski hanya untuk buang air. Desa yang biasanya hangat dan guyub kini seperti terkepung ketakutan.

  Kevin dan Bayu berjalan pulang dari balai desa dengan langkah gontai. Malam semakin larut, bulan sabit pucat menggantung di langit, awan hitam bergerak cepat menutupinya. Jalan setapak yang mereka lewati sepi, hanya sesekali terdengar suara kodok dari pematang sawah.

  Bayu memecah hening. “Pin… gua tahu ini berat. Tapi kalau lu berhenti sekarang, semua arwah itu akan terus menghantuimu. Mereka memilihmu, entah kenapa. Dan gua… gua akan selalu di sampingmu.”

  Kevin menunduk. “Gua takut, Bay. Bukan hanya pada hantu. Gua takut… manusia yang ada di sekitar kita.”

  Bayu menoleh cepat. “Kau masih kepikiran kata-kata Zikri tadi? ‘Orang dekatmu’?”

  Kevin mengangguk pelan. Ia tidak berani menyebut nama, tapi hatinya berdegup kencang memikirkan kemungkinan bahwa seseorang yang sering menemuinya, mungkin bahkan yang ia anggap teman, justru dalang dari semua ini.

  Malam itu, Kevin tidak bisa tidur. Di kamarnya yang sempit, suara jangkrik dan burung malam seperti berubah menjadi bisikan. Ia memejamkan mata, namun justru yang muncul adalah wajah Nabila dan Zikri, penuh darah, tatapan mereka tajam menusuk.

  Tiba-tiba terdengar ketukan di jendela. Tok… tok… tok…

 Kevin langsung terlonjak. Pelan-pelan ia melirik.

 Dari luar, terlihat bayangan tubuh seorang wanita. Rambut panjang berantakan, wajahnya samar. Kevin menahan napas, tangannya meraih selimut untuk menutupi tubuhnya.

 Bayangan itu mendekatkan wajahnya ke kaca jendela, dan Kevin akhirnya bisa melihat jelas, Nabila.

 Mulutnya bergerak tanpa suara. Kevin menelan ludah, berusaha membaca.

 “Cari… peti… di sungai.” Ketika Kevin hendak membuka mulut untuk menjawab, bayangan itu langsung menghilang, berganti dengan suara jeritan panjang di telinganya.

  “AAAAAAAAAARRRGGHHHH!!!”

  Kevin jatuh terduduk, tubuhnya gemetar hebat. Dari luar kamar, terdengar suara langkah kaki terburu-buru. Pintu dibuka, Bayu masuk sambil membawa lampu minyak.

  “Pin! Apa lagi?!”

  Kevin terengah-engah. “Peti… di sungai. Mereka bilang ada peti di sungai.”

  Keesokan paginya, Kevin, Bayu, dan dua polisi turun ke tepian sungai yang membelah desa. Airnya keruh, arusnya deras setelah hujan semalam.

  Beberapa warga ikut mengintip dari kejauhan, takut sekaligus penasaran.

  “Kalau benar ada peti, harus segera diangkat,” kata salah satu polisi. Mereka membawa bambu panjang dan jaring seadanya.

  Tidak butuh waktu lama. Dari bawah permukaan air, sesuatu yang besar terlihat tersangkut di akar pohon pinggir sungai. Setelah ditarik ramai-ramai, muncullah sebuah peti kayu tua, penuh lumpur, baunya busuk menusuk hidung.

 Warga langsung menjerit. “YA ALLAH, masih ada lagi!”

 Polisi membuka paksa dengan linggis. Begitu penutupnya terlepas, isi peti membuat semua orang menutup mulut menahan muntah.

 Di dalamnya ada tubuh seorang pria, sudah membusuk. Matanya melotot, lidah terjulur, dada terbuka penuh luka sayatan. Tapi yang paling mengejutkan, di keningnya terukir simbol yang sama seperti di dinding rumah kosong: lingkaran dengan coretan tubuh manusia terpotong.

 Dokter forensik yang dipanggil buru-buru memotret.

“Ini bukan sekadar pembunuhan. Ini… ritual.”

  Kevin menunduk, tubuhnya bergetar. Dari sudut mata, ia melihat arwah pria itu berdiri di tepi sungai, tubuhnya penuh belatung. Arwah itu menatap Kevin, lalu menoleh ke arah warga.

 “Dia ada di antara kalian…” bisiknya lirih.

 Kevin langsung tersentak. Bayu yang melihat ekspresi sahabatnya tahu Kevin sedang diganggu lagi. “Apa yang kau lihat, Pin?”

 Kevin menggenggam tangan Bayu erat-erat. “Dia bilang… pelaku ada di antara kita. Bukan orang luar, Bay… tapi orang sini.”

 Warga yang mendengar kalimat itu spontan panik. Mereka saling pandang, sebagian langsung curiga ke tetangganya sendiri. Suara-suara keras muncul lagi.

  “Jangan-jangan masih ada kaki tangan Alex!”

  “Bisa jadi siapa saja!”

  “Kita tidak aman!”

  Pak RT datang dengan wajah muram. “Tenang! Kalau kalian saling tuduh, kita semua akan hancur. Biarkan polisi yang menyelidiki. Jangan ada yang bertindak sendiri.”

  Namun suasana sudah terlanjur panas.

  Sore harinya, Kevin dan Bayu dipanggil ke rumah Pak RT. Di dalam, sudah ada Kapolsek dan beberapa aparat lain. Di meja, berkas-berkas kasus ditumpuk tinggi.

 Kapolsek menatap Kevin tajam. “Anak muda, aku

Tahu kau bukan polisi. Tapi semua kesaksianmu… anehnya selalu benar. Dari mana kau tahu semua itu?”

 Kevin terdiam. Bayu maju menjawab. “Pak, Kevin… punya kelebihan. Dia bisa melihat hal yang tak terlihat. Kami tahu itu sulit dipercaya, tapi fakta di lapangan selalu sesuai dengan apa yang ia katakan.”

 Kapolsek mendengus, menatap Kevin lagi. “Kalau begitu, katakan. Menurutmu, siapa sebenarnya dalang di balik ini semua?”

 Kevin menunduk, suaranya pelan. “Aku belum tahu pasti. Tapi arwah-arwah itu bilang… orang dekatku. Artinya, bukan orang asing. Bukan Alex seorang. Ada yang lebih kuat, yang mengendalikan.”

 Ruangan mendadak hening. Kata-kata Kevin menggantung seperti racun.

 Pak RT menghela napas panjang. “Kalau begitu, kita harus bersiap menghadapi sesuatu yang lebih besar dari sekadar pembunuhan. Desa ini… sedang diteror.”

 Malam kembali tiba. Kevin mencoba tidur di rumah Bayu agar tidak sendirian. Namun baru saja ia memejamkan mata, suara ketukan terdengar dari pintu.

  Tok… tok… tok…

 Bayu membuka pintu dengan waspada. Tidak ada siapa-siapa di luar, hanya angin malam yang dingin.

 Namun ketika ia menutup pintu lagi, Kevin tiba-tiba terduduk, tubuhnya kaku, matanya melotot. Dari mulutnya keluar suara serak yang bukan suaranya sendiri

 “Besok malam… darah akan tumpah lagi…”

 Bayu meraih bahu sahabatnya, mengguncang dengan panik. “Pin! Sadarlah!”

 Kevin jatuh lemas, keringat membanjiri wajahnya. Ia menatap Bayu dengan mata ketakutan.

  “Bay… mereka belum selesai. Dan besok malam… akan ada korban baru.”

 Malam itu, setelah Kevin sadar dari kerasukan, Bayu benar-benar tidak berani melepaskan pandangan darinya. Lampu minyak dibiarkan menyala sampai fajar, tapi bayangan yang menari di dinding seakan-akan berubah bentuk jadi wajah-wajah mengerikan.

 Kevin tidak banyak bicara. Sesekali ia bergumam, “Besok malam… besok malam…” dengan nada seperti orang mengigau. Bayu hanya bisa menggenggam tangannya erat-erat, berharap sahabatnya tidak jatuh terlalu dalam ke dunia yang hanya bisa ia lihat sendiri.

 Keesokan harinya, kabar soal peti dari sungai menyebar makin luas. Desa Warengi Jati semakin tegang. Pasar tradisional yang biasanya ramai mendadak sepi. Orang-orang menolak keluar rumah, anak-anak dilarang bermain di luar.

 Beberapa warga mendatangi balai desa untuk menuntut jawaban.

 “Pak RT, sampai kapan kita harus hidup dalam teror?”

  “Polisi tak bisa apa-apa! Lihat saja, mayat muncul terus!”

  “Kalau pemerintah desa tak bisa melindungi kami, lebih baik kami pindah!”

 Pak RT mencoba menenangkan, tapi tatapannya lelah. Ia tahu, kalau satu saja lagi korban jatuh, desanya bisa berubah jadi desa mati.

  Di sisi lain, Kapolsek dan aparat menyiapkan penjagaan. Mereka menaruh beberapa petugas di titik-titik rawan sungai, rumah kosong, jalan masuk desa. Tapi jumlah polisi terbatas, sementara rasa takut warga tak bisa ditahan.

 Sore menjelang malam. Langit gelap, awan pekat bergulung. Angin berembus dingin menusuk tulang.

 Kevin dan Bayu duduk di beranda rumah Bayu, menatap sawah yang mulai ditelan gelap.

 “Bay…” Kevin akhirnya bicara. Suaranya serak. “Aku takut malam ini benar-benar ada korban. Aku bisa merasakannya. Udara berbeda. Lebih berat.”

 Bayu menatapnya serius. “Kalau begitu kita tidak bisa hanya menunggu. Kita harus bergerak. Peti yang kau lihat di sungai semalam terbukti nyata. Kalau arwah bilang ada korban malam ini, pasti ada tanda-tandanya. Kita cari sebelum terlambat.”

 Kevin mengangguk pelan. “Tapi kita harus hati-hati. Mereka.. arwah itu bilang pelaku ada di antara kita. Artinya… bisa siapa saja. Bahkan orang yang kita percaya.”

 Kata-kata itu membuat bulu kuduk Bayu meremang. Ia menoleh ke arah desa, di mana lampu-lampu rumah sudah mulai dinyalakan. Suara gonggongan anjing terdengar dari kejauhan.

 Menjelang tengah malam, teriakan memecah kesunyian.

  “TOLOOOOONG!!! ADA YANG HILANG!!!”

 Orang-orang berlarian ke arah suara. Di rumah Pak Surip, seorang petani tua, istrinya menangis histeris.

“Anakku! Anakku hilang! Tadi masih di kamar, sekarang sudah tidak ada!”

 Warga geger. Polisi langsung menyisir sekitar rumah. Jejak kaki kecil terlihat menuju arah sawah.

 Kevin merasakan detak jantungnya berpacu. Tanpa pikir panjang, ia berlari mengikuti polisi dan warga lain. Bayu menyusul di belakangnya.

 Sawah malam itu seperti lautan hitam. Angin berdesir, padi bergoyang pelan. Dari kejauhan terdengar suara gamelan samar-samar, padahal tak ada orang yang sedang menggelar hajatan.

“Dengar itu, Bay?” Kevin berbisik.

 Bayu mengangguk, wajahnya pucat. “Ya… siapa yang main gamelan tengah malam begini?”

 Mereka terus menyusuri jejak kaki. Jejak itu berhenti di dekat gubuk kosong di tengah sawah. Pintu gubuk terbuka setengah, menimbulkan derit panjang.

  Polisi mendekat dengan senter. “Periksa dalam!”

  Ketika pintu dibuka lebar, bau busuk langsung menyeruak. Di dalam, lantai tanah basah dipenuhi darah segar yang masih menetes.

  Dan di sudut gubuk, tampak tubuh seorang anak kecil, terbaring kaku dengan dada terbuka.

 Warga menjerit serempak. Si ibu langsung pingsan di tempat. Polisi berusaha mengamankan TKP, tapi suasana sudah kacau.

 Kevin terpaku. Ia melihat arwah anak itu berdiri di dekat tubuhnya sendiri, menangis tanpa suara. Mata anak itu menatap Kevin, lalu menunjuk ke balik gubuk.

 Kevin melangkah pelan, meski Bayu menahannya. “Pin, jangan!”

 Namun Kevin terus maju. Di balik gubuk, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku.

 Ada sosok bayangan tinggi, jauh lebih besar dari manusia biasa, berdiri membelakanginya. Tubuhnya kurus, kulitnya gelap, kepalanya seperti ditutupi kain hitam panjang. Sosok itu menoleh perlahan, tapi wajahnya tetap samar, hanya terlihat dua mata merah menyala.

 Suara berat keluar dari sosok itu

 “Ini baru permulaan…”

 Kevin terhuyung mundur. Bayu buru-buru menariknya. “Pin! Apa yang kau lihat?!”

 Kevin menatapnya dengan wajah pucat pasi. “Bay… bukan hanya manusia yang terlibat di sini. Ada sesuatu yang lain. Sesuatu… yang jauh lebih gelap.”

 Warga desa semakin panik. Beberapa menuduh Herman lagi, meski ia sudah di penjara. Ada juga yang menuduh keluarga tertentu, hanya karena dianggap aneh. Polisi kewalahan menenangkan.

 Pak RT, dengan wajah penuh keringat, berbisik pada Kapolsek. “Kalau ini terus berlanjut, desa ini akan habis. Orang-orang akan saling bunuh karena curiga. Kita harus cepat menemukan dalang.”

 Kapolsek menatap Kevin. “Anak ini… mungkin satu-satunya kunci.”

 Kevin sendiri malam itu duduk di beranda, menatap gelap. Bayu di sampingnya, mencoba tetap kuat.

  “Aku lihat sosok itu, Bay,” ucap Kevin pelan. “Bukan manusia. Bukan arwah biasa. Seperti… sesuatu yang memimpin semua ini.”

 Bayu terdiam. Ia tahu sahabatnya tidak mungkin berbohong.

 Kevin melanjutkan, dengan suara gemetar. “Dan aku takut… orang yang menjadi dalangnya… sedang bekerja sama dengan makhluk itu.”. ...

Begitu menyeramkannya kondisi anak itu, sehingga semua warga menjerit, teror ini akankah terus terjadi? Berapa banyak lagi korban tumbal yang akan tumbang?...

See you in the next episode..

......**-------------------**...

...

DISCLAMER❗️⚠️

Cerita ini hanya karangan semata jika ada perilaku/kata yang kasar mohon di maafkan. Dan apabila jika ada kesalahan dalam pengetikan kata/typo saya mohon maaf, namanya juga kan manusia mimin juga manusia lohh, jadi mohon dimaklumi ya hehe..

Sekali lagi mimin mengucapkan mohon maaf jika per episode di dalam cerita yang mimin buat terlalu pendek soalnya mimin sengaja membagi agar BAB nya banyak, dan biar kaliannya juga greget hehehe😜

1
Siti Musyarofah
jangan serem 2 thor aslinya aku takut
Elisabeth Ratna Susanti
like plus 🌹 untuk karya keren ini 😍
Elisabeth Ratna Susanti
ahhhh aku merinding disko nih 😱
NonaNyala
teruslah berkarya dirikuu
Elisabeth Ratna Susanti
kasihan. Zikri
Elisabeth Ratna Susanti
awal yang bagus.....bikin merinding disko.....good job Thor 🥰👍
NonaNyala: aaaa makasih maee akuuu🥰🤩
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!