Halooo ini novel thriller perdanaku disini.
Selamat Membaca semuanya.
Dalam misi mengungkap pembunuh kakaknya, Marcella seorang polisi wanita harus dihadapkan pada kasus pembunuhan berantai dan pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Ryan membuatnya menjadi sosok yang paling ia curigai. Dapatkah Marcella mengungkap siapa sebenarnya pembunh berantai tersebut? Benarkah Ryan adalah seorang pembunuh yang ia cari. Baca novel ini hingga akhir untuk menemukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siskaindah Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 - Pertemuan Pertama dengan Lelaki Mencurigakan
Pagi-pagi sekali Marcella telah membelah jalanan. Tujuannya hanya satu mencari informasi sebanyaknya tentang Ryan. Kali ini Marcella telah menyiapkan semua kemungkinan jika akan terjadi sesuatu dengan dirinya dalam investigasi kali ini.
Saat ia tiba dirumah itu hanya ada pria bernama Udin itu disana. Ia menatap Marcella dengan tajam lantas tak lama ia berdiri.
Marcella baru menyadari ada seseorang di belakangnya sejak tadi.
"Kamu siapa?" Tanya Ryan mengejutkannya. Marcella memperhatikan pria dengan tampilan rapi dan rambut sedikit panjang itu dari ujung rambut hingga kaki. Wajah tampan itu tampak terkejut juga melihat Marcella yang berada di hadapannya. Ia seakan memikirkan sesuatu lewat matanya itu.
"Aku ingin bertemu nenek, tempo hari saat bensinku habis nenek membantuku."
Pria itu mengangguk, "Nek Diyah?"
Marcella mengangguk.
"Nenek ada dimana Paman?" Tanya Ryan pada Udin.
"Sedang ke rumah Pak Kasim Tuan Muda, biasa mengurus urusan para pekerja," jawab Udin dengan sopan.
Marcella cukup terkejut mendengarnya memanggil Udin dengan sopan, meski tentu Udin hanyalah pekerja di rumah mereka.
"Kamu mau tunggu nenek disini, atau minum kopi di rumahku?" Tawar Ryan kemudian sembari menunjuk arah rumah besar itu.
Marcella sedikit senang sebab akhinya ia punya kesempatan untuk bisa melihat rumah itu dari dekat tanpa perlu mengendap seperti maling seperti kemarin.
"Baiklah, jika kamu tak keberatan," serunya kemudian.
"Tentu tidak, aku pergi dulu paman," ucap Ryan.
Udin pun mengangguk.
Ryan berjalan pelan dan Marcella mengikutinya, namun tangannya menyentuh pistol di saku kanannya yang sengaja ia bawa untuk berjaga-jaga jika orang ini menyerangnya.
"Kamu wanita yang cukup berani sendirian ke tempat sunyi ini," seru Ryan.
"Ada yang salah dengan itu?"
"Aku hanya tidak terlalu suka menyambut tamu."
Ryan berhenti dan menoleh ke arah Marcella. Gadis itu menatapnya dengan tajam. Lantas tak lama pemuda itu tertawa.
"Ternyata gurauanku tak mempan untukmu." Ucapnya dengan senyuman kecil. Ia bisa melihat bagaimana mata indah Marcella menatapnya penuh curiga dan tanya.
Tanpa terasa mereka tiba di rumah itu. Ryan memanggil seorang pelayannya melalui telepon di ruang tamu. Tak lama seorang pria tua datang.
"Dua kopi Paman Gu," serunya kemudian.
"Baik Tuan Muda," jawab Paman Gu. Ia sempat menoleh ke arah Marcella, dan saat gadis itu sadar segera ia menuju ke dapur.
"Paman Gu?"
"Dia keturuanan Korea. Dulu ia bekerja di kediaman kami di Surabaya," sahut Ryan.
Marcella paham kini, keluarga Danubroto punya banyak orang yang setia kepada mereka.
"Duduklah," tawar Ryan.
"Terima kasih," jawab Marcella dengan nada santai ciri khasnya. Ia memperhatikan keseluruh bangunan bergaya klasik itu. Sebuah lampu besar bergantung tepat ditengahnya. Tak jauh dari tangga terdapat piano. Ia menduga Ryan pasti suka bermain piano. Lantas ia ingat tujuannya ke rumah itu.
"Apakah nenek masih akan pulang lama?"
"Kamu sungguh datang mencari Nenek Diah?"
"Nama yang cantik, secantik orangnya."
"Jika aku melarangmu untuk datang lagi, apakah kamu akan tetap datang?"
Marcella pun terperanjat. Ia mendesah.
"Duduklah, aku ingin kamu tahu, aku tak suka ada yang memata-matai kediamanku."
"Apa maksudmu?"
"Kamu bukan fotografer bukan?" Tak lama dua orang pria pun datang. "Ambil pistol nona manis ini agar kami bisa mengobrol santai."
"Mengapa aku harus menurutimu?" Teriak Marcella memberontak.
"Kamu ingin mewawancaraiku bukan? Aku hanya bersedia di wawancara jika kamu kooperatif, aku tahu kamu terus memegang pistol itu sejak tadi."
Marcella pun melompati kedua pria bertubuh besar itu dan kemudian mengarahkan pistol ke arah mereka.
"Jangan sentuh aku," ancam Marcella dengan posisi siap menembak mereka kapan saja.
"Hmmm .... Sayang sekali, aku tak suka menyambut tamu yang tak sopan. Pintu keluar ada disana. Bawa gadis ini keluar."
Saat dua orang itu hendak menyentuhnya Marcella pun menolak dan berucap, "Tak perlu, aku bisa keluar."
Ryan pun berdiri dan mendekatinya. Saat hendak melangkah Ryan berbisik kepadanya. "Jangan masuk ke dalam pertempuran yang kamu tak ketahui medannya dengan baik Nona."
Marcella menatapnya geram dan membuang wajahnya. Lantas ia segera angkat kaki dari rumah itu.
Sepanjang jalan Marcella mengumpat.
"Dia kira dia bisa mengancam polisi? Marcella? Huh, dia tak tahu aku siapa?" . Rupanya ia malah bertemu dengan nenek Diah.
"Kamu? Kamu baru dari rumah tuan muda?"
Belum lagi menjawab nenek langsung menarik Marcella. "Kamu bukan fotografer kan? Kamu dalam bahaya sekarang pulanglah, kamu takkan dapatkan apapun dari kami."
"Nenek apa maksud ucapan Nenek?," seru Marcella. Namun nenek sudah berjalan cepat. Pupus harapannya untuk mencari tahu lebih detail tentang Ryan.
Ia hanya bisa menatap rumah itu dan memperhatikannya. Tak lama sebuah mobil keluar dari sana. Ia sengaja berjalan pelan membuntutinya.
Mobil itu menuju ke sebuah perusahaan besar di Surabaya. Marcella memperhatikan gedung tinggi itu.
"Ini milik keluarga Danubroto? Mereka pasti sangat kaya," ucap Marcella.
Ia menunduk saat Ryan keluar dari mobil dan masuk ke dalam. Lama juga gadis itu menunggu barulah saat sore Ryan keluar dari sana. Marcella hendak membututinya kembali namun sebuah pesan dari Alex masuk. Ia pun mengabarkan apa yang sedang ia lakukan.
Alex membaca pesan itu, namun raut wajahnya mendadak berubah. Ia tak lagi membalas pesan kekasihnya itu dan lantas segera bergegas ke suatu tempat.
Akhirnya Marcella pun memilih tak lagi mengikuti Ryan sebab mobil itu mengarah kembali ke tempat semula. Gadis itu memilih kembali ke rumahnya untuk mencari tahu asal usul Ryan lebih jauh.
Dari internet dan beberapa artikel Marcella tahu bahwa Ryan bersekolah di tempat yang sama dengan kakaknya.
"Pantas nama itu tak asing, Kak Sammy sering menyebutnya. Kata Alex, Kak Sammy tak menyangka dia akan diserang, berarti Kak Sammy sudah punya bukti Ryan pelaku pembunuhan itu, namun dimana bukti itu?" Ucap gadis itu sendiri.
"Ryan adalah kenalan Kak Sammy tak salah lagi. Kak Sammy kunci dari kasus ini," gumamnya.
Ia mendesah lantas ia memikirkan cara untuk menjawab semua pertanyaannya. Lantas ia membereskan tasnya dan tak lupa membawa pistol di kantongnya dan Ia pun segera bergegas menuju rumah kakaknya yang harus menempuh satu jam perjalanan, saat tiba disana ia dapati lemari di kamar kakaknya itu telah berserak seakan ada yang baru mencari sesuatu disana. Marcella sadar langkahnya telah kalah beberapa langkah dari pembunuh itu.
Tetapi Ryan jelas menuju arah pulang tadi tapi bisa saja ia mengelabuiku dan sadar aku membuntutinya sejak dari rumah itu. Lantas apa yang orang ini cari dan apa ia sudah menemukannya. Jika bukan Ryan lantas siapa yang menduga aku akan ke tempat ini? Pikir Marcella akhirnya.
"Sial," umpatnya kesal dan menekan rahangnya. Kali ini pun ia tak mendapatkan banyak petunjuk lagi.
Ia pun terduduk lemas dan memikirkan langkah yang harus ia ambil selanjutnya agar langkahnya tak lagi tertebak dan ia bisa memenangkan pencariannya selama ini.