9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Tok... Tok...
Zonya yang barusaja menidurkan Naina di ranjang mendengar ketukan di pintu utama. Ia lantas keluar dari kamar, menuju pintu utama dan langsung membukanya. Ia menatap datar pada Sean yang saat ini dipapah oleh seorang laki-laki yang sama sekali tidak Zonya kenal
"Maaf Nona, saya ditugaskan untuk mengantar Tuan Sean pulang" ucap laki-laki itu
"Baiklah, terima kasih"
Zonya langsung mengambil alih untuk memapah tubuh besar Sean dengan tubuhnya. Ia membawa laki-laki itu dengan susah payah. Hingga akhirnya ia berhasil membawa laki-laki itu ke depan pintu kamarnya
"Jangan pernah memasuki kamarku dengan alasan apapun!"
Tiba-tiba ingatan Zonya kembali pada hari pertama ia menginjakkan kaki di rumah ini. Kalimat itulah yang suaminya katakan padanya. Sebuah perintah tentang larangan untuknya memasuki kamar dari laki-laki yang jelas-jelas berstatus suaminya sendiri
"Sayang... Sila, kau kah itu?" racau Sean "Ini kau Sayang, kau benar-benar kembali?" Sean langsung menarik tubuh Zonya dan memeluknya dengan begitu erat. Namun Zonya dengan segera mendorong tubuh besar Sean dengan segenap kekuatannya hingga membuat tubuh Sean terhuyung dan jatuh
"Sila kau..."
"Aku bukan Kak Sila, aku Zonya"
Sean bangkit dengan sisa tenaganya. Ia tersenyum lembut kearah Zonya yang dalam penglihatannya adalah Nasila "Aku sangat merindukanmu, Sayang"
Sean kembali menarik Zonya kedalam pelukannya. Zonya yang merasa suasana tidak baik, segera mendorong tubuh Sean. Takut jika pengaruh alkohol yang laki-laki itu minum membuatnya berada dalam masalah besar. Namun sekuat tenaga ia mencoba mendorong tubuh Sean. Sean justru semakin mengeratkan pelukannya. Bahkan, tangan laki-laki itu kini sudah mulai menggerayangi tubuhnya
"Lepas" dorong Zonya
"No Sayang, aku merindukanmu, aku mohon jangan lakukan ini padaku. Aku mencintaimu Sila" mohon Sean
Tidak hanya memohon, bahkan air mata Sean sudah menetes diatas ubun-ubun Zonya. Membuat Zonya mengadah, untuk memastikan air yang barusaja jatuh di atas ubun-ubunnya
"Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku akan mencoba menerima Naina dalam hidupku jika itu yang membuatmu mau memaafkanku. Tapi aku mohon Sayang, aku mohon jangan siksa aku begini" Sean merenggangkan pelukannya dan mengusap pipi Zonya pelan "Aku sangat mencintaimu"
Sean memajukan wajahnya untuk berbuat lebih pada Zonya yang ia anggap Sila. Zonya yang sudah memasang sikap waspada sedari tadi tidak tinggal diam. Ia mendorong tubuh Sean untuk menjauh. Namun sayang sekali, tenaga Zonya kalah jauh dari tenaga Sean, membuat Zonya akhirnya tidak kuasa menahan, yang membuatnya berada dalam posisi ini sekarang
"Mas aku mohon jangan, ini salah Mas. Aku bukan Kak Sila. Aku Zonya" teriak Zonya
Seakan tuli, Sean yang sudah terlanjur terbalut kerinduan, akhirnya tidak menghiraukan ucapan wanita itu. Ia memajukan wajahnya untuk lebih dekat agar bisa menjangkau wajah Zonya. Matanya terpejam, siap melakukan hal lebih kepada sosok istri yang sangat dicintainya itu. Zonya yang melihat wajah Sean semakin dekat, terus berusaha mendorongnya. Namun nyatanya tenaganya benar-benar kalah besar dari Sean. Karena tubuh laki-laki itu bahkan tidak bergerak sedikitpun karena dorongannya
Oek... oek... oek...
Zonya tersadar saat mendengar tangisan Naina yang begitu keras. Dengan sekuat tenaga, ia mendorong tubuh Sean. Namun tubuh besar itu seakan enggan untuk beranjak. Zonya melirik ke segala arah dan matanya menangkap sesuatu dibawah sana. Tanpa segan, ia segera melipat lututnya dan menghantamkannya pada titik sensitif Sean
Aghhh
Sean jatuh dan berguling dengan memegang titik sensitif tubuhnya. Zonya yang melihat itu merasa tidak tega. Namun mengingat Naina tengah menangis keras, akhirnya Zonya meninggalkan Sean begitu saja. Zonya lekas berlari menuju kamarnya dan membawa Naina kedalam gendongan
"Nai... Nai kenapa Sayang, hm? Terkejut ya karena bangun tidur tidak melihat Aunty, iya? Shut... Tenang ya Nak"
Oek... oek... oek...
Tangis Naina kian terdengar keras. Bayi itu enggan untuk diam walau sedetikpun, membuat Zonya menjadi kewalahan. Ia terus menimang Naina ke sana ke mari, berharap bayi itu menjadi tenang. Namun seolah tidak mau bekerja sama, Naina justru menangis tanpa henti
"Nai... Jangan seperti ini Nak, Aunty jadi bingung harus bagaimana" lirih Zonya
Tanpa terasa air mata Zonya mengalir di pipi saat tangis Naina kian kencang dan enggan untuk berhenti. Sungguh, ia benar-benar buta soal mengurus anak. Jadi ia tidak tahu tentang apa yang mungkin Naina butuhkan hingga membuat bayi itu menangis keras. Ia mencoba memberikan susu pada Naina, tapi bayi itu enggan menyedot dot-nya. Ia melepeh begitu saja dan kembali menangis meraung
Zonya meletakkan Naina di ranjang, ia seakan sudah tidak peduli dengan tangis anak itu yang terdengar begitu keras. Bahkan, tangis Zonya 'pun kian keras seiring dengan tangisan Naina. Ya, kedua wanita itu menangis keras bersamaan. Jika Naina menangis tanpa sebab yang jelas. Maka Zonya menangis karena merasa gagal menjadi ibu sambung bagi keponakannya
Dari luar, Mbok Ijah tak sengaja mendengar tangisan Naina yang tidak berhenti sejak beberapa saat yang lalu. Yang akhirnya memaksa Mbok Ijah untuk datang ke rumah utama dan memastikan keadaan anak dari majikannya. Begitu masuk ke rumah utama, ia menatap pintu kamar Zonya dengan pandangan takut. Ya, ia takut untuk mengetuk, karena takut Zonya merasa terganggu. Namun mendengar tangis Naina membuat Mbok Ijah memberanikan diri untuk mengetuk pintu
"Nya... Nyonya... boleh Mbok masuk?"
Hening
Tidak ada sahutan dari dalam. Hanya ada suara isakan kecil dari dalam sana yang membuat Mbok Ijah meyakini kalau majikannya juga tengah menangis. Tanpa sungkan lagi, Mbok Ijah lantas mengambil kunci cadangan dan membuka pintu kamar sang majikan
"Nya..." Mbok Ijah terkejut saat melihat Zonya meringkuk di bawah ranjang dengan keadaan yang berantakan, disertai tangisan yang terdengar memilukan "Nyonya kenapa Nya?"
"Aku tidak bisa Mbok, aku bukan Ibu yang baik" racau Zonya
"Tidak Nya, Nyonya sudah menjadi Ibu yang baik untuk Non Nai. Bangun Nya, jangan seperti ini"
"Aku mengantuk, tapi mengapa Nai tidak paham? Kenapa dia menangis tanpa henti Mbok, aku lelah"
Mbok Ijah melepas rangkulannya pada tubuh sang majikan. Ia berpindah mendekati ranjang dan membawa Naina kedalam gendongannya "Nya... Suhu tubuh Non Nai panas, Nya"
"Apa?" Zonya bangkit dan memeriksa suhu tubuh Naina. Benar saja, suhu tubuh bayi itu terasa hangat cenderung panas
"Kita harus ke rumah sakit sekarang Nya" ajak Mbok Ijah, menyadarkan Zonya dari keterkejutannya
"Iya, ayo kita ke rumah sakit sekarang"
Zonya segera meraih ikat rambut dan mengikat rambut panjangnya dengan asal. Ia lantas meraih kunci mobil dan langsung keluar menyusul Mbok Ijah yang sudah lebih dulu keluar bersama Naina. Setelah siap, Zonya langsung mengemudikan kendaraannya menuju rumah sakit keluarganya yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah mereka