Aisyah yang tak kunjung hamil membuat mama mertuanya memberikan dua pilihan paling berat. Aisyah harus memilih antara berpisah dengan suaminya atau tetap bersama tetap harus menerima jika suaminya menikahi wanita lain.
Sungguh hancur hati Aisyah. Dia tidak bisa memilih salah satu pilihan yang diberikan oleh mama mertuanya. Bagaimana bisa dia berpisah dengan suaminya, sementara Aisyah sangat mencintainya. Apalagi jika harus merelakan berbagi suami dengan wanita lain. Jelas saja Aisyah tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teh ijo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Assalamuaikum." Nabila dan Alex mengucapkan salam secara bersamaan.
Pak Ali pemilik ruko sekaligus bapaknya Aisyah langsung menjawab salam dari dua orang yang ada didepannya. "Waalaikumsallam."
Pak Ali merasa tak asing oleh perempuan yang ada didepannya, tetapi dia lupa tidak bisa mengingat siapa dia.
"Mau cari apa?" tanya pak Ali sebagai bertanya kepada pelanggan lainnya.
Nabila hanya tersenyum kecil karena Bapak dari sahabatnya itu sama sekali tidak mengenali dirinya. "Kami mau cari Ais, Pak Ais-nya ada?" tanya Nabila kemudian.
"Kalian temannya Ais?"
"Iya, Pak. Kami berdua teman dekatnya Ais. Kami dengar Ais—" Belum sempat Alex meneruskan ucapannya, kakinya telah diinjak oleh Nabila. "Aduh, sakit, Bila!"
Nabila langsung memberikan sebuah isyarat agar Alex tak banyak berbicara agar tak menyinggung perasaan bapaknya Ais.
"Ais tidak disini, tapi dia ada di rumah. Jika kalian ingin bertemu dengan Ais, kaluan ke rumah saja. Kalian tau rumahnya, kan?" tanya pak Ali lagi.
Nabila yang sudah pernah berkunjung ke rumah Ais mengangguk dengan pelan. "Iya, Pak. Kami udah tau, kok. Kalau begitu kami langsung ke rumah aja ya Pak," pamit Nabila.
"Iya, hati-hati karena jalan gang masuk tidak lebar," pesan Pak Ali.
"Iya, Pak. Assalamualaikum."
"Waalaikumsallam."
Jarak antara ruko dengan rumah tidak terlalu jauh. Hanya sekitar lima menit pun telah sampai. Dan kini mobil yang dibawa oleh Alex telah berhenti di depan rumah orang tua Aisyah.
Alex dan Nabila saling melempar pandangan ketika suasana rumah Aisyah terlihat sangat sepi. Bahkan pintu pagar pun terkunci. itu artinya tidak ada orang di dalam rumah.
"Bil, ini gimana? Pintu pagar rumahnya dikunci. Kayaknya Ais gak ada di rumah deh," celetuk Alex.
"Sepertinya sih begitu, Lex! Mana nomer Ais juga enggak bisa dihubungi, lagi!" sambung Nabila dengan lemah.
Keduanya pun memutuskan untuk untuk kembali ke ruko milik bapaknya Ais. Namun, baru saja dua orang itu naik ke mobil, tiba-tiba sebuah motor berhenti didepan pagar rumah Aisyah. Dan saat dibuka helmnya ternyata itu adalah Aisyah.
"Rian, makasih ya," ucap Aisyah yang kemudian menyerahkan helm kepada pria yang dipanggil Rian.
"Iya. Sama-sama. Kalau gitu aku langsung pulang aja ya. Kan enggak enak kalau aku singgah tapi bapak sama ibu enggak ada. Takutnya nanti yang ketiga setan." Rian tertawa pelan sebelum menanjak gasnya kembali.
Aisyah tersenyum kecil. "Kamu bisa aja. Ya udah kamu hati-hati di jalan ya!" pesan Aisyah.
"Siap. Ya udah aku pergi ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsallam." Aisyah menjawab salam Rian yang kini telah berlalu meninggalkan rumahnya.
Karena motor sudah pergi, Alex dan Nabila pun langsung turun dari mobil dan menghampiri Aisyah yang sedang membuka pintu pagar.
"Assalamualaikum, Ais." Nabila menyapa sahabatnya yang hampir satu minggu ini menghilangkan tanpa kabar.
Mendengar ucapan salam Aisyah pun langsung menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya dirinya ketika melihat dua orang terdekatnya kini ada di depan mata.
"Waalaikumsalam. Bila ... Alex? Kalian kok ada disini? Ada apa? Ayo masuk dulu! Kalian pasti lelah." Aisyah bergegas membuka pintu pagar dan menyilahkan dua orang temannya untuk masuk ke dalam rumah.
Namun, sebelum masuk kedalam, Nabila langsung memeluk tubuh Aisyah. Wanita itu tiba-tiba menangis dalam pelukan Aisyah.
"Bil ... kamu kenapa?" tanya Aisyah dengan panik.
"Ais ... kamu jahat! Satu Minggu enggak ada kabar. Bahkan nomor kamu juga nggak aktif. Kamu anggap aku ini apa? Bukan kita sudah berteman sejak Madrasah Aliyah dan berjanji selalu akan terbuka dengan masalah yang kita hadapi. Kamu jahat Ais" Nabila masih terisak.
Aisyahtidak bisa berkata apa-apa lagi dan segera membawa Nabila untuk masuk dalam rumahnya.
Rumah yang tidak terlalu besar tetapi terasa sejuk dan nyaman bagi penghuninya.
"Kalian kenapa bisa sampai?" tanya Aisyah setelah memberikan minum kepada dua orang temannya.
"Kamu pakai nanya lagi! Kami tuh sangat khawatir sama kamu, Ais! Kenapa kamu enggak bilang sama kami kalau bahasa itu udah nikah lagi!" protes Alex yang merasa kecewa karena Aisyah memilih untuk memendam sendiri apa yang sedang dirasakan.
"Jadi kalian udah tahu?" tanya Aisyah dengan datar.
"Ais ... aku tidak tahu masalah apa yang sedang mengunjungi rumah tanggamu dengan Pak Azam. Awalnya aku tidak percaya jika Pak Azam bisa setega itu padamu, tetapi setelah mendengar sendiri darinya jika dia telah mempunyai istri baru, sungguh hatiku ikut tersayat. Ais ... kamu harus kuat. Aku tau kamu adalah wanita tangguh." terang Nabila.
Aisyah hanya tertunduk lesu. Namun, dia sudah bertekad meletakkan rasa sakit yang menusuk hatinya. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh orang tuanya mungkin jodohnya dengan Azam telah usai. Dan Aisyah tidak boleh larut dalam kesedihan karena masa depannya masih panjang. sebisa mungkin Aisyah tersenyum kepada dua orang yang saat ini duduk bersama dirinya.
"Sebelumnya aku minta maaf karena tidak memberitahu kalian dan nomor ponselku tidak bisa dihubungi itu karena aku sengaja mengganti nomornya. Terima kasih juga sudah mengkhawatirkanku, tapi percayalah aku baik-baik saja."
Kedatangan dua orang temannya membuat Aisyah sedikit terhibur meskipun rasa sakit itu masih terasa berdenyut. Sebisa mungkin Aisyah mencoba untuk meredam rasa sakit demi satu tujuan. Lulus kuliah dengan nilai yang baik dan bisa membanggakan kedua orang tuanya sekalipun dia telah gagal dalam mempertahankan rumah tangganya.
"Oh iya Ais, tadi yang nganter kamu siapa? Kayak bukan tukang ojek deh! Gak mungkin tukang ojek bisa akrab banget sama kamu," tanya Alex yang merasa penasaran dengan pria yang mengantar Aisyah pulang tadi.
"Oh ... itu Rian anaknya teh ijo di novel pertamanya yang berjudul Dinikahi Mr. A," jawab Aisyah apa adanya.
"Tapi bukan mantan kamu 'kan?" goda Alex lagi.
"Ya enggaklah. Aku enggak punya mantan. Jikapun punya ya hanya pak Azam aja, karena aku emang enggak pernah pacaran sebelumnya," ujar Aisyah dengan dada yang berdenyut. Sakit tapi mencoba untuk ditepis.
"Ais ... yang sabar ya. Aku yakin kamu bisa melewati semua ini dengan baik. Percayalah jika Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya. Bisa jadi Pak Azam bukan jodohmu yang sesungguhnya dan saat ini Allah sedang menyiapkan jodoh kamu yang sesungguhnya," timpal Nabila.
"Mungkin orang itu adalah aku?" Celetuk Alex dengan tiba-tiba.
"Gak usah berharap lebih! Gak mungkin Allah akan ngasih jodoh Ais modelan kayak kamu, Lex! Jodoh itu cerminan diri kita. Kamu sama Ais itu ibarat langit dan bumi. Beda jauh!" protes Nabila dengan capat.
Aisyah hanya tersenyum kecil karena sia sudah tahu bagaimana sifat Alex yang selalu asal-asalan dalam berbicara. Namun, dalam hati Aisyah selalu berdoa jika Azam memang jodohnya, pasti mereka berdua bisa melewati masalah ini dengan baik. Tapi sepertinya Azam bukan jodohnya karena dia setelah kepergiannya dari rumah, Azam sama sekali tidak datang untuk menemuinya. Itu artinya Azam tidak benar-benar bisa mempertahankan rumah tangganya. Lalu untuk apa Aisyah masih mengharapkan cinta darinya? Bahkan hanya dalam hitungan hampir satu minggu suaminya itu langsung menikahi wanita yang di gadang-gadang akan memberikan keturunan untuknya.
...***...
tidak jelas...endingnya