Yang Qing Xia di bunuh secara kejam oleh ibu tiri dan kakak tirinya. Belum puas melihat kematian adiknya, sang kakak melempar tubuh Qing Xia ke sebuah hutan yang terkenal sebagai sarang serigala.
Sebuah jiwa dari alam lain tiba-tiba terbawa dan masuk ke dalam tubuh Qing Xia. Jiwa itu menyadari keberadaannya di dalam hutan dan saat ini dia di kelilingi oleh kawanan serigala yang sedang kelaparan.
"Haruskah ku bunuh kalian semua?"
"Wanita yang benar-benar menarik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Win, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6. Lalat Besar
Mendengar ledekan dari Qing Xia, Han Ze Xin hanya tersenyum saja. Namun di balik senyuman itu memiliki arti yang berbahaya. Qing Xia yang memiliki naluri seorang pembunuh, langsung menyadari bahaya yang keluar dari senyuman Han Ze Xin.
"Mau apa kau?" tanya Qing Xia dengan suara kecil.
Wajah Han Ze Xin berubah dingin, dia malah balik bertanya. "Menurutmu?"
"Sial banget sih aku, baru sehari di dunia ini sudah bertemu musuh saja. Belum cukup di bunuh oleh rekan sendiri, sekarang malah bangkit di tubuh wanita yang lemah seperti ini. Ditambah dengan mataku yang buta dan semua badan ku terasa remuk. Apa ini yang namanya karma dari perbuatan buruk?" benak Qing Xia.
"Qing Xia, matamu sudah bisa melihat?" tanya Jenderal Yang dengan mata yang berkaca-kaca. Senang karena mata putrinya sudah bisa melihat lagi.
Qing Xia menoleh ke wajah ayahnya, dia lalu mengangguk sambil tersenyum. Hati Han Ze Xin yang sedang menatap Qing Xia menjadi terusik karena senyuman itu.
"Dia kelihatan cantik saat tersenyum." benak Han Ze Xin.
"Wah bagus sekali, Nona sudah bisa melihat!" Xiao Yen melompat kegirangan. Sementara Lee hanya tersenyum sebentar lalu kembali ke wajah datar.
"Tuan Tabib, berapa biaya yang harus saya bayar untuk perawatan mata Qing Xia?" tanya Jenderal Yang.
"Tidak perlu membayar. Tapi, jika Nona ini sudah sembuh nanti, tolong penuhi satu permintaan saya." jawab Han Ze Xin.
Jenderal Yang sedikit bingung mendengar jawaban yang ambigu seperti itu. "Tuan, jika anda tidak keberatan, bisakah anda menyebutkan apa permintaan Tuan?"
"Jangan khawatir, saya tidak akan membuat permintaan di luar batas kemampuan Jenderal Yang." jawab Han Ze Xin yang masih belum mau mengungkapkan apa keinginannya.
"Baiklah, kalau begitu saya dan Qing Xia pamit pulang dulu. Terima kasih banyak atas pengobatan anda, Tuan Tabib!" ucap Jenderal Yang.
Setelah semua tamunya pulang, Han Ze Xin melepas topengnya. Wajah tampan yang bisa langsung mendapatkan hati semua wanita mungkin tepat untuk menggambarkan wajah laki-laki itu.
"Hahaha...!" Yu tiba-tiba saja tertawa, dia mengingat kata-kata sindiran dari Qing Xia yang menanyakan sejelek apa wajah Tuannya itu.
"Kamu ini tidak sopan Yu!" keluh Han Ze Xin dengan wajah kesal.
"Ma... Maaf Tuan Muda. Saya benar-benar sulit menahan tawa. Hahaha...!" dia pun kembali tertawa hingga membuat Han Ze Xin melemparkan sebuah jarum yang menancap di lehernya.
Yu menangis sejadi-jadinya, dia lalu berlutut sambil memohon kepada Han Ze Xin agar segera menghentikan tangisannya ini. Jarum itu ternyata menusuk titik di tubuh Yu agar pria itu menangis terus tanpa bisa dia hentikan.
Han Ze Xin tersenyum licik, dia lalu berkata kepada Yu, "Masf, aku tidak bisa menghentikan tangisan mu!"
"Aduh, Tuan Muda ini lebih kejam dari pada Yang Mulia!" benak Yu.
Sementara itu, di sebuah ruangan gelap, dengan tumpukan jerami dan kayu bakar. Dua wanita dikurung di dalam sana, kaki dan tangan mereka terikat tali tambang. Mulut mereka di sumpal dengan kain hingga tak bisa bersuara dan mata mereka ditutup dengan kain hitam panjang yang terikat melilit di kepala.
"Ehmm... Ehmmm!"
"Bughhh!"
"Bughhh!"
"Jeduggg!"
Keduanya sibuk meronta, berusaha melepaskan ikatan mereka. Namun semua yang mereka lakukan hanya sia-sia belaka, sebab ikatan itu bahkan tak menjadi longgar sedikit pun.
"Krieeetttt!"
Suara pintu terbuka membuat keduanya ketakutan. Mereka memasang telinga dengan tajam, karena hanya telinga mereka satu-satunya yang bisa digunakan saat ini.
"Pukuli kedua wanita ini hingga tak ada yang bisa mengenali mereka!" perintah seorang laki-laki kepada dua bawahannya.
"Baik, Tuan!" jawab mereka serentak.
Kedua laki-laki itu membawa kayu panjang, mereka berjalan mendekat ke tempat wanita yang sedang duduk ketakutan di atas tumpukan jerami.
Kedua wanita itu menggelengkan kepala, mereka mengucapkan kata-kata dalam pikirannya, "Jangan, tolong jangan pukuli saya!"
"Bughhh! Bughhh! Bughhh!"
Hanya terdengar suara gebukan dari kayu dari luar pintu. Lee berdiri di depan pintu, dengan wajah dingin dan tangan yang sedikit bergetar menahan amarah. Dia ingin memukuli kedua wanita itu, namun dia takut akan kebablasan hingga membunuh nyawa mereka. Itu sebabnya dia memerintahkan kedua anak buahnya.
"Mereka pantas mati karena sudah menyiksa Nona Muda. Kalau bukan karena belas kasihan dari Jenderal Yang, mereka pasti sudah ku cincang!" benak Lee.
Sementara itu Qing Xia sedang berbaring di kamar, dia mencoba melihat langit-langit dengan penglihatan yang masih buram. "Apa ini yang di rasakan oleh penderita katarak?" tanya Qing Xia dalam hati.
Xiao Yen masuk ke dalam kamar setelah mengetuk pintu, dia meletakkan semangkuk bubur di atas meja.
"Nona, saya membawa bubur untuk Nona. Silahkan di makan!" ucapnya sambil berjalan ke tempat tidur. Xiao Yen membantu Qing Xia untuk berdiri. Dia lalu menuntun Nona Mudanya untuk duduk di kursi.
"Xiao Yen, kenapa aku hanya diberi makan bubur? Apa tidak ada lagi makanan lain di dapur?" protes Qing Xia yang sudah kangen dengan mskanan enak.
"Maaf Nona, tapi Tuan besar berpesan agar Nona tidak boleh makan makanan lain dulu, sebelum luka anda sembuh. Karena Tabib sempat berkata, harus menjaga makanan Nona agar luka-luka di tubuh Nona tidak terinfeksi." jawab Xiao Yen.
"Ternyata gara-gara Tabib bodoh itu!" rutuk Qing Xia dalam hati.
Karena tidak punya pilihan lain, mau tidak mau, Qing Xia harus memakan bubur yang sudah disiapkan oleh Xiao Yen.
Sementara itu, di atas langit-langit kamar, seorang laki-laki sedang memperhatikan Qing Xia sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Ckkk! Banyak lalat ya di kediaman ini!" keluh Qing Xia yang tak di mengerti oleh Xiao Yen.
"Nona, saya tidak melihat ada lalat. Di mana lalatnya?" tanya Xiao Yen sambil melihat ke kanan kiri, atas bawah dan depan belakang.
"Wanita ini peka sekali!" benak Han Ze Xin.
Laki-laki itu sedang memperhatikan Qing Xia yang sedang menikmati buburnya. Walaupun wajahnya terlihat kesal karena hanya makan bubur selama dua hari ini.
"Aku sudah menghabiskan buburnya, tolong berikan aku makanan manis!" pinta Qing Xia kepada pelayan kecilnya.
"Nona...!" Xiao Yen bingung hendak menjawab apa. Dia bahkan tidak diperbolehkan makan makanan manis. Bagaimana caranya dia memberi makanan manis untuk Nona Mudanya itu.
Qing Xia menyadari ekspresi wajah Xiao Yen yang terlihat merasa bersalah, dia menghela napas panjang.
"Sudahlah, lupakan saja. Kau keluar sana, aku mau tidur!"
Xiao Yen membereskan mangkuk dan sendok di atas meja, dia membawa alat makan itu bersamanya lalu keluar dari kamar.
Qing Xia bangkit dari kursinya, dia berjalan ke tempat tidur. Wanita itu lalu berbaring di atas kasur nya yang terasa sedikit keras sambil memejamkan mata.
"Akan ku tangkap lalat besar ini!" benak Qing Xia.
^^^BERSAMBUNG...^^^